Tetabuhan gendang perang terhadap narkoba di negeri ini makin riak terdengar. Beberapa hari lalu santer kabar pengakuan terpidana mati Alm. Freddy Budiman, melalui tulisan Haris Azhar yang merupakan Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). Pengakuan tersebut begitu mengusik kepercayaan masyarakat terhadap beberapa institusi yang seharusnya berperang melawan narkoba. Ironis, semoga saja tidak. Namun apa mau dikata lagi jikalau ini benar terbukti, sungguh ini perilaku yang sangat biadab.
Dalam pengakuan kontroversial itu, ada beberapa oknum dari institusi BNN (Badan Nasional Narkotika), Polri, pun TNI terlibat dalam mafia narkoba di negeri ini. Mafia yah mafia. Sangat terstruktur cara kerjanya, lebih masif dan ajeg. Terlebih jikalau yang melakukannya adalah aparat yang keparat. Yang seharusnya espirit de corps-nya kearah memberantas musuh nyata bangsa, yang menjajah kita hari ini, yakni narkoba.
Buntut dari pengakuan ini, Haris Azhar dilaporkan oleh tiga institusi sekaligus di Bareskrim Polri. Ia dilaporkan atas tuduhan mencemarkan nama baik, fitnah, dalam jala Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengakuan Alm. Freddy Budiman melalui Haris Azhar tersebut dipandang sebagai tamparan terhadap ketiga institusi itu. Sebagai suatu pengakuan tak berdasar fakta dan bukti yang kuat.
Fakta dan Kecurigaan
Kemungkinan keterlibatan penegak hukum sebenarnya terangkum dalam catatan kelam pemberantasan narkoba di negeri ini. Hal ini dibuktikan dengan ditangkapnya anggota Polri dan TNI yang menggunakan bahkan mengedarkan narkoba. Hal itu bahkan dibenarkan oleh Kepala BNN sendiri. Budi Waseso menyatakan bahwa salah satu tantangan pemberantasan narkoba adalah adanya oknum aparat negara yang terlibat di dalamnya, termasuk dari BNN sendiri. Pernyataan Kepala BNN tersebut tentu berdasarkan hasil penelusuran rantai mafia narkoba oleh BNN sendiri. Ini fakta yang jelas, bak lagu yang sama namun dinyanyikan oleh penyanyi berbeda, mirip apa yang diakui oleh Fredy Budiman melalui tulisan Haris Azhar.
Tak boleh dilupakan, pada tahun 2015 Komandan Pangkalan Angkatan Laut Semarang, Kolonel Laut Antar Setia tertangkap oleh BNN sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu. Pada tahun 2016 Kolonel Infanteri Jefri Oktavian Rotti Komandan Kodim 1408 BS/1408 Makassar tertangkap dengan kasus yang sama. Di tahun yang sama Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional menangkap Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Palopo, Inspektur Dua Syharuddin karena diduga menjadi pengedar narkotika jenis sabu di Kota Palopo. Lanjut daripada itu, Kasat Narkoba Polres Kab. Belawan AKP Ichwan Lubis ditangkap karena menerima suap dari bandar narkoba. Dan masih banyak lagi lainnya diluar catatan tragis ini.
Dari fakta ini patut dicurigai bahwa peredaran narkoba di indonesia diperkuat dengan keterlibatan aparat penegakan hukum. Hal ini diperkuat lagi dengan data yang dirilis oleh Polda Metro Jaya akhir tahun lalu. Tentang meningkatnya jumlah oknum polisi yang terlibat penyalahgunaan narkoba sebanyak 21 persen dari tahun 2014 ke tahun 2015. Hebat bukan?
Masalah dan Solusi
Presiden Joko Widodo sudah sejak lama menyatakan perang terhadap narkoba. Sebagaimana narkoba merupakan musuh bersama bangsa ini, karena dapat merusak karakter, fisik, dan kesehatan manusia serta dalam jangka panjang bisa mengganggu daya saing dan kemajuan bangsa. Pemakai narkoba sudah mewabah ke seluruh lapisan masyarakat. Di seluruh strata sosial, mulai dari kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah sudah terjangkiti narkoba. Bahkan oknum anggota Polri, BNN dan TNI pun terbukti ada yang memakai pun mengedarkan barang haram tersebut. Kita harus akui narkoba sudah merasuk diseluruh lapisan bangsa ini. Kita dijajah narkoba.
Hari-hari berlalu, peredaran narkoba di indonesia tiap tahunnya makin meningkat. Menurut Henry Josodiningrat, Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), jumlahnya sudah mencapai 5 juta orang. Jumlah tersebut sangat besar, sebanyak penduduk negara Singapura. Jumlah pengonsumsi narkoba yang meninggal setiap hari menurut Henry Yosodiningrat 50 orang, yang berarti dalam satu tahun yaitu 565 hari sebanyak 28.250 orang yang meninggal sia-sia. Sungguh kasihan.
Hari ke hari mafia narkoba makin licik, korban bergelimpangan berjatuhan, bangsa ini terus terjajah. Modus dan sindikatnya makin berkembang. Bahaya Narkoba terus mengancam didepan mata. Kalau seluruh elemen bangsa bertekad dalam satu semangat memerangi narkoba seperti yang dipionir Presiden Jokowi, mestinya tak seperti ini jadinya. Tak berpolemik jauh dan gegabah menyikapi pengakuan Alm. Fredy Budiman.
Makin meningkatnya peredaran narkoba menandakan bisnis ini dilaksanakan terstruktur. Tentu tidak menutup kemungkinan melibatkan penegak hukum. Segenap elemen bangsa ini tentu sepakat bahwa apa yang dilakukan Alm.Fredy Budiman merupakan kejahatan luar biasa. Tapi disisi lain ada sengatan bin kritik yang berharga, yang diakuinya melalui Haris Azhar.
Sengatan tersebut seharusnya ditanggapi dengan cermat oleh BNN, Polri dan TNI. Dengan menjadikannya sebagai pijakan untuk berintrospeksi dan tidak terburu-buru menuduhnya sebagai pencemaran nama baik. Dari sisi lain, posisi institusi TNI, Polisi dan BNN yang merasa dicemarkan perlu didudukkan secara umum, mengenai pencemaran yang mana dimaksud. Karena kalau ada orang yang diduga melakukan sesuatu itu seharusnya diselidiki terlebih dahulu. Terlebih dari segi hukum normatif Haris Azhar tidak menuduh orang dan dia tidak menuduh sebagai sesuatu yang dianggap negatif. Aparat penegak hukum, rakyat dan NGO harus bijak bukan malah menyudutkan, melemahkan keberanian Haris Azhar.
Dengan dilaporkannya kordinator kontras Haris azhar oleh Polri, TNI, dan BNN karena mengungkap rantai bisnis narkoba, dapat membuat citra TNI, BNN, Polri semakin buruk, karena dianggap melindungi anggota mereka yang dicurigai terlibat bisnis narkoba. Hal ini juga dapat membuat ketakutan dimasyarakat untuk memberikan informasi jika ada aparat penegak hukum terlibat narkoba. Yah, takut dikriminalisasi.
Informasi seburuk apapun dari warga negara harusnya ditampung sebagai masukan positif bagi TNI, BNN dan Polri dalam untuk memberantas narkoba. Polemik yang terjadi hari ini justru membuat tontonan unik dan menjadi bahan tertawaan mafia narkoba. Kita tak ubahnya sebagai korban yang menguras energi untuk saling menyalahkan. Meributkan hal yang jauh panggang dari api.
Menyatukan seluruh energi dari seluruh elemen bangsa ini memang tidak mudah. Namun kita mesti yakini itu bisa terjadi. Menganggap narkoba sebagai musuh bangsa adalah suatu langkah yang baik, dan semangatnya perlu dirawat dengan bijak dan cermatnya kita bertindak. Narkoba sampai hari ini terus menjajah bangsa ini,terus menebar kerusakan disetiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Tak menutup kemungkinan bangsa ini akan rusak dan ambruk jikalau kita tidak berjuang dalam semangat yang sama.
Semoga peristiwa yang terjadi dapat memberikan pelajaran, agar kita semangat untuk bersama-sama memberantas narkoba, memerdekakan bangsa ini dari segala dampak destruktifnya. Mari satukan semangat!, Mari merdekakan bangsa ini dari narkoba!.
Oleh : Laode Mohamad Iqbal. SH*
*Penulis adalah Sekjen DPC Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Kab. Muna