ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Saat ini Badan Pembentukan Perda (BPP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama dengan pemerintah daerah setempat sedang melakukan pembahasan empat rancangan peraturan daerah (Raperda) disebuah hotel di Kota Kendari.
Meski digelar di hotel, namun dewan menyatakan tak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Yang penting tidak menggunakan dana APBD. Itu terserah penginisiasi raperda,” kata Saprin ketua BPP DPRD Konut kepada awak media melalui sambungan telepon selularnya, Jumat (15/7/2016).
Pembahasan Raperda di salah satu hotel di Kendari itu menuai kecaman dari masyarakat Konut. Sejumlah netizen di jejaring sosial facebook mempertanyakan sikap anggota dewan dan sejumlah SKPD yang melakukan rapat di hotel hingga berhari-hari.
“Mungkin gratis kali’ di zenit sehingga pertemuamnya dilaksanakan dihotel,” tulis pemilik akun Kasman Habrur.
Salah satu aktivis yang sangat kritis terhadap kinerja pemerintah, Ashari justru mempertanyakan sumber anggaran yang digunakan untuk membahas raperda tersebut.
Ashari menganggap, pernyataan Ketua BPP merupakan data awal bagi masyarakat Konawe Utara untuk mempertanyakan asal anggaran yang digunakan wakil rakyat dan pemerintah daerah selama melakukan pembahasan di hotel Kota Kendari.
(Artikel Terkait : Alasan Padam Lampu, DPRD Konut Bahas Raperda di Kendari)
“Ini kan aneh, masa ada kegiatan pemda dan DPRD tidak menggunakan APBD,” tanya Ashari.
“Bagaimana dengan pertanggungjawaban penggunaan dana. Siapa yang akan pertanggungjawabkan,” lanjutnya.
Dirinya bahkan menduga jika tidak menggunakan dana APBD, maka anggaran yang digunakan dalam pembahasan raperda tersebut, besar dugaan berasal dari pihak swasta. Dan hal tersebut sangat mencederai amanah rakyat Konawe Utara.
Ashari menambahkan, dari empat raperda yang sementara dibahas, terdapat dua raperda yang saat ini sedang menjadi sorotan hangat masyarakat Konawe Utara. Diantaranya, raperda tentang rencana induk pariwisata dan raperda tentang pengelolaan pemanfaatan dan pemberdayaan pariwisata.
Mengingat, kata Ashari, dua raperda tersebut diusulkan oleh pemerintah daerah, karena besarnya desakan masyarakat terkait pemanfaatan wisata Labengki yang sampai saat ini belum menghasilkan PAD bagi Konawe Utara. Bahkan, parahnya lagi Labengki diklaim milik salah satu investor.
“Saya menduga kegiatan pembahasan itu dibiayai oleh investor yang punya kepentingan dengan dua raperda itu,” tudingnya.
Sebelumnya, dewan menyatakan melakukan pembahasan Raperda di hotel lantaran akibat seringnya padam listrik yang sangat menghambat kegiatan pemerintahan termasuk di kantor DPRD. (B)
Reporter : Murtaidin
Editor : Rustam