Masalah Tanah Ulayat, Kecamatan Tinondo dan Lalolae Saling Klaim

Ilustrasi
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, TIRAWUTA – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kolaka Timur (Koltim) Suardi Pato mengatakan, pihaknya telah melakukan kunjungan ke lokasi lahan yang disengketakan oleh dua kecamatan yakni kecamatan Tinondo dan Lalolae di wilayah tersebut. Hal itu untuk menindaklanjut klarifikasi dan pembatalan surat keterangan penguasaan tanah ulayat lokasi/lahan pertanian tanaman sagu (tawaro anakia/tawaro ndudu) dengan nomor surat 590/1768/2016 yang dibatalkan oleh bupati.

Ilustrasi
Ilustrasi

“Kami turun ke lapangan cek di dua kecamatan itu yakni Kecamatan Tinondo dan Kecamatan Lalolae, apakah benar-benar tanah ulayat atau tanah negara,” kata Suardi saat di hubungi melalui telepon selulernya Selasa (13/9/2016).

Menurutnya, perusahaan kelapa sawit, milik PT Sari yang telah membeli lahan masyarakat Kecamatan Tinondo dan Lalolae seluas 2.470 Hektar, diduga adalah tanah ulayat yang dilaporkan oleh masyarakat baru-baru ini.

Sementara itu, Yadin yang juga anggota komisi I mengatakan bahwa lokasi/lahan Kecamatan Tinondo bukan tanah ulayat, melainkan tanah negara.

“Kami sudah ke lokasi bersama ketua komisi pada hari Kamis (8/9/2016) lalu. Di sana ternyata masyarakat Tinondo dan Lalolae saling klaim,” jelas Yadin.

“Mereka saling klaim, Yang satunya mengatakan tanah negara, yang satunya juga mengatakan tanah ulayat,” sambungnya.

Menurutnya, DPRD hanyalah sebatas memfasilitasi dan menampung aspirasi rakyat. Sebab, setelah ini, pihaknya akan memberikan kepada pemerintah untuk menangani peemasalahan sengketa tanah. “Jadi kami hanya mengambil data di lapangan tepatnya di Kantor Camat Tinondo, dimana kami meminta data perbatasan, data peta, kemudian pendukung lainya,” lanjutnya.

Termaksud bukti penjualan, hanya saja belum bahas. Pihaknya, masih fokus masalah sengketa lahan. Nanti setelah ini, baru kita akan memanggil pihak perusahaan. Sebenarnya, lanjut Yadin, kecamatan Tinondo dan kecamatan Lalolae itu, sudah sangat jelas batas-batasnya waktu pemekaran. Olehnya itu, pihaknya meminta data-data tersebut.

“Mereka saling mempertahankan kedua belah pihak. Karena tanah leluhurnya, tanah ulayat, ataupun tanah Anakia, yang dibuktikan dengan pohon sagu berada di wilayah Tinondo, itulah yang mereka pertahankan juga,” ungkapnya.

Karena menurut Yadin, permasalahan tersebut sedikit agak rancu. Sehingga harus cepat ditangani, dan tidak boleh didiamkan. “kita selesaikan dulu masalah kedudukan tanah tersebut, apakah dia tanah ulayat atau tanah negara. Nanti setelah itu, barulah kita bahas mengenai jual belinya,” tutupnya.

Terkait masalah ini, sebelumnya telah diberitakan pelaksanaan RDP di gedung rapat komisi I minggu lalu. Pihak DPRD memanggil Camat Tinondo, Bastian untuk meminta klarifikasi atas Pembatalan Surat Keterangan Penguasaan Tanah Ulayat Lokasi/Lahan Pertanian Tanaman Sagu (Tawaro Anakia/Tawaro ndudu) oleh camat Tinondo yang ditanda tanggani oleh Bupati Kolaka Timur.

Kaswan, warga Tinondo yang juga salah seorang pewaris tanah ulayat itu menolak surat klarifikasi dan pembatalan surat keterangan penguasaan tanah ulayat miliknya oleh camat. Karena itu, ia kemudian mengadukan masalah ini ke DPRD setempat.

“Saya ke DPRD untuk mengadukan persoalan ini agar tidak tumpang tindih. Selaku putra daerah, saya ingin mengetahui apa penyebab kenapa sampai ada surat pembatalan penguasaan tanah ulayat miliknya,” ujar Kaswan saat ditemui usai pelaksanaan RDP di Gedung DPRD Koltim, Senin.

Ia mengungkapkan, tanah miliknya sudah dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab ke pihak PT.Sari, perusahaan sawit di Kecamatan Tinondo. Sejumlah oknum mengajukan ke Camat Tinondo untuk dijual, namun tidak diterima karena tanah tersebut sudah terjual.

Kaswan menjelaskan, ayahnya mengajukan tanah miliknya untuk diikutsertakan dalam proses jual beli ke Camat Tinondo yang dilengkapi dengan surat ahli waris, namun camat mengatakan sudah full. Camat beralasan karena sudah habis terjual melalui forum masyarakat.

“Saya kaget. Kok saya yang punya tanah malah orang lain yang jual serta diadakan forum tanpa sepengetahuan bapak saya selaku ketua adat kecamatan Tinondo,” ungkapnya.

Menurut Kaswan yang hadir dalam forum pembebasan lahan tersebut, oknum yang menjual tanah tersebut bukanlah masyarakat asli Tinondo, namun orang dari luar yang tidak diketahui asal usulnya.

“Kalau memang yang hadir dalam forum pembebasan lahan itu semua asli masyarakat Tinondo dan juga mengaku ahli waris, maka saya ingin dihadirkan di hearing DPRD tersebut, agar orang-orang itu dilihat apakah mereka asli warga Tinondo atau bukan,” terangnya.

Dalam proses pembebasan lahan, lanjut Kaswan, PT. Sari tidak mendasar serta cacat hukum. Pasalnya, dari pihak perusahaan tidak membawa dan tidak bisa memperlihatkan bukti dokumen serta nama-nama ahli waris yang telah menjual tanah ke perusahaan tersebut

Sementara itu, Asisten Lapangan PT. Sari Nasarudin Munde mengatakan, pihaknya sedikit kebingungan saat menghadiri rapat dengar pendapat. Sebab, ia hadir tanpa membawa dokumen serta bukti pembelian lahan tersebut.

Dirinya yang mengaku hadir mewakili PT.Sari, tidak sempat menyediakan dokumen, serta bukti pembelian lahan, karena dalam undangan tidak menyebutkan secara detail membawa dokumen serta bukti pembelian lahan.

Adapun luas tanah yang telah dibeli oleh PT.Sari yaitu sekitar 2.470 ha. Lahan tersebut telah dibebaskan secara teknis pembayarannya dengan perorangan serta berkelompok.(C)

 

Reporter : Jaspin
Editor     : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini