OPINI : Sejak menjabat sebagai menteri pertanian, Amran Sulaiman cukup sering berkunjung ke Sulawesi Tenggara. Dia memiliki perhatian tersendiri terhadap daerah ini. Alumni Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin itu memang pernah tinggal di Sulawesi Tenggara. Bahkan, operasional perusahaannya sejak sebelum menjadi menteri, telah menjangkau berbagai daerah.
Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, dan Bombana merupakan daerah-daerah yang begitu akrab dalam perjalanan hidup lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini. Begitu terangkat sebagai menteri, hal yang cukup rasional jika dia menaruh perhatian lebih pada “kampung halamannya”.
Teranyar, sejak hari Rabu, 11 Januari 2017, Amran kembali berkunjung ke Sultra. Pak Menteri akan berada di Sultra hingga 13 Januari. Kali ini kunjungannya lebih gegap gempita. Dia menetapkan Kabupaten Konawe Selatan sebagai daerah penyandang sentra bibit sapi nasional.
Mentan juga berkunjung ke Kabupaten Konawe Utara untuk melakukan penanaman perdana jagung hibrida. Di bawah bupatinya yang baru, kabupaten ini berambisi menjadi sentra jagung hibrida. Amran juga mengagendakan memimpin rapat kerja ketahanan pangan tingkat Provinsi Sultra, dan mengakhirinya dengan memberikan kuliah umum di Universitas Halu Oleo.
Sudah sepantasnya publik Sultra mengucapkan banyak terima kasih kepada Amran –yang sekalipun itu sudah menjadi tugasnya sebagai menteri– tetapi perhatian untuk Sultra akan lain ceritanya andai bukan dia yang menjabat.
Terima kasihnya tak perlu diucapkan. Juga tak perlu banyak cetak baliho atau iklan ucapan terima kasih di media massa. Cukup mengelola baik-baik kucuran bantuan yang diberikan ke masyarakat. Serius menyukseskan agenda-agenda besar, seperti pengembangan ternak sapi dan jagung hibrida tadi.
Mendampingi para petani dan peternak. Mengubah paradigma mereka bahwa petani-peternak maju bukanlah yang selalu menadahkan tangan meminta bantuan pemerintah. Sukses di pertanian bukan karena banyaknya traktor yang dibagi, benih gratis yang dihambur, ratusan ekor ternak yang didistribusi cuma-cuma. Itu hanya stimulan. Hanya semacam “zat pereaksi” untuk melipatgandakan spirit.
Kerja-kerja pertanian tidak semata mengandalkan otot dan pengalaman. Tapi juga membutuhkan kapasitas olah pikir dan instrumen visioner. Sejatinya, tugas itu diemban oleh mereka para penyuluh. Oh ya, penyuluh pertanian. Mereka hampir terlupa. Mereka masih ada? Masih. Tapi rumahnya sudah dibongkar. Mereka disiapkan kamar di rumah baru. Yuk, pindahan…. ***
Oleh : Andi Syahrir
Penulis adalah Alumni Pascasarjana UHO & Pemerhati Sosial