Sultra terpilih sebagai tuan Rumah Pergulatan Hari Pangan Sedunia ke-39. Mengangkat tema Internasional “ Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045“. (zonasultra.Com, 19/07/19).
Gubernur Sultra Ali Mazi mengatakan bahwa HPS merupakan salah satu upaya menggerakkan dan mendorong usaha penyelenggaraan pangan yang berkelanjutan dengan memaksimalkan peran masing-masing pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan.
“Tujuan dari pelaksanaan kegiatan HPS adalah untuk memperkuat kerja sama dan membangun koordinasi fungsional yang efektif, dengan melibatkan seluruh komponen pemeritahan dan masyarakat, dalam mempertahankan kedaulatan pangan nasional, serta memotivasi stakeholder ketahanan pangan untuk berpartisipasi aktif secara berkelanjutan dalam pembangunan ketahanan pangan,“ ujar Ali Mazi. (PortalsultraCom, 24/05/19).
Sultra patut berbangga terpilih sebagai tuan rumah perhelatan internasional ini. Namun, mampukah penyelenggaraan HPS mewujudkan kedaulatan pangan nasional? Karena hingga hari ini, kedaulatan pangan masih menjadi angan-angan.
Di dalam sistem kapitalis neo liberal kedaulatan pangan sulit diwujudkan Karena :
pertama, sistem kapitalis tidak memiliki konsep kepemilikan. Sehingga dalam hal kepemilikan lahan siapa yang memiliki modal maka mereka bisa menguasai lahan. Meskipun tidak mampu mengolahnya. Akhirnya lahan pertanian sebagian besar dikuasai korporasi dan menyebabkan Alih fungsi lahan pertanian . Lahan pertanian semakin sempit. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Catatan mereka pada 2018, luas lahan tinggal 7,1 juta hektare, turun dibanding 2017 yang masih 7,75 juta hektare. Lalu bagaimana para petani mampu mendukung terwujudnya swasambada pangan jika mereka bahkan tidak memiliki lahan yang bisa diolah.
Kedua, sistem kapitalisme tidak memiliki konsep pengelolaan yang jelas. Pengelolaan pangan diserahkan pada korporasi dan mekanisme pasar. Sehingga tidak heran jika arah kebijakan pangan tidak pernah berpihak pada rakyat. Disatu sisi ingin mewujudkan kedaulatan pangan, disisi lain alih-alih swasembada pangan, komoditas pangan impor malah membanjiri Indonesia. Beras, misalnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2014, impor beras tembus 844 ribu ton. Setahun setelah pemerintahan berjalan, impor beras naik tipis 861 ribu ton.
Kemudian, pemerintah kembali mengimpor beras sebanyak 1,28 juta ton pada 2016, dan sempat turun menjadi hanya 305 ribu ton pada 2017. Tahun lalu, impor beras kembali meroket hampir mencapai tujuh kali lipat tahun sebelumnya menjadi 2,25 juta ton. (CNNIndonesia, 15/02/19).
Banjirnya produk impor pangan menjadikan petani lokal makin merana karena tidak mampu bersaing harga dengan produk impor. Petani harus menelan pil pahit kerugian akibat biaya produksi lebih tinggi dari harga jual. Alih-alih kebijakan pangan mensejahterakan justru memperdalam jurang kemiskinan.
Ketiga, sistem kapitalisme tidak memiliki konsep distribusi yang jelas. Akibatnya tidak semua orang mampu mengakses pangan. Negara hanya berperan sebagai regulator bukan pelayan rakyat. Sehingga distribusi pangan mengikuti mekanisme pasar.
Semua distribusi pangan dan kebutuhan penunjang ketahanan pangan dikuasai oleh korporasi. Mulai dari distribusi pupuk, bibit hingga kebutuhan penunjang pertanian lainnya. Hadirnya berbagai teknologi pertanianpun seakan tak ada artinya jika petani tak mampu mengaksesnya.
Belum lagi Lepas tangannya pemerintah dalam distribusi pangan, membuka lebar peluang bermainnya para mafia pangan, mulai dari penimbunan, kartel hingga para spekulan yang memainkan harga pangan di pasaran.
Jika sudah begini, kedaulatan pangan apa yang diwujudkan. Bisa jadi negeri ini mampu mewujudkan ketahanan pangan namun tidak kedaulatan pangan . Menurut wikipedia yang dimaksud Kedaulatan pangan adalah hak seseorang untuk mendefinisikan sistem pangan untuk mereka sendiri. Istilah ini dibuat oleh anggota Via Campesina pada tahun 1996.[1] Pendukung kedaulatan pangan menempatkan individu dalam memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi pangan di tengah pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pangan, bukan korporasi atau institusi pasar.
Artinya sebuah Nagara yang memiliki kedaultan pangan adalah negara yang bisa menjamin Hak setiap individu untuk mampu Memproduksi, mendistribusikan dan menakses pangan dengan mudah. Namun kenyataan hari ini keberadaan pangan Bisa diakses sesuai kemampuan. Dan rakyat harus berjuang sendiri demi bisa mengaksesnya. Akhirnya siapa yang kuat dialah yang bertahan, yang lemah harus rela dengan kelemahannya. Kapitalisme membunuh peran negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan bagi setiap individu rakyatnya.
Jika negeri ini ingin mewujudkan kedaulatan pangan maka dibutuhkan perombakan sistemik dalam pengelolaan pangan.
Berbeda dengan kapitalisme, sistem Islam Saat diterapkan sebagai sebuah sistem selama ratusan tahun mampu mewujudkan kedaulatan pangan. Lalu bagaimana Islam mewujudkan kedualatan pangan?
Didalam sistem Islam urusan pangan adalah salah satu bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Maka pengelolaan dan distribusi pangan tidak boleh diserahkan kepada korporasi. Negara wajib memastikan setiap individu rakyatnya mampu mengakses pangan. Maka pengelolaan pangan dari hulu ke hilir mutlak menjadi tanggung jawab negara. Negara akan mendorong Berjalannya proses produksi pangan dan menjamin stock pangan dengan Mendorong para pemilik lahan untuk menghidupkan tanah-tanah mati. Bahkan jika selama tiga tahun tidak dikelola, maka negara akan mengambil alih tanah tersebut dan menyerahkan kepada siapa saja yang mampu menghidupkan tanah tersebut dan tanah tersebut menjadi miliknya.
Rasulullah Saw bersabda : ” Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya “.(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Negara juga akan mendukung para petani dengan memberi kemudahan untuk mengakses pupuk, bibit Terbaik, mendorong terciptanya teknologi terbaru dalam pertanian, memudahkan akses irigasi, berbagai penelitian dan riset hinga pembangunan inprastruktur Pendukung pertanian sehingga memudahkan jalur distribusi pangan
Negara juga menjamin kesetabilan harga pangan dengan menghilang kan penimbunan, monopoli,kanzul mal, riba dan penipuan dan menyerahkan harga pada prinsip permintaan dan penawaran yang berjalan secara alami. Membuka akses informasi ekonomi dan pasar, sehingga semua orang bisa memperoleh informasi yang benar sehingga mencegah informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar demi mendapat keuntungan.
Negara juga menjamin distribusi pangan secara merata dan terjangkau. Petani pun bergairah bekerja karena mendapatkan dukungan dari negara sehingga biaya produksi sebanding dengan harga jual. Masyarakat pun bahagia karena terpenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang mampu mereka jangkau. Distribusi yang baik menciptakan pasar yang sehat. Sehingga semua orang mampu mengakses pangan dengan mudah. Negara juga akan terus memastikan setiap wilayah kekuasaannya mampu mengakses pangan. Sehingga tidak ada cerita ” tikus mati dilumbung padi”. Saat di satu wilayah swasambda pangan namun wilayah lain malah mati kelaparan .
Begitulah sistem Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh manusia. Sistem yang berasal dari yang maha baik. Seandainya negeri ini diaturdengan sistem Islam. Maka keadulatan pangan yang mampu menyejahterakan bukan sebatas angan-angan. Wallahu a’lam bishowab.
Oleh : Lina Revolt
(Komunitas Emak-emak Peduli Bangsa)