Sengketa Agraria Masih Terjadi, SP Sultra Gelar Diskusi

Sengketa Agraria Masih Terjadi, SP Sultra Gelar Diskusi
DISKUSI - Suasana diskusi oleh Solidaritas Perempuan Sultra bersama Mahasiswa UHO terkait masalah Agraria di Sulawesi Tenggara, di Kantor SP Sultra, Minggu (25/9/2016). Persoalan agraria yang masih terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), menarik perhatian aktivis Solidaritas Perempuan (SP) setempat. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)
Sengketa Agraria Masih Terjadi, SP Sultra Gelar Diskusi
DISKUSI – Suasana diskusi oleh Solidaritas Perempuan Sultra bersama Mahasiswa UHO terkait masalah Agraria di Sulawesi Tenggara, di Kantor SP Sultra, Minggu (25/9/2016). Persoalan agraria yang masih terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), menarik perhatian aktivis Solidaritas Perempuan (SP) setempat. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Persoalan agraria yang masih terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), menarik perhatian aktivis Solidaritas Perempuan (SP) setempat. Hal itu terungkap dalam diskusi dengan melibatkan para mahasiswa di Kantor SP Sultra, Minggu (25/9/2016). SP mencatat, masalah lahan banyak terjadi di daerah seperti terkait pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan.

Ketua Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Sultra, Ningsi mengatakan, SP mencatat kasus agraria yang terjadi di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) di tahun 2015 oleh PT Bina Nusa Pertiwi (PT BNP) yang mengklaim 452 hektar tanah di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang sudah tersebar di empat Kecamatan.

Selanjutnya, kasus Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo Kecamatan Ranomeeto Barat, Kabupaten Konsel oleh warga transmigrasi, hingga kini belum ada kejelasan status tanah. Mereka diberikan hak lahan seluas 2 hektar setiap Kepala Keluarga (KK), tetapi pada kenyataannya hanya mendapatkan lahan seluas 1 hektar. Akibatnya, warga kehilangan lahan seluas 108 hektar.

Kasus di Kabupaten Konawe Utara (Konut) oleh PT Sultra Prima Lestari (PT SPL) mengklaim 20.000 hektar tanah masyarakat yang dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan masyarakat hanya sebatas pinjam pakai.

Ningsi menambahkan, berangkat dari persoalan tersebut, pihaknya mengajak mahasiswa untuk bersama mendapatkan kembali lahan pertanian yang menjadi hak masyarakat.

“Kami akan menyuarakan kepada pemerintah dan pihak perusahaan apa yang menjadi hak masyarakat atas lahan pertanian, karena masyarakat sudah tidak mendapat keadilan dalam menerima hasil. Mengingat mereka juga menjadi pekerja pada perusahaan,” tegas Ketua Eksekutif Komunitas SP dalam proses diskusi.

Ningsi menyebutkan bahwa SP bergerak dalam melakukan penguatan dan pemberdayaan perempuan petani. SP mengajak masyarakat untuk mendiskusikan permasalahan yang mereka alami. Data yang telah dikumpulkan dijadikan bahan yang akan di advokasikan kepada pemerintah untuk mengatasi persoalan masyarakat tersebut.

Kegiatan diskusi ini dilakukan untuk memperingati Hari Tani yang jatuh setiap tanggal 24 September. Selain itu, SP Sultra juga akan mengkampanyekan keseteraan gender atas kepemilikan lahan oleh masyarakat Sultra. (B)

 

Reporter: Sitti Nurmalasari
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini