ZONASULTRA.COM, KENDARI – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Kendari merekomendasikan sebanyak 4 Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) ke KPU. Pasalnya, 4 TPS itu melakukan pelanggaran dalam proses pemilihan.
TPS itu yakni TPS 7 Kelurahan Wundudopi, Kecamatan Baruga, TPS 10 Kelurahan Watuwatu, TPS 1 Kelurahan Kemaraya Kendari Barat, dan TPS 20 Kelurahan Rahandouna Kecamatan Poasia.
Ketua Bawaslu Kota Kendari Sahinuddin menjelaskan, di TPS 7 Kelurahan Wundudopi Kecamatan Baruga ada 2 orang pemilih yang tidak mempunyai hak suara datang ke TPS menggunakan C6 (surat panggilan memilih) orang lain untuk datang mencoblos.
“Jadi terhadap di Wundudopi, selain kita rekomendasikan pemungutan suara ulang, proses pidananya juga kita lakukan di Gakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) untuk dua orang yang menggunakan C6 orang lain. Keduanya dijerat Pasal 533 UU 7 tahun 2017 dengan ancaman pidana 1 tahun 6 bulan dengan denda Rp 18 juta,” ungkap Sahinuddin saat dihubungi via telepon, Jumat (19/4/2019).
(Baca Juga : Ketua KPPS di Kolut Diduga Mencoblos Sisa Surat Suara)
Sementara itu, untuk di TPS 1 Watuwatu, terdapat pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun ke TPS membawa KTP di luar Sulawesi Tenggara (Sultra). Pemilih itu tidak membawa A5, namun dilayani oleh Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) dan diberikan kesempatan memilih satu suara presiden.
“Seakan-akan dia pemilh Daftar Pemilih Tetap tambahan (DPTb), padahal dia tidak punya hak suara, makanya kita rekomendasikan untuk pemilihan. Jadi khusus di TPS 1 Watuwatu untuk pemilihan presiden,” bebernya.
Lalu di TPS 1 Kemaraya, juga memiliki masalah yang hampir sama dengan TPS 1 Watuwatu. Di TPS 1 Kemaraya, rekomendasi PSU bukan hanya untuk presiden tapi untuk keseluruhan yakni DPR RI, DPD RI, DPRD Sultra dan DPRD kabupaten/kota.
TPS 20 Rahandouna Kecamatan Poasia memiliki masalah yang berbeda. Kasusnya, sebanyak 7 orang memiliki KTP luar Kota Kendari, namun diperbolehkan memilih dan didaftar sebagai daftar pemilih khusus (DPK). Padahal kata Sahinuddin, menurut ketentuan DPK itu harus berdomisili sesuai KTP-nya.
“Untuk pidana tidak menjangkau itu, tapi terhadap KPPS-nya kena kode etik, jadi kami proses etiknya. Peraturan DKPP terbaru itu diserahkan ke atasannya. Tapi tetap kami proses dulu, setelah kami rekomendasikan ke KPU,” tegasnya.
Sahinuddin menambahkan, pihaknya hanya memberi rekomendasi untuk pemungutan suara ulang (PSU) kepada KPU Kota Kendari. Sehingga jadwal pelaksanaan PSU, KPU yang menentukan waktunya. (A)