ZONASULTRA.COM, KOLAKA – Sikap apatis aparat penegak hukum yang terkesan “lepas tangan” terhadap kisruh aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan PT Waja Inti Lestari (WIL) di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka mulai mendapat sorotan keras dari para pegiat lingkungan di wilayah itu.
Sedikitnya, tujuh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama-sama meminta aparat hukum untuk segera menindak tegas kegiatan penambangan PT WIL.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh ketujuh LSM di Kolaka itu berhasil mengungkap kejahatan pertambangan dan kehutanan serta adanya penyalahgunaan barang bukti milik negara yang dilakukan oleh PT WIL dalam tahun 2016 ini.
Tujuh LSM masing-masing Ketua Koreksi Supriadi, ketua LSM Bongkar Kamaruddin L, ketua Yayasan Pengembangan Pelayan Publik (Yapplik) Nasruddin Foker, ketua P3MTS Rusbidin Goni.
Selanjutnya ketua Forum Pemerhati Masyarakat Lokal Wandy Syaputra, sekretaris Lepkan Amir K dan Herman Syahruddin direktur Lingkar Demokrasi Rakyat (Lider) Sultra, secara bersama-sama mengkritisi penegak hukum yang seakan menutup mata atas kejahatan penambangan ilegal PT WIL di desa Muara Lapaopao Kecamatan Wolo yang masuk dalam kawasan hutan moratorium dan penjualan ore nikel yang diduga keras adalah barang bukti milik negara.
“Hari ini kami meminta ketegasan penegak hukum untuk segera melakukan proses penegakan hukum atas aktivitas ilegal PT WIL,” kata Supriadi diaminkan enam ketua LSM lainnya, Minggu (24/72016), saat menggelar konfrensi pers disalah satu warung kopi di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ketujuh LSM ini mengancam jika pihak penegak hukum tidak segera bertindak, dalam waktu dekat mereka akan turun ke lapangan menggelar aksi demo besar-besaran, sebab apa yang dilakukan oleh PT WIL telah melanggar hukum dengan mengangkut dan menjual ore, yang merupakan barang bukti yang telah berkekuatan hukum tetap atas putusan pengadilan.
Kamaruddin menambahkan, fakta di lapangan PT WIL telah mengapalkan sebanyak 9 kapal tongkang. Ini juga telah diakui oleh direktur cabang PT WIL Tasman.
Artinya, jika ini kebenarannya, dengan mengapalkan tumpukan ore pada areal titik kordinat SK 502 Tahun 2013, menyebabkan ada indikasi kerugian negara hingga puluhan Milyar, sebab SK 502 yang dikeluarkan Plt Bupati Kolaka H Amir Sahaka tidak sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana tersirat dalam surat keputusan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BKPMD-PTSP) Sultra nomor 264/BKPMD-PTSP/X/2015 tentang persetujuan penataan batas koordinat dan Peta Wilayah IUP Operasi Produksi PT WIL tanggal 19 Oktober 2015.
Mereka menghitung, dengan harga penjualan yang dilakukan PT WIL sebesar 30 dollar per Metrik Ton (MT) dan jika dirupiahkan Rp 13.500 per dollar, dikalikan 5.000 MT kali 9 kapal, jumlahnya kurang lebih Rp 18 Milyar. Ini berarti semua jumlah dana penjualan itu merupakan kerugian negara.
“Kami telah melihat putusan terdakwa Amir Baktiar bin Ucup Mudiyah nomor: 62/Pid.SUS/2014/PN.KKa, pada halaman 45 sudah jelas dikatakan ore yang dihadirkan penuntut umum merupakan sebahagian dan hanya sampel yang diambil di lokasi PT Emin Indonesia atau lokasi PT WIL. Artinya ore yang 300 ribu MT, dan yang dijual sebanyak 9 kapal dengan kapasitas 5 ribu MT setiap kapal tongkangnya merupakan barang bukti,” tegas Rusbidin Goni.
Begitupun Wandy Syaputra menimpali, jika seandainya penambangan PT WIL tidak ilegal, tidak mungkin pengadilan menjatuhkan vonis pada Direktur cabang PT WIL Syamsul Bahtiar Bin Abd Rahim empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Begitupun H Farid Wadjim, Abdul Cholis divonis 3,6 tahun dan denda Rp 300 juta. Amir Bahtiar Bin Ucup Mudiya selaku komisaris PT Emin Indonesia divonis 2,6 tahun dan denda Rp 300 juta.
Selanjutnya pimpinan PT Shenniu Mining Indonesia Mr Zhang YongYue divonis 2,6 tahun dan denda Rp 300 juta. Ini disebabkan PT WIL melakukan aktivitas penambangan dalam kawasan HPT yang masuk sebagai hutan moratorium, yang sampai hari ini status hutan tersebut belum berubah, maka lahan seluas 210,3 hektas sesuai SK 502 tahun 2013 dikembalikan kepada Kementerian Kehutan RI.
Hal sama disampaikan Nasruddin Foker bahwa berdasarkan keterangan kepala bidang lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Agus, sama sekali pihaknya tidak mengenal Tasman sebagai direktur cabang PT WIL, sebab pada dokumen lingkungan yang tercatat di instansinya masih tercatat Bahtiar sebagai direktur cabang.
“Dengan data aktual ini, tidak ada lagi alasan bagi penegak hukum untuk menutup mata dan harus segera melakukan penindakan hukum atas aktivitas PT WIL yang kami anggap ilegal,” tutup Herman.
Reporter: Abdul Saban
Editor: Jumriati