ZONASULTRA.COM, KENDARI – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan (Susel) bekerja sama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah melakukan penelitian situs peninggalan perang dunia II di kawasan Pengkalan Udara (Lanud) Haluoleo di Desa Ambaepua, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Ketua tim peneliti Budianto Hakim mengatakan, penelitian peninggalan zaman perang pasifik tahun 1940-an itu beranggotakan 70 orang. Terdiri dari 63 mahasiswa dan tiga dosen Jurusan Arkeologi, serta empat orang dari Balai Arkeologi Sulsel
Budi melanjutkan, penelitian yang dilakukan selama 10 hari, yang dimulai pada 7 Desember sampai 16 Desember itu bertujuan untuk menguji data-data atau dokumen baik Belanda maupun Jepang tentang klaster-klaster atau fungsi bangunan yang selama pendudukan Jepang dan Belanda di kawasan Lanud Haluoleo.
“Jadi penggalian yang ada sekarang itu untuk menguji bentuk bangunan dan fungsi bangunan itu. Apakah sesuai dengan dokumen sejarah?Selain itu, dalam penelitian situs peninggalan perang dunia II ini, kami bagi enam sektor, karena luas lokasi ini mencapai 10 km. Ini kami lakukan supaya metode yang kami terapkan dalam penelitian itu bisa tepat dalam waktu yang singkat,” ungkap Budi di lokasi penelitian, Kamis (15/12/2016).
Budi menambahkan, selama melakukan penelitian beberapa hari, timnya mengidentifikasi 120 bangunan yang terdiri dari bunker, barak, gudang amunisi, dan tempat parkir pesawat. Namun untuk barak dan gudang amunisi, Budi belum mengetahui jumlahnya karena masih mencocokkan dengan data hasil penelitian. Sementara bunker yang ditemukan sebanyak 52 bunker, dengan panjang bunker kurang lebih tujuh meter dan tinggi kurang lebih 1,7 meter.
“Penelitian ini sudah 90 persen rampung. Dan kita anggap fungsi bangunan dan klaster-klaster yang ada dikawasan ini sesuai dengan dokumen maupun peta-peta udara yang dibuat Belanda maupun Jepang. Jadi misalnya dimana klaster prajurit, dimana barak perwira sudah mulai terkuak,” jelasnya.
Menurut Budi, situs di kawasan Lanud Haluoleo ini merupakan peninggalan Belanda dan Jepang, tapi yang lebih tampak adalah peninggalan Jepang. Itu ditandai dengan klaster-klaster bangunan yang ada.
Budi juga berharap, dengan penelitian tersebut pemerintah daerah (Pemda) lebih memperhatikan peninggalan bersejarah ini. Selain itu kawasan ini juga bisa dikembangkan menjadi wisata sejarah karena memiliki potensi nilai sejarah.
“Kami sebagai peneliti menganggap bahwa kawasan ini punya potensi yang memiliki nilai sejarah, lalu juga memiliki nilai ekonomi. Nah sayang sekali kalau potensi ini dibiarkan membisu oleh pemda setempat,” tukasnya. (A)
Reporter: Ramadhan Hafid
Editor: Jumriati