Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan

Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan
SAGU MODIFIKASI - Peneliti Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Sinta Anggraini sukses memodifikasi pati sagu alami jadi produk olahan makanan. Tepung sagu yang dimodifikasi itu diuji dalam pembuatan makanan berupa otak-otak cumi. (Foto: Sinta Anggraini)

Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan SAGU MODIFIKASI – Peneliti Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Sinta Anggraini sukses memodifikasi pati sagu alami jadi produk olahan makanan. Tepung sagu yang dimodifikasi itu diuji dalam pembuatan makanan berupa otak-otak cumi. (Foto: Sinta Anggraini)

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Peneliti Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Sinta Anggraini sukses memodifikasi pati sagu alami jadi produk olahan makanan. Tepung sagu yang dimodifikasi itu diuji dalam pembuatan makanan berupa otak-otak cumi.

Otak-otak merupakan modifikasi produk olahan antara bakso dan kamaboko (sebutan untuk berbagai makanan olahan dari ikan yang dihaluskan lalu dikukus). Otak-otak terbuat dari ikan berdaging putih dengan penambahan tepung terigu, santan, sodium tripoliposfat (STPP) 0.3% dan bumbu, dibungkus memanjang dengan daun kemudian dikukus.

“Di Kota Kendari juga banyak rumah makan maupun acara-acara resepsi yang menghidangkan otak-otak. Biasanya digunakan untuk campuran sup, dalam olahan mie, capcay, dan lainnya,” kata Sinta ditemui pertengahan Oktober 2017 lalu.

Tentang tanaman sagu di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) paling banyak berasal dari Kabupaten Konawe. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, produksi sagu di kabupaten itu mencapai 2.298 ton pertahun sedangkan untuk tingkat kecamatan produksi paling tinggi ada di Kecamatan Bondoala (Konawe) dengan produksi 410 ton per tahun.

Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan Otak-otak cumi yang dibuat dari tepung sagu termodifikasi dan cumi-cumi.

 

Produksi sagu di Sultra, data terakhir yang ada di situs BPS adalah pada tahun 2014. Berdasarkan volume dan nilai perdagangan antar pulau tanaman sagu tahun 2014 yaitu 2.754 ton per tahun. Selama ini masyarakat lokal Sultra hanya mengolah pati sagu menjadi makanan khas yang disebut “Sinonggi”. Pati sagu juga biasanya dicampurkan dalam bahan dasar pembuatan Bagea, kue khas Kendari dan Konawe yang renyah.

Cara pembuatan Sinonggi sederhana dengan hanya mencampurkan air panas dan pati sagu lalu diaduk. Sinonggi biasa disajikan dengan makanan berkuah seperti sajian ikan palumara, sayur bening, dan lain sebagainya. Makanan ini disantap beramai-ramai dalam suatu kelompok keluarga. Acara santap bersama ini disebut “mosonggi”.

Selain tepung terigu, Sinta mengatakan otak-otak juga biasanya dibuat dengan menggunakan tepung tapioka. Peran tepung terigu dan tepung tapioka itulah yang berhasil digantikan dengan tepung sagu termodifikasi.

Dengan adanya tepung sagu modifikasi itu diharapkan bisa menggantikan tepung terigu dalam berbagai olahan makanan. Seperti diketahui bahan dasar terigu dari gandum yang selalu diimpor Indonesia karena tak mampu memproduksi sendiri.

Pembuatan tepung sagu dengan cara modifikasi serupa pernah dilakukan oleh Hermansyah pada tahun 2015 lalu, Senior Sinta di Fakultas Teknologi Pangan UHO angkatan 2010. Sinta melanjutkan penelitian itu namun dengan jenis makanan yang berbeda yaitu otak-otak karena sebelumnya belum pernah diteliti.

Proses Modifikasi Pati Sagu

Pati sagu harus dimodifikasi karena ada banyak kekurangan pati sagu alami. Kekurangan pati sagu alami yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk pemasakan, pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Selain itu sifatnya yang terlalu lengket dan tidak tahan dalam perlakuan asam.

Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan
Proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme Lactobacillus casei dari yakult

Pati sagu dapat dicegah kerusakannya serta mampu ditingkatkan kualitasnya dengan cara mengubahnya menjadi tepung sagu termodifikasi. Sinta memodifikasi pati sagu melalui proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme Lactobacillus casei dari yakult (minuman susu yang mengandung miliaran bakteri Lactobacillus Casei).

Fermentasi merupakan keseluruhan proses perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme atau bakteri yang melibatkan enzim yang dihasilkannya. Tepung sagu yang dihasilkan pada penelitian Sinta lebih cerah.

“Tepung yang cerah dikarenakan oleh proses fermentasi yang dilakukan Lactobacillus casei bekerja pada tepung sagu sebagai substratnya (zat yang akan dijadikan suatu produk). Substrat merupakan media pertumbuhan dari suatu bakteri,” tutur Sinta.

Untuk mengahasilkan tepung sagu yang cerah awalnya sagu basah ditimbang sebanyak 100 g kemudian tepung sagu basah dimasukkan ke dalam toples. Kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 600 mililiter (ml) serta penambahan Lactobacillus casei sebanyak 1 ml yang diperoleh dari susu yakult.

“Kalau lebih dari 1 ml tidak menghasilkan produk yang baik dalam fermentasinya. Itu hari saya coba lebih dari 1 ml itu warnanya keruh,” tutur Sinta.

Fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi anaerob dengan menggunakan aerator (pompa udara). Dengan lama 36 jam pada fermentasi anaerob sudah bisa dihasilkan tepung sagu yang cerah.

Kandungan Gizi dan Cita Rasa

Dalam pengujian, Sinta membandingkan tiga komposisi bahan utama untuk pembuatan otak-otak. Sampel pertama yaitu komposisi otak-otak yang terdiri dari cumi-cumi 100 gram (g) dan tepung tapioka 400 gr. Kedua, cumi-cumi 100 g + tepung tapioka 50 g + tepung sagu modifikasi 50 g. Sementara sampel ketiga, cumi-cumi 100 g dan tepung sagu modifikasi 400 g.

Dalam penelitian itu, hal baru yang ditemukan Sinta adalah peningkatan kadar protein pada otak-otak di sampel tiga. Kadar protein pada sampel satu hanya 53,1 persen, sampel dua 48,32 persen, dan pada sampel tiga terjadi peningkatan, kadar proteinnya mencapai 73,75 persen.

Peneliti UHO Sukses Modifikasi Pati Sagu untuk Gantikan Peran Terigu dalam Makanan
Tepung sagu hasil fermentasi

Terjadinya kenaikan kadar protein pada otak-otak dengan tepung sagu termodifikasi disebabkan oleh bakteri Lactobacillus casei. Bakteri ini bersifat amilolitik (enzim pengurai karbohidrat), proteolitik (enzim pengurai protein) sehingga dapat dikatakan bakteri itulah sumber pembentukan protein.

“Bakteri Lactobacillus casei merupakan kelompok BAL (Bakteri Asam Laktat) yang bersifat single test protein atau protein tunggal, sehingga dalam proses fermentasi yang saya lakukan bakteri ini berkontribusi sebagai penunjang sumber protein,” tutur Sinta.

Keunggulan otak-otak dengan tepung sagu termodifikasi juga berperan dalam produksi berbagai macam senyawa yang berperan pada cita rasa, mulai dari flavor (sensasi yang dihasilkan bahan makanan ketika diletakkan dalam mulut), warna, serta berperan pada tekstur.

Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen, Sinta melibatkan panelis (penilai makanan). Panelis berasal dari kalangan mahasiswa sebanyak 22 orang yang biasa mengkonsumsi otak-otak. Para panelis itu terlebih dahulu dua kali ditraning untuk menilai suatu produk makanan.

Penilaian penelis dalam lembar respon mencakup penilaian sensorik meliputi aroma (aroma cumi), odor (amis tidak menyenangkan), warna, appearance (tingkat kehalusan), shiness (mengkilap), kekenyalan, juiceness, sandy (berpasir), umami (gurih, enak), sweetness (manis), saltiness (asin). Dari berbagai parameter itu, otak-otak dengan sagu modifikasi memenuhi standar yang baik untuk konsumen.

Hanya memang otak-otak dengan tepung tapioka lebih unggul dalam cita rasa dibanding yang menggunakan tepung sagu modifikasi. Misalnya dalam hal aroma, respon panelis terhadap sampel satu (mengandung tepung tapioka) penilaiannya “lebih kuat tercium aromanya” sedangkan sampel tiga (mengandung tepung sagu) penilaiannya “agak lebih tercium aromanya”.

“Disitu otak-otak dari tepung tapioka memang menang di mulut, sedangkan otak-otak tepung sagu menang di kandungan gizi. Hanya persoalannya masyarakat lebih mengutamakan sensorik atau cita rasa daripada kandungan gizi,” tutur Sinta.

Penelitian itu dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian UHO dan menjadi karya skripsi Sinta yang membuatnya meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) tahun 2017 ini. Selain itu sudah dipublikasikan di Jurnal Sains dan Teknologi Pangan UHO dengan judul “Studi Penambahan Tepung Sagu Termodifikasi terhadap Kualitas Sensorik dan Fisikokimia Otak-Otak Cumi”. (A)

 

Reporter: Muhamad Taslim Dalma
Editor: Jumriati