ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Jumlah penderita stunting di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) terus meningkat. Sejak 2017 hingga saat ini, tercatat ada 639 anak di daerah itu menderita masalah kurang gizi kronis ini.
Data tersebut dihimpun melalui data manual yang diserap dari 22 puskesmas, serta data online dari surveylans dinas kesehatan setempat per 10 Januari 2020.
Pemkab Bombana pun berupaya melakukan penurunan jumlah penderita stunting melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan yang digelar di aula Kantor Bupati Bombana, Kamis (16/1/2020).
Baca Juga : Dinkes Bombana Temukan 98 Anak Penderita Stunting
Kepala Dinas Kesehatan Bombana, dr Sunandar menyebut stunting di Bombana saat ini telah mencapai 3,05 persen atau setara dengan 639 anak berstatus balita sejak tiga tahun terakhir.
“Rata-rata penderita stunting ini berada pada usia 5 tahun ke bawah yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan dan kurangnya asupan gizi pada anak sejak di usia 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah lahir, dan bahkan 57 bulan sejak usia nol sampai 5 tahun,” ungkap Sunandar.
Kecamatan Mataoleo, Masaloka Raya, Masaloka, dan Kecamatan Matausu menjadi perhatian Pemda Bombana karena merupakan kecamatan yang paling banyak ditemukan anak penderita stunting. Sehingga, para petugas pun dikumpulkan untuk dibekali metode penanganan anak penderita stunting.
Menurut dia, pemanfaatan petugas kesehatan secara maksimal maupun dengan melibatkan sejumlah instansi terkait di daerah itu menjadi langkah terbaik meminimalisir masalah itu.
Mereka pun siap difasilitasi melalui ketersediaan dana intensif daerah (DID) senilai Rp4,2 miliar untuk menggenjot penurunan stunting di tahun 2020. Sekaligus melalui dana bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk penambahan asupan gizi bagi kalangan ibu hamil.
Data ini, lanjut Sunandar, boleh dikata terjadi penurunan yang signifikan ketimbang data penderita stunting sejak tahun 2016 lalu yang menembus angka 30 persen dari total balita di daerah itu.
Saat itu, Bombana menjadi salah satu daerah di Sultra dengan penderita stunting tertinggi. Berdasarkan hasil pendataan terakhir September 2019 lalu, pihaknya kembali menemukan 98 anak yang menderita gizi kronis.
“Makanya tahun ini kami benar-benar fokus menangani masalah stunting ini. Kami bahkan menjalin kerjasama dengan dokter ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Melalui kerjasama itu, para petugas kesehatan bisa mendapat pengetahuan lebih tentang tata cara meminimalisir penyakit stunting di daerah ini,” terang Sunandar.
Sementara Kepala Bagian Gizi pada Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Unhas, Suryani mengatakan, peningkatan kapasitas petugas kesehatan menjadi salah satu cara yang mesti dilakukan agar secara bertahap stunting di Bombana semakin menurun.
Baca Juga : Perangi Stunting, Direktur Poltekkes Kendari Ajak Masyarakat Terapkan PHBS
Menurutnya, harus ada upaya yang digenjot secara serius, mulai dari kualitas petugas hingga kerja sama yang solid seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sampai ke pemerintah desa yang mesti memperhatikan kondisi warganya.
Selain peningkatan kapasitas petugas, lanjut Suryani, Bombana merupakan salah satu target Fakultas Kedokteran Unhas terkait stunting sekaligus melakukan survey pemetaan. Pihaknya akan menentukan salah satu kecamatan yang layak menjadi percontohan dari 22 kecamatan di daerah itu.
“Intinya, semua stakeholder harus bahu membahu soal stunting ini, jangan hanya dibebankan di dinkes saja. Petugas harus tahu bagaimana metode pengukuran, porsi asupan gizi yang benar, semua harus paham. Ibu hamil juga harus rajin memeriksa kandungan ke dokter, mempertahankan pola hidup bersih dan menjaga pola makan serta sanitasi lingkungan yang mantap,” ungkap Suryani. (a)
Kontributor: Muhammad Jamil
Editor: Jumriati