AJI-IJTI: Halangi Wartawan Liputan, Publik Curiga soal Transparansi Kasus Randi dan Yusuf

REKONSTRUKSI ULANG - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar rekonstruksi ulang kasus penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) di Jalan Abdullah Silondae, Samping kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, Jumat (20/12/2019). (Foto: Fadli Aksar/ZONASULTRA)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mempertanyakan komitmen kapolda dalam pengungkapan kasus meninggalnya Randi dan Yusuf Kardawi.

Hal ini, menyusul adanya seorang oknum polisi yang melarang sejumlah awak media dalam melakukan peliputan proses rekonstruksi kasus tewasnya Randi, di lokasi jatuhnya Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi di samping kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jalan Abdullah Silondae, Jumat (20/12/2019)

Ketua AJI Kendari Zainal A Ishaq menjelaskan, dengan adanya larangan peliputan oleh oknum polisi ini patut dipertanyakan komitmen pimpinan Polri dalam mengungkap secara transparan kasus pembunuhan Randi dan Yusuf.

Kemudian, Kapolri menunjuk Brigjen Pol Merdisyam sebagai Kapolda Sultra, juga untuk mengungkap kasus ini dan memberikan informasi seluas-luasnya kepada publik. Komitmen kapolda saat itu juga dilontarkan saat menyambangi kantor media dan sekretaris organisasi jurnalis. Merdisyam berjanji akan mengungkap kasus ini secara transparan.

“Kenyataannya, justru berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Itu menunjukan bahwa, ada koordinasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini berbahaya justru menimbulkan persepsi berbahaya di tingkat publik, akan makin curiga dengan komitmen kepolisian. Justru praktiknya berbeda di lapangan dengan ucapannya saat itu,” tegas Zainal di Kendari, Jumat (20/12/2019).

Menurut Zainal menghalangi kerja jurnalis bertentangan dengan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dia menilai jurnalis yang melakukan peliputan tidak mengganggu proses rekonstruksi, karena jurnalis yang melakukan peliputan agak jauh dari polisi.

“Kalau rekon saja sudah dilarang, berarti ada yang aneh. Dan kami menagih janji komitmen kapolda untuk mengungkap kasus ini secara terbuka, ketika anak buahnya tidak melakukan melaksanakan komitmen kapolda, bisa jadi ada koordinasi terputus antara pimpinan dan petugas di lapangan,” tegasnya.

Senada dengan itu, Ketua Pengurus Daerah (Pengda) IJTI Sultra Asdar Zuula mengatakan, larangan peliputan itu menunjukan bahwa tidak ada upaya pengungkapan kasus ini secara terbuka oleh kepolisian.

“Harusnya rekonstruksi itu menunjukan fakta-fakta di lapangan. Bagaimana mau mengungkap kasus ini secara transparan, kalau meliput saja di larang,” kesal Asdar yang juga menjadi korban dalam pelarangan dari oknum kepolisian.

Menurut jurnalis I News TV ini, oknum polisi tidak paham dengan aturan yang tertuang dalam undang-undang nomo 40 tahun 1999 tentang pers. Pasalnya, kerja jurnalis itu dilindungi undang-undang tersebut.

“Jurnalis tidak menghalangi polisi. Karena jarak pengambilan gambar cukup jauh. Polisi berada di dalam pagar Disnakertrans, kami berada di luar. Jadi polisi melarang mengambil gambar itu justru upaya untuk menghalang-halangi kami,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra AKBP Muhammad Nur Akbar mengatakan, tidak ada maksud untuk menutup-nutupi rekonstruksi yang dilakukan oleh personel Ditreskrimum Polda Sultra, serta bukan maksud dari penyidik untuk tidak transparan.

“Jadi rekan-rekan mohon bedakan antara penyidik dan petugas keamanan saat rekonstruksi, itu bukan menutup-nutupi, dilakukan supaya kelancaran rekon tidak terganggu, ” ungkapnya, Jumat (20/12/2019) dikutip dari tribrata news Polda Sultra.

Ia menegaskan saat dilakukan rekonstruksi, personel yang bertugas untuk menjaga keamanan sedang mengawal personel dari laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, sehingga demi menjaga keamanan petugas berjaga-jaga agar proses rekonstruksi tidak terganggu.

Menurut Akbar, personel dari Labfor Mabes Polri saat itu menggelar rekon untuk melakukan pengukuran jarak sudut elevasi proyektil terkait dengan kasus meninggalnya Almarhum Randi saat berdemonstrasi September 2019 lalu.

“Sekali lagi mohon dimaklumi agar ke depan kita saling mengingatkan lagi, Bapak Kapolda menyampaikan ke saya bahwa kasus ini tidak ada yang ditutup-tutupi kita ikuti jalurnya sesuai prosedur,” ungkap Mantan Kapolres Konawe ini. (a)

 


Kontributor : Fadli Askar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini