ZONASULTRA.COM, BALI – Perubahan status “siaga” Gunung Agung Bali dari Level 3 ke Level 4 “awas” masih belum berdampak ke Selatan. Suasana di Kuta, masih tetap seperti pekan-pekan sebelumnya. Aktivitas masyarakat dan wisatawan masih tetap normal. Bandara Ngurah Rai juga masih berjalan seperti biasa.
Menpar Arief Yahya meminta tim Crisis Center mengerahkan segenap civitas academica STP Nusa Dua Bali untuk membantu bertugas di posko-posko yang disiapkan Pemprov Bali. Terutama untuk menghimpun informasi dan menghandle wisatawan yang berada di seputar kawasan itu.
Ketua Tim Crisis Center Kemenpar Ngurah Putra menyebut pemerintah Provinsi Bali bersama BPBD telah mengantisipasi dengan melakukan pengungsian tehadap penduduk yang berada dekat gunung agung sejumlah kurang lebih 15.000 orang di tenda dan tempat yang aman.
Dari Kuta, satu event yang diinisiasi Kemenpar adalah Bali International Open Piano Competition (BOPC) 2017. Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Asdep Segmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata RI, Ni Putu Gayatri yang berada di lokasi event Ballroom Padma Resort Legian, Kuta, Bali juga menyebut kegiatan berlangsung aman dan lancar.
Pianis-pianis dari Australia, Korea Selatan, Prancis, Singapore dan Jepang yang ikut tampil juga merasa nyaman. Tidak terpengaruh oleh aktivitas vulkanik yang memang jaraknya sangat jauh dari Kuta. “Semua baik-baik saja, lancar dan tertib,” ujar Ni Putu Gayatri.
Sejak Jumat, H-1, 21 September 2017, para pianis peserta kompetisi piano internasional itu sudah menjajal grand piano yang disiapkan panpel itu. Mereka mendaftar ulang, dan diberi waktu untuk menyesuaikan dengan piano besar Kawai itu.
Baca Juga : Tim Crisis Center Kemenpar Tarus Pantau Situasi Gunung Agung
Dalam kompetisi piano ini dipertandingkan 6 kategori untuk free choice dan 6 kategori untuk selection choice didasarkan ketegori usia. Dari daftar ulang ini nuansa dan rasa kompetisinya mulai terasa. Masing-masing peserta mulai melirik-lirik kemampuan peserta lain.
Ini wajar saja, karena banyak peserta yang belum pernah saling bertemu. Dari pianis nasional sendiri, mereka betasal dari Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Semarang, Bogor dan kota-kota besar lainnya. “Mereka bersaing dengan pianis dari negara asing yang membawa seluruh official, guru piano dan keluarganya,” kata Eleonora Aprilita, Panpel dari OpusNusantara.
Emma Rose Koeswandy (6 tahun), peserta karegori A Free Choice yang jauh-jauh datang dari Sydney, Australia juga bersemangat untuk berkompetisi. Emma datang ditemani kedua orang tuanya sangat antusias mengikuti proses daftar ulang.
Dia merasa mempunyai lawan yang hebat dan seru. “Emma Rose sendiri pernah memenangi ajang piano Eistedford Ryde 2017 dan Australia World Category 7 and Under The Most Potential,” lanjut Eleonora.
‘’Music is about exploring performance. Musik tidak bisa dipaksakan dan tiba-tiba langsung bisa. Sebagai orang tua kita harus mendampingi dan mengikuti proses bermusik anak. Ini kompetisi pertama yang diikuti Emma di luar Austalia,’’ tutur Lusi Koeswandy, ibu Emma Rose.
Lusi Koeswandy menuturkan dengan mengikuti kompetisi ini, anak mempunyai wadah untuk belajar dari peserta lain. Anak akan menjadi terlatih dengan peserta-peserta yang di luar komunitasnya sendiri, apalagi dengan peserta dari berbagai negara. “Kalau bisa bikin even di saat holiday school, pasti akan lebih banyak peserta dari Australia. Kita bisa sembari berlibur dan berkompetisi,’’ usul Lusi Koeswandy.
Yuhana Okumura peserta asal Jepang, kategor Yuhana Okumura peserta Free Choice D category, membawa penerjemah karena tidak bisa berbahasa Indonesia. ‘’Saya merasa bersemangat sekali mengikuti ajang kompetisi ini, apalagi peserta lainnya sepertinya bagus-bagus dan hebat. Ini menambah semangat,’’ kata Yuhana.
Eleonora menambahkan peserta kompetisi piano itu hampir pasti sudah datanh jauh hari sebelum hari H. Mereka butuh suasana, menyiapkan mental, menjajal tempat dan alatnya. (*)