OPINI: Di pintu keluar Stasiun Shibuya, Tokyo, Jepang, terdapat patung seekor anjing. Setiap orang yang janjian bertemu di Shibuya, maka pilihan terbaik adalah bertemu di depan patung anjing itu. Patung Hachikō –demikian namanya– merupakan tujuan wisata wajib di Shibuya.
Patung ini menyimpan kisah yang legendaris. Dibuat untuk mengenang kisah seekor anjing yang sangat menyentuh. Tentang nilai kesetiaan dalam persahabatan. Dibuat pertama kali tahun 1934 oleh pematung bernama Teru Andō, yang karena kecamuk perang tahun 1944, patung perunggu ini dilebur untuk keperluan perang. Tahun 1948 kembali dibangun patung baru yang dibuat oleh Takeshi Andō, putra Teru Andō.
Hachikō adalah seekor anjing jenis Akita Inu, yang berasal dari kawasan pegunungan sebelah utara Jepang. Lahir 10 November 1923. Warnanya coklat keemasan. Diberi nama Hachi. Sejak berumur dua bulan, Hachi sudah dipelihara oleh Profesor Ueno, dosen pertanian dari Universitas Tokyo. Setiap hari ketika pulang dari kampus, Hachi dengan senang hati menjemput dan menunggui tuannya di stasiun.
Tahun 1925, Profesor Ueno meninggal mendadak saat berada di kampus. Hachi, yang saban hari menjemput, tidak lagi menemukan tuannya keluar dari stasiun. Keesokan harinya, anjing itu kembali ke stasiun menunggui tuannya. Esok harinya datang lagi. Dari musim semi yang cerah hingga musim dingin yang menggigit, selama bertahun-tahun, Hachi terus mendatangi Stasiun Shibuya menunggui Ueno.
Setelah kematian Profesor Ueno, hidup Hachi tidak lagi terurus dengan baik. Ia dititipkan dari satu orang ke orang lain yang tidak terlalu menyukainya. Kendati berpindah-pindah “tuan”, Hachi tetap mendatangi stasiun menunggu Ueno. Di stasiun pun, banyak orang yang memperlakukannya dengan kasar.
Pada tahun 1932, seorang pemerhati anjing dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang, Hirokichi Saitō, prihatin dengan nasib Hachi. Ia lalu menulis kisah sedih tentang Hachi dan dimuat oleh harian Asahi Shimbun dengan judul “Kisah Anjing Tua yang Tercinta”.
Sejak saat itu, Hachi terkenal. Publik Jepang mulai menyayanginya dan menambahkan akhiran kō di belakang namanya, yang berarti “sayang”. Orang-orang pun memanggilnya Hachikō. Kadang-kadang orang memberinya makan.
Sang pematung Teru Andō tersentuh dengan kisah Hachikō. Dia menulis proposal penggalangan dana untuk mendirikan patung Hachikō. Sekitar tiga ribu orang hadir dalam acara itu dan menyaksikan langsung sosok Hachikō. Ketika diresmikan, Patung Hachikō dihadiahkan kepada Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kōjun.
Anjing itu masih tetap mendatangi Stasiun Shibuya. Hingga pada suatu pagi, 8 Maret 1935,
Hachikō ditemukan sudah tergeletak mati di jalan dekat Jembatan Inari, Sungai Shibuya, tidak jauh dari stasiun. Tercatat, Hachikō menunggui tuannya selama 9 tahun 9 bulan 15 hari.
Sebuah patung serupa dibangun di kampung halamannya di Prefektur Akita, Odate. Satu patung lagi di depan Museum Anjing Akita. Di samping makam tuannya, di Aoyama, juga dibangun Monumen Hachikō.
Kisahnya merambah dunia sinema. Seijiro Koyama menyutradarai film Hachikō Monogatari yang dibintangi Tatsuya Nakadai, Kaoru Yachigusa, Mako Ishino, dan Masumi (1987). Sebuah drama spesial berdurasi dua jam ditayangkan jaringan televisi Nippon Television berjudul Legenda Hachi Si Anjing Akita (2006). Di Hollywood, film dengan judul Hachikō: A Dog’s Story disutradai Lasse Hallström yang dibintangi Richard Gere, Joan Allen, dan Sarah Roemer (2009).
Kisah Hachikō dimasukkan ke dalam buku pendidikan moral untuk murid kelas dua sekolah rakyat di Jepang. Judulnya “Balas Budi Jangan Dilupakan”. Bagian luar tubuh Hachikō diopset, dan hingga kini dipamerkan di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan, Tokyo. Sebagai bentuk penghormatan, dibangun patung yang mempertemukan antara Profesor Ueno dengan Hachiko pada tahun 2015. Patung itu ada di Universitas Tokyo.
*** *** ***
Persahabatan adalah sebuah kebahagiaan. Di dalamnya ada banyak nilai. Ada keikhlasan. Ada kesetiaan. Ada pengorbanan. Persahabatan begitu lintas batas. Tidak perduli persahabatan itu terjalin antara seekor hewan dengan manusia. Menerobos sekat-sekat sosial. Melampaui batasan gender, keyakinan, dan haluan politik.
Sahabat sejati adalah sesuatu yang ditemukan tanpa dicari. Dia akan datang sendiri ketika masing-masing hati saling menerima. Tidak ada seseorang yang terpaksa menjadi sahabat sejati. Pun tidak ada yang dapat dipaksa dijadikan sahabat sejati.
Kata Plato, dalam persahabatan ikut serta sebuah kata yang begitu luhur namun sulit dipahami. Cinta. Sedemikian sulitnya hingga Plato membaginya menjadi tiga. Philia, eros, dan agape. Reza A.A Wattimena (2009) mengulas ketiganya dengan mengutip Plato.
Philia adalah jenis cinta yang masih berfokus pada kualitas orang yang dicintai. Cantik, pintar, ganteng, kaya, bupati, walikota, ketua partai adalah alasannya. Philia adalah cinta antar saudara, teman, sahabat, rekan kerja, ataupun cinta terhadap orang-orang yang berasal dari bangsa maupun suku yang sama. Eros terkait dengan cinta yang melibatkan nafsu seksual.
Ciri khas philia dan eros adalah bahwa keduanya hancur ketika orang yang dicintai –termasuk sahabat– tidak lagi menjadi seperti yang diinginkan. Cinta tertinggi, kata Plato, adalah agape. Cinta yang tidak lagi berfokus pada keunggulan ataupun kehebatan orang yang dicintai.
Agape adalah cinta yang membangun. Orientasi utama agape bukanlah kepentingan dan kepuasan diri, melainkan kepentingan dan perkembangan orang yang dicintai. Ibu yang merawat anaknya dengan penuh kasih sayang adalah contoh terdekat.
Aristoteles menguatkan Plato dengan mengatakan, “rupa-rupanya keutamaan di antara sahabat adalah cinta”. Di dalam cinta, manusia akan menemukan persahabatan yang sejati. Tetapi, dengan segala kefanaan hidup, sahabat sejati pun suatu ketika akan pergi.
Tuhan lalu menciptakan anjing bernama Hachiko untuk mengajarkan manusia tentang kesejatian. Tentang merawat persahabatan, sekalipun tak lagi bersama menjejak tanah dan menghirup udara di langit yang sama.***
(Tulisan ini kudekasikan untuk sahabatku, keluarga kecil Surono Toding – Ida Fauzia, yang akan pindah ke Salatiga)
Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial