ZONASULTRA.COM, WANGGUDU-Ribuan lahan perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) teridentifikasi sudah tak produktif lagi. Makanya, Pemda setempat berniat melakukan upaya peremajaan alias direplanting. Ditaksir, ada sekira 2500 hektar yang masuk prioritas replanting.
Lahan-lahan perkebunan bernilai ekonomi tinggi itu tersebar di dua kecamatan, yakni di Wiwirano dan Landawe. Semuanya adalah milik masyarakat. “Dulunya lahan-lahan itu diolah PT Perkebunan Negara (PN), dan kini telah masuk masa non produktif,” terang Suleman, Kepala Dinas Perkebunan Konut, Minggu (26/8/2018).
Menurutnya, saat PT PN melakukan pembukaan lahan, mereka bermitra dengan pemilik lahan dan dikuatkan dengan Memorandum of Undertanding (MoU). Suleman menyebut, dalam MoU disebutkan jika tanah warga akan di sertifikatkan dan sertifikat ini akan di titip di Bank Argo yang sekarang sudah di akuisi Bank BRI artinya bank Argo ini bagian dari Bank BRI.
Menurut Suleman, program replanting atau peremajaan kelapa sawit merupakan program pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian RI. Sehingga seluruh anggaran replanting ditanggung oleh APBN. Untuk itu, pemerintah pusat meminta Pemda Konut memfasilitasi warga pemilik lahan dalam menyiapkan seluruh dokumen legalitas kepemilikan lahan.
“Kita diberikan waktu sampai tanggal 31 September 2018. Sekarang kami masih koordinasi dengan pemerintah desa dan pemilik lahan. Sekarang sudah 1000 lebih hektare lahan yang sudah ada kelengkapannya seperti KTP, KK, SKT dan dokumen pendukung lainnya. Pekan ini, saya akan ke Jakarta dalam rangka ketemu Bank Argo dimana sertifikat tanah warga ada di bank ini,” ujarnya.
Mantan Kabag Pemerintahan Sekretariat Pemkab Konut ini menjelaskan, anggaran yang disiapkan oleh pemerintah pusat untuk program replanting adalah Rp35 juta per hektare. Yang di dalamnya mencakup pembukaan lahan, bibit dan penanaman. Ia menyebut, 2500 hektare lahan itu itu tesebar di dua kecamatan dan sebelas desa serta milik 55 kelompok tani.
Dalam pendataan kepemilikan lahan yang dilakukan instansinya bukan tanpa kendala. Pasalnya, sejumlah lahan warga diketahui masuk dalam kawasan hutan, disamping itu masih terdapatnya lahan warga yang belum bersertifikat.
“Tapi sudah dalam pengusulan di BPN. Kemudian pemilik awal sudah berpindah tangan kepikak kedua atau ketiga karena adanya transaksi jual beli,” tutup Suleman.(B)