OPINI : Radikalisme selalu menjadi topik yang terus diupdate setiap masa. Kekerasan yang mengatasnamakan agama/keyakinan tertentu sering dikaitkan ke dalam ranah radikalisme dan terorisme, semenjak dicetuskannya program Global War on Terror (GWoT) oleh Amerika Serikat setelah peristiwa 11 September 2001.
Label kekerasan dan ekstrim yang melekat menciptakan asumsi bahwa antara radikalisme dan terorisme (khususnya yang mengatasnamakan agama) memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kata radikalisme cenderung dialamatkan pada para aktivis Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah.
Padahal secaran nyata para aktivis ini tidak pernah menggunakan kekerasan sedikitpun, karena tindakan kekerasan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Para aktivis ini menggunakan cara damai untuk menyampaikan dakwahnya melalui interaksi pemikiran terhadap masyarakat.
Terorisme dan radikalisme menjadi isu yang selalu hangat dan melekat pada aktivis Islam, meski pada faktanya para aktivis Islam dalam berdakwah menentang aksi terorisme dan tidak pernah melakukan aksi terorisme.
Terorise sesungguhnya tidak mencerminkan Islam karena Islam adalah agama yang damai, Rahmatan lill’alamin. Menumpahkan darah seorang muslim haram hukumnya sebagaimana yang telah dikatakan Rasul ”Hancurnya dunia lebih ringan disisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim”, Kemudian menjaga satu manusia sama saja menjaga manusia seluruh dunia.
Radikalisme cenderung untuk dikaitkan dengan beberapa dalil-dalil al Qur’an dan sunnah, seperti larangan memilih pemimpin kafir, atau hal-hal yang dianggap diskriminatif seperti hak waris, perbedaan pembagian antara laki-laki dan perempuan, perbedaan cara pandang tentang tanggung jawab seorang wanita dan laki-laki.
Mendudukkan Radikalisme
Radikal berasal dari bahasa latin radix, radices, yang artinya akar. Berpikir radikal yaitu berpikir hingga keakar-akarnya, dan hal ini dapat menimbulkan sikap-sikap anti kemapanan (Taher, 2004). Dalam kamus bahasa Indonesia radikal yaitu secara menyeluruh, habis-habisan, amat keras menuntut perubahan dan maju dalam berpikir dan bertindak.
Dilansir dari Wikipedia, Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1995), Radikalisme yaitu paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Istilah radikal bersifat netral dan kata ini dapat disandingkan dengan hal yang positif dan negatif. seperti ketika kata radikal disandingkan dengan ilmu kesehatan, maka akan menjadi radikal bebas, atau aktivitas penangkapan radikal dan antioksidan. Pada masa perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan terdapat namanya Radicale Concentratie (Perhimpunan Radikal) yang berupaya melawan Belanda. Masyarakat memandang organisasi ‘radikal’ tersebut dengan makna positif.
Pada masa sekarang muncul kata Islam radikal, ideologi radikal atau materi fikihpun dalam Islam dianggap ajaran radikal. hal ini lebih cenderung berbau negatif, multitafsir dan bias.
Islam Agama Universal
Islam adalah agama universal, yang mengatur segala sesuatunya dari manusia bangun tidur sampai tidur kembali. Dari manusia melakukan aktivitas sampai tidak melakukan aktivitaspun Islam mempunyai status hukum tentang perbuatan itu. Pranata hukum Islam masuk dalam semua aspek kehidupan manusia, baik dalam bidang ekonomi, sosial atau politik. Yang akan membawa kedamaian manusia di dunia dan akhirat.
Kami tidak mengutus kamu Muhammad kecuali untuk rahmat bagi seluruh alam (Al Anbiya:107). “Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An Nahl : 89).
Jika ada yang menganggap bahwa Islam tidak bersifat rahmatan Lil’alamin, sebagai Islam rahmat bagi seluruh alam, bahwa syari’at Islam adalah sebagai ancaman, bisa jadi yang menganggap hal ini adalah orang-orang yang jauh dari sifat Illahiah yang kehidupannya cenderung dikendalikan oleh hawa nafsu.
Islam sebagai rahmat mempunyai syari’at dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Misalnya, ketika masuk kamar mandi, disunnahkan untuk berdoa dengan syarat bahwa dia adalah seorang manusia, karena manusialah yang dapat mengucapkan doa masuk kamar mandi.
Islampun mempunyai peraturan khusus dalam peperangan, bahkan terdapat adab-adab kesopanan dalam berperang, misalnya Rasullullah SAW. melarang pembunuhan atas wanita, anak-anak, bayi, orang tua dan manula, bahkan para agamawan dan rohaniawan dilarang untuk membunuh karena masih ada tanggungjawab pada masyarakat yang seagama dengannya.
Yahya bin Sa’id melaporkan bahwa, “Abu Bakar ra. Menasihati Yazid bin Muawiyah, ‘Kamu akan menemukan sekelompok orang yang mengaku telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah. Biarkanlah mereka atas apa yang diakuinya (Biarawan Kristen). Aku menasihatimu sepuluh hal: jangan membunuh para wanita atau anak-anak atau orang tua yang lemah. Jangan menebang pohon yang mengahsilkan buah, jangan membantai kambing atau unta kecuali untuk makanan. Jangan membakar tumah dam morak-morandakannya. Jangan mencuri barang rampasan perang, dan jangan bersikap pengecut’ (HR. Malik).
Dilansir dari Hidayatullah.com, Dr. Imran Mawardi MA, Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, mengatakan bahwa istilah radikalisme sengaja dibuat oleh Barat untuk menghancurkan umat Islam. Sebab, pasca keruntuhan Komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi dunia Barat adalah Islam
Ketika radikalisme hadir dalam rangka propaganda terhadap Islam, hal ini secara otomatis telah menjadi tugas bagi para ulama, masyarakat muslim dan pemimpin Islam dunia dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang ´rahmatan Lil alamin. Memposisikan Islam secara proposional sesuai dengan tuntunan syara’. Bukan merujuk atas tafsiran barat karena tafsirannya akan berbeda hasilnya jika variabel yang digunakanpun berbeda. Wallahu’alam.