ZONASULTRA.COM, YOGYAKARTA – Yogyakarta tak hanya dikenal sebagai kota pelajar atau sebagai kota yang menjadi pusat keaslian budaya Jawa, tapi juga dikenal dengan sebutan kota menari “Dancing City”.
Salah satu buktinya, yang ditampilkan adalah Jogja International Street Performance atau JISP 2017 yang akan digelar pada tanggal 24-25 September 2017 di Monumen 1 Maret, Yogyakarta.
“Even JISP ini berskala internasional dan berkonsep Dance on Public, digelar di tempat umum untuk menghilangkan jarak antara seniman tari dengan masyarakat. Kedekatan masyarakat sebagai pendukung utama produk seni budaya menjadi sasaran yang sangat penting dalam event ini,” kata Aris Riyanta, Kepala Dinas Pariwisata DIY Yogyakarta.
Aris menambahkan, JISP yang telah digelar sejak tahun 2010 ini yang mengambil tema #5 Jogja The Dancing City dengan tagline Jogja Jejogedan, selain digelar di pangung konvensional monumen SO 1 Maret, juga akan digelar di berbagai tempat di seputaran Yogyakarta, area Parkir Jl. Mangkubumi dan di sepanjang Jalan Malioboro
“Para penari akan tampil di sekitar tugu Jogja hingga titik atau dari Jl Mangkubumi menuju Jl. Malioboro. “Tiap grup memilih tempat yang berbeda. Ada yang tampil di depan Gedung Agung, ada juga yang di tugu Jogja. Intinya sepanjang jalan [Mangkubumi-Malioboro] akan ramai nantinya digunakan untuk pertunjukan,” lanjutnya.
Sementara itu, Bambang Paningron, Direktur dan penggagas JISP, menyampaikan even yang sudah kelima kalinya ini akan diikuti sebanyak lebih 25 grup tari kontemporer, tradisi dan pop. Grup tari berasal dari Jogja maupun beberapa kota di Indonesia, seperti Bellacoustic Kalimantan Tengah, Daya Presta Jakarta, Semarang, Topeng losari Cirebon, Nian Tanah NTT dan Kampuseni Bangka.
“Bahkan enam grup tari mancanegara juga turut ambil bagian seperti dari Malaysia (Suhaimi Magi), Singapura (Kalpana Dosivan),Taipei (Wang Yue Kwn), Srilangka (Gamini Basnayake), Jepang (Rina Takahashi) dan Filipina (Poleen Carla Rosito),” kata Bambang Paningron.
Lanjut Bambang, pada hari pertama, 24 September bertempat di Monumen Serangan Umum 1 Maret, akan tampil berturut-turut Satria Ayodya, Phoenix Dance (Semarang), Rangranga Dance Srilangka, Singapore Dance, Malaysia Dance , Daya Presta Betawi Jakarta , Philiphines Dance dan Belacoustic Ethno Kalimantan Tengah.
Sedangkan di Lapangan Parkir Jalan Mangkubumi pada 24-25 September 2017 akan ditampilkan Rina Takahashi (Japan), Taiwan Dance Performance, Devy Savitri, Mila Art Dance, Sanggar Kinanti Sekar, Kontingen Kampuseni Bangka, Nian Tanah NTT, Alvin Lie, Jun Amanto (Japan), Artha Dance dan Sanggar Anak Tembi.
“Dengan banyak tampilnya seniman-seniman luar negeri untuk selalu ingin hadir dalam perhelatan kesenian di Yogyakarta kali ini, kita berharap acara JISP 2017 akan memperjelas kerjasama dengan Dancing Cities Network yang berpusat di Barcelona dan memasukkan event ini menjadi bagian dari Dancing Cities Network yang sudah diikuti oleh puluhan negara di Eropa dan Amerika Latin,” harapnya.
(Baca Juga : Kemenpar Bawa Penyedia Bisnis MICE India Fam Trip ke Jogja dan Bali)
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi konsistensi event JISP yang memasuki tahun ke-lima ini. Sekaligus menjadi sarana efektif untuk membranding Yogyakarta sebagai magnet utama destinasi Joglosemar yang juga masuk sebagai destinasi prioritas yang di dalamnya ada Candi Borobudur.
“Kita telah meluncurkan branding 10 destinasi di antaranya Joglosemar dengan brand ‘Java Cultural Wonders’. Sub-brand Dancing City untuk Yogyakarta ini akan memperkuat positioning dari masterbrand Wonderful Indonesia,” kata Menteri asli Banyuwangi itu.
Menpar Arief Yahya juga berharap event JISP ini juga berdampak pada ekonomi masyarakat. Ada impact yang positif pada ekonomi masyarakat dan menumbuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata dan budaya.
“Setiap event pariwisata harus berdampak ekonomi secara signifikan pada masyarakat setempat. Bersifat direct impact, seperti wisman dan wisnus yang langsung membelanjakan uangnya di lokasi. Atau yang indirect impact, yang biasanya berupa potential repeaters, dan media value. Akan ada banyak media di seluruh dunia yang meliput dan melaporkan sukses itu, dan menjadikan promosi yang kuat. Media value ini bisa dihitung angkanya, dan biasanya nilainya lebih besar,” pungkasnya.
Selain itu, Yogyakarta juga pantas menyandang status kota menari ‘Dancing City’, mengingat reputasi kota ini yang tidak henti-hentinya terus berinovasi dalam menggaet wisatawan mancanegara (wisman) dengan berbagai even seni dan budaya berskala internasional. (*)