ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komite II DPD RI menyoroti masalah izin pertambangan yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra). Sorotan itu disampaikan oleh Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan saat melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, di kantor Gubernur Sultra, Selasa (12/11/2019).
Dalam kesempatan itu, Wa Ode Rabia, mengingatkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk selalu mengawasi kegiatan pertambangan yang ada di Sultra, khususnya bagi perusahaan yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Mengapa IUP masih dikeluarkan, sementara banyak pemegang izin yang beroperasi tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang ada. Sehingga dampak lingkungannya terhadap masyarakat sudah mengkhawatirkan,” katanya.
Ia menerangkan, saat ini terdapat 387 IUP di sejumlah kabupaten di Sultra. Masing-masing IUP berlaku hingga 10 tahun, dan bisa diperpanjang lagi hingga 10 tahun . Seharusnya, lanjutnya, sebelum perpanjangan izin diberikan, pemerintah harus melakukan evaluasi. Setiap memberi perpanjangan izin, prosedur harus diperketat.
Anggota Komite II lainnya, yakni Tamsil Linrung juga mendesak, agar persoalan penegakan hukum ini harus segera dijalankan.
(Baca Juga : Hanya 24 Perusahaan Tambang yang Berkantor di Sultra, Ali Mazi : Kita Evaluasi)
“Tidak bisa lagi dana penegakan hukum hanya untuk dialokasikan di tingkat kementerian, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi harus dialokasikan ke daerah sehingga penegakan hukum bisa diterapkan di daerah,” terangnya.
Sebagai provinsi dengan izin tambang yang cukup banyak, sambungnya, seyogyanya anggaran penegakan hukum menjadi perhatian serius seluruh pihak. Ia pun mengaku, akan berusaha memperjuangkan agar kementerian mengalokasikan anggaran penegakan hukum untuk Pemprov Sultra.
Direktur Walhi Sultra, Sanahuddin mengungkapkan, sejauh ini pengawasan terhadap pemegang IUP di Sultra tidak berjalan dengan baik. Seharusnnya, ada penegakan hukum terkait pelanggaran yang dilakukan, namun yang terjadi di lapangan, penegakan hukum tidak berjalan sesuai harapan, dengan alasan klasik yakni keterbatasan anggaran.
(Baca Juga : KPK: 267 Perusahaan Tambang di Sultra Menunggak Pajak)
“Banyak IUP dikeluarkan pemerintah, tapi pengawasan tidak berjalan. Penegakan hukum tidak bisa diterapkan karena tidak ada anggaran di tingkat provinsi. Dana yang cukup besar di bidang penegakan hukum ada, tapi hanya di tingkat pusat atau kementerian, tidak mengalir ke provinsi,” tegasnya.
Ia menambahkan, penerbitan IUP oleh Gubernur telah disertai dengan pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), akan tetapi karena tidak disertai dengan anggaran resiko lingkungan harus ditanggung oleh masyarakat.
Sementara, Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Gubernur Sultra, Muhammad Judul berharap, dengan adanya pertemuan itu, Pemprov Sultra mendapat dukungan penuh dari DPD RI terkait pengawasan IUP di Sultra. Terlebih, ungkapnya, terdapat sekitar 2,3 juta hektare hutan di Sultra yang harus diawasi. Dengan dukungan anggaran dan disertai sumber daya manusia yang memadai, berbagai persoalan terkait penegakan hukum bisa dilakukan secara optimal.
“Kita berharap mendapat dukungan dari DPD RI, sebagai upaya provinsi ini dalam penganggaran. Khususnya dalam rangka implementasi dari Undang-undang (UU) nomor 41 tentang Kehutanan dan UU nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” harapnya. (A)