ZONASULTRA.COM, LANGARA– Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) akhir Agustus 2016 turun meninjau langsung proyek-proyek pembangunan di daerah. Ada banyak masalah yang menjadi temuan dalam peninjauan lapangan tersebut.
Diantara proyek-proyek pembangunan fisik yang terindikasi bermasalah yaitu pembangunan peningkatan pelabuhan rakyat dan pembangunan talud pengaman pantai di desa Lamongupa, kecamatan Wawonii Tengah.
Anggota komisi III DPRD Konkep, Hatiga mengatakan, hasil pantauannya bersama rekannya, Selasa (30/8/2016), pekerjaan jembatan peningkatan pelabuhan rakyat yang dikerjakan oleh CV. Aditya Perkasa dengan anggaran Rp. 524.425.000 ditengarai banyak menyalahi peraturan dan syarat-syarat pelaksanaan suatu pekerjaan bangunan atau proyek (bestek).
Beberapa kejanggalan kegiatan pembangunan jembatan seperti bahan bangunan. Misalnya besi pancang tiang manual yang tertanam hanya sekitar dua meter, termasuk peralatan dalam proyek tersebut banyak yang tidak ada. Sementara di dalam kontrak dinyatakan bahwa ada alat yang harus disiapkan.
“Ini kan akan berakibat fatal pada kualitas bangunan tersebut. Imbasnya akan berefek pada ketahanan bangunan,” ujar Hatiga usai meninjau likasi belum lama ini.
Pembangunan yang tak sesuai bestek akan mengurangi daya pakai bangunan jembatan pelabuhan. Target awal yang direncanakan bisa sampai 10 tahun masa pakai bangunan bisa berkurang hanya 5 tahun saja.
Olehnya, Hatiga berharap kontraktor serius dalam mengerjakan proyek dan harus mementingkan kepentingan masyarakat bukannya keuntungan yang dikejar. Pemerintah daerah juga dalam hal ini pejabat pembuat komitmen (PPK) harus lebih ketat melakukan pengawasan. (***)
Pembangunan Talud
Pembangunan talud pengaman pantai di desa Lamongupa, kecamatan Wawonii Tengah juga tak luput dari sorotan DPRD Konkep. Legislator Gerindra Rudi Tahir menduga ada kelalaian soal pembangunan talud pengaman pantai.
Proyek ini dikerjakan oleh oleh Cv. Rachmat Abadi dengan nilai kontrak sebesar Rp. 925.750.000. Anggaran tersebut dianggap sangat besar sehingga mestinya dapat dikerjakan secara maksimal.
Menurut Rudi, cincin talud yang ketebalannya tidak tertera dalam kontrak agar tidak digunakan, sebab akan merugikan keuangan negara. Selain ketebalan dari cincin pengaman yang bervariasi, pihaknya menduga bahwa ada kesalahan penggunaan material pasir pada pembuatan cincin tersebut.
“Wah, jangan sampai pasir laut ini? Bisa jadi menyalahi aturan,” ujar Rudi di lokasi pembangunan talud tersebut.
Rudi langsung menghimbau kepada pihak kontraktor agar menggunakan material yang berizin atau tidak menggunakan pasir laut seperti temuan para lembaga pengawas saat melakukan pemantauan.
Proyek tersebut masih dalam masa kontrak. Olehnya diharapkan ada perbaikan seperti terurai dalam kontrak agar tidak menyalahi aturan. Tujuan pemantauan DPRD Konkep pada dasarnya untuk mengingatkan kepada pihak kontraktor agar bekerja sesuai petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan.
Proyek pembangunan talud tersebut dianggap sangat penting agar pantai di di desa Lamongupa dan sekitarnya tidak terjadi abrasi. Kata Rudi, pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait akan diingatkan, jika pengerjaan talud tersebut tak sesuai kontrak maka harus diputuskan.
Pemantauan Sekolah
Selain proyek pembangunan talud pengaman pantai, peningkatan pelabuhan rakyat di desa Lamongupa, para anggota DPRD Konkep juga melakukan pemantauan rehabilitasi SDN 1 Lampeapi di Kecamatan Wawonii Tengah.
Di SDN 1 Lampeapi ada dua proyek yakni rehabilitasi gedung SDN 1 oleh CV Alfa Dwi Tama senilai Rp 180 juta dan pembangunan pagar SDN 1 Lampeapi oleh CV. Alfa Resta Mega Bella dengan nilai proyek 194 juta. Kedua proyek tersebut bersumber dari Dana Alokasi Umum.
Wakil Ketua DPRD Konkep Rahman yang turut meninjau langsung proyek, mengatakan progresnya sudah cukup bagus. Hanya saja hasilnya belum terlalu kelihatan karena baru dimulai 30 Juni 2016 lalu.
“10 Oktober masa akhir proyek sudah bisa kelihatan hasilnya. Kalau nantinya tidak sesua kontrak maka DPRD tetap akan mengambil sikap dengan memanggil pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah,” ujar Rahman.
Proyek Jalan Tani Belum Maksimal
Wakil Ketua DPRD Konkep Abdul Rahman menghimbau kepada pihak kontraktor jalan tani penghubung di desa Bangun Mekar–Watulondo, kecamatan Wawonii Utara agar bekerja sesuai petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan. Hal itu berdasarkan hasil peninjauan di beberapa titik lokasi pelaksaanan kegiatan akhir Agustus 2016 ini.
“Beberapa kekurangan yang menjadi perhatian pihak kita ini seperti ukuran panjang dan lebar dari hasil kegiatan dan ketebalan dari pembukaan jalan tersebut. beberapa kekurangan lain seperti papan proyek dan base camp,” tutur Rahman usai rapat badan musyawarah (Banmus) di sekretariat DPRD Konkep, Rabu (31/8/2016).
Berkait dengan kegiatan yang masih dalam tahapan proses itu, pihaknya menghimbauan agar kontraktor proyek dapat bekerja sesuai pelaksanaan kegiatan sehingga berjalan efektif dan maksimal.
“Termasuk keselamatan kerja juga mesti diutamakan karna saat ini masih masa kontrak, agar kegiatan dan mekanisme kegiatan tersebut dapat lebih diperhatikan,” urai Rahman yang juga politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Hal itu bukan tanpa alasan, karena memang sejumlah anggota DPRD Konkep telah melakukan peninjauan langsung di beberapa titik lokasi pelaksaanan kegiatan, termasuk salah satunya di desa Bangun Mekar, Kecamatan Wawonii Utara.
Untuk itu, ia berharap agar pelaksana kegiatan bekerja lebih maksimal sehingga bisa menghasilkan proyek berkualitas. “Kita menghimbau kepada pihak kontraktor untuk memperbaiki proses pengerjaannya dan menjadi perhatian apa yang telah kami sampaikan kepada mereka,” ujarnya.
Untuk informasi, proyek tersebut dimenang oleh perusahaan CV.ASIFA atas kegiatan Pembukaan jalan penghubung. Estimasi anggaran kontrak kurang lebih sekitar Rp. 694.000.000, sepanjang 1800 dengan luas kurang lebih 6 meter.
Adapun, para anggota DPRD yang turun melakukan pemantauan pembangunan di Kecamatan Wawonii Tengah, diantaranya adalah wakil ketua DPRD Rahman, Wakil ketua II Jaswan, anggota komisi I Muh. Kaaba, anggota komisi III Rudi Tahir dan Hatiga.
Usai melakukan pemantauan di kecamatan Wawonii Tengah, para legislator ini juga melakukan peninjauan pembangunan di desa Bangun Mekar, kecamatan Wawonii Utara. (***)
Rehabilitasi Mangrove
Penanaman mangrove seluas 15 hektar lebih di Desa Pasir Putih Kecamatan Wawonii Barat, kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga menyalahi mekanisme. Pasalnya, proses rehabilitasi yang dimulai pada bulan Juli 2016 lalu dan berakhir Oktober 2016 mendatang dipastikan gagal.
Salah satu penyebabnya adalah kesalahan saat pengambilan bibit, karena terkesan asal-asalan. Hal tersebut terungkap saat DPRD melakukan peninjauan di lokasi penanaman Mangrove di lokasi tersebut.
Alhasil, proyek penghijauan yang berasal dari dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 150 juta dengan luas kurang lebih 15 hektar itu dipastikan hanya puluhan pohon saja dapat tumbuh.
Wakil ketua DPRD Konkep Abdul Rahman menuturkan, berdasarkan hasil peninjauan lokasi rehabilitasi Mangrove yang telah di pihak ketigakan oleh instansi di Badan Lingkungan Hidup (BLH) itu dipastikan hanya akan tumbuh sekitar 30 persen saja.
“Ya hasil pantauannya tadi, hampir 70 persen tidak akan hidup. Hal itu karena amburadulnya proses penanaman sejak awal sehingga tanaman bibit mangrove tersebut berpotensi tidak tumbuh,” ungkap Rahman, Senin (29/08/2016) di Langara.
Padahal mangrove yang memiliki banyak fungsi baik fisik maupun biologis sangata dibutuhkan daerah setempat. Lanjut Rahman, fungsi paling sederhana adalah Menjaga garis pantai tetap stabil dan melindungi pantai dari erosi (abrasi).
Lebih lanjut Rahman berharap, pihak instansi terkait agar selalu mengawasi kegiatan yang sudah menjadi tanggungjawab mereka, sehingga proses pengerjaan dapat berjalan maksimal. Sebab, kegiatan tersebut masih dalam proses pengerjaan dan kontrak kegiatan tersebut belum berakhir.
“kita sangat berharap pengawasan dinas terkait lebih berkesinambungan agar kegiatan tersebut dapat terealisasi dengan maksimal,” terangnya.
Hal senada juga diutarakan Wakil Ketua II DPRD Konkep, Jaswan. Ia menguraikan bahwa pengerjaan kegiatan tersebut terkesan “instan”, akan tetapi pihaknya akan terus mengawasi kinerja pihak instansi terkait dan pihak ketiga dari proyek tersebut.
“Sekarang kegiatan ini masih masa kontrak, kita akan awasi terus. Kita berharap bagaimana upayanya mengganti Mangrove yang mati,” kata Jaswan.
Dalam waktu dekat ini, DPRD Konkep akan memanggil instansi penanggung jawab dan pihak ketiga untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) di Sekretariat DPRD Konkep. Dokumen kontrak sebagai petunjuk pelaksanaan kegiatan tersebut harus ditunjukan dalam RDP agar jelas proyek tersebut.
“Dalam waktu dekat ini kita akan panggil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, setelah ada kontrak maka kita akan pelajari bagaimana mekanisme penanamannya,” ujar Rahman.
Sementara itu, kepala BLH Konkep Era Hartamawangsah ketika dikonfirmasi menjelaskan, kegiatan tersebut masih dalam tahap kontrak. Jika di akhir hasilnya tidak maksimal maka pihaknya akan melakukan pemutusan kontrak.
“Kegiatan penanaman mangrove, anggarannya kurang lebih Rp 150 juta. Saat ini masih pelaksanaan, nanti ketika akhir dan tidak ada hasil yang maksimal ya saya lakukan pemutusan kontrak,” tukas Era.
Pantauan awak media ini, bibit Mangrove tersebut bukan berasal dari persemaian akan tetapi bibit lokal yang berasal dari salah satu desa di Kecamatan Wawonii Barat. (Advetorial)