ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Kuasa Hukum Gubernur Sulawessi Tengggara (Sultra) Nur Alam, Maqdir Ismail mempertanyakan penggeledahan dan penyitaan dalam penyelidikan kepada saksi ahli termohon (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat sudang praperadilan Gubernur Sultra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Maqdir mengaku, ada benda-benda milik Gubernur Sultra yang tidak berhubungan dengan dugaan pelanggaraan pasal 2 ayat 1 disita oleh lembaga anti rasuah ini.
“Bahkan ada uang untuk bayar kuliah anak disita, apa urusannya kapan uang itu diperoleh. Kan tidak benar cara penegakan hukum seperti ini,” ungkap Maqdir ditemui usai persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jumat (7/10/2016).
Menurutnya, uang Rp 100 juta untuk pembayaran kuliah anak Nur Alam juga turut disita KPK dalam penggeledahan yang dilakukan penyidik. Maqdir sangat menyesalkan hal itu, karena ada beberapa benda-benda yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut turut disita KPK.
Meski enggan menyebutkan barang apa saja yang disita, Maqdir mengaku bahwa salah satu rumah Gubernur dua periode ini turut disita KPK. Rekening pribadi dan keluarga juga menjadi sasaran pemblokiran KPK.
“Kan KUHAP itu tegas betul mana barang yang boleh disita mana yang tidak boleh,” pungkas pengacara Nur Alam ini lebih lanjut.
Pada sidang ke-empat praperadilan gugatan Gubernur Sultra ini, KPK menghadirkan dua saksi ahli yakni Adnan Pasiladja, seorang widyaswara kejaksaan dan Anak Agung Oka Mahendra, perumus Undang-Undang KPK yang juga pensiunan Kementerian Hukum dan HAM.
Banyak pertanyaan terkait penyelidik dan penyidik yang ditujukan kepada dua ahli ini.
“Status novel (penyidik), mereka tadi tegas betul mustinya tidak memiliki hak lagi diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan, apalagi Oka Mahendra tadi mengatakan standar moral. Jadi kalau mau menegakan hukum kalo secara moral tidak memenuhi syarat moral apalagi syarat hukum,” tegas Maqdir. (A*)
Reporter : Rizki Arifiani
Editor : Kiki