DEMO – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali menggelar aksi unjuk rasa diperempatan Eks MTQ Kota Kendari, Rabu (11/10/2017). (Randi Ardiansyah/ZONASULTRA.COM)
ZONASULTRA.COM, KENDARI – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali menggelar aksi unjuk rasa diperempatan Eks MTQ Kota Kendari, Rabu (11/10/2017).
Dalam aksinya puluhan jurnalis itu mengecam aksi kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian dan Satpol PP terhadap jurnalis di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), Pada Senin (9/10/2017) lalu.
Ketua AJI Kendari Zainal A IshaqLa mengatakan, jika kasus pengeroyokan terhadap jurnalis Metro TV Darbe Tyas menambah catatan buruk Korps Bhayangkara dalam mencederai kebebasan pers serta menjadi salah satu contoh bahwa polisi masih menjadi musuh kebebasan pers.
“Berdasarkan kronologi yang diperoleh dari AJI Kota Purwokerto, kekerasan terhadap jurnalis terjadi saat Polisi dan Satpol PP Banyumas membubarkan massa aksi yang mengatasnamakan diri. Aliansi Selamatkan Slamet di depan Gedung DPRD Kabupaten Banyumas,” ungkapnya.
Dalam aksi itu, lanjutnya, para demonstran menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Gunung Slamet.
Sekira Pukul 18.00 WIB situasi mulai memanas. Gerbang Kantor DPRD Banyumas dibuka lebar dan nampak Satpol PP dan Polisi berbaris di hadapan massa aksi yang memutuskan menunggu Bupati Banyumas, Ahmad Husein. Massa mendirikan tenda, melakukan orasi, dan menyanyikan yel-yel di tengah hujan.
Pukul 21.00 WIB demonstran menggelar panggung kebudayaan di tengah hujan. Situasi masih kondusif.
Pukul 21.50 WIB melalui pengeras suara, Polisi memperingatkan tenggang waktu aksi hanya sampai pukul 22.00 WIB.
Pukul 22.00 WIB massa aksi yang tengah duduk di Tenda Posko Perjuangan, tiba-tiba digeruduk Polisi dan Satpol PP yang keluar dari lingkungan Kantor DPRD Banyumas. Puluhan Polisi dan Satpol PP meringsek maju menuju Tenda Posko Perjuangan demonstran. Suasana pun ricuh dan tenda-tenda dibongkar.
Saat kericuhan tersebut, seorang wartawan Metro TV wilayah Banyumas, Darbe Tyas terkena pukulan dari aparat. Darbe sudah memberi tahu bahwa ia adalah wartawan. Namun teriakannya tidak digubris, dan iya tetap menerima kekerasan dari aparat. Setelah menerima perlakuan itu, Darbe dilarikan ke Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto untuk divisum.
“Korban lainnya adalah Ikra Fitra, wartawan kampus Pro Justicia Fakultas Hukum Unsoed. Dia dikabarkan dipukul, diseret, diangkut menggunakan mobil Dalmas, dan ditahan bersama 26 aktivis Aliansi Selamatkan Slamet di Mapolres Banyumas,” jelasnya.
Dengan kejadian itu, AJI Kendari menyatakan sikap tindakan aparat Kepolisian dan Satpol PP di Kabupaten Banyumas merupakan bentuk pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tidak hanya itu, AJI Kendari juga mendesak Kepolisian secara institusi untuk mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas personel yang melakukan tindakan kekerasan. Bahkan meminta Kapolres Banyumas dicopot.
Untuk diketahui, Jurnalis dalam melaksanakan tugas peliputan di lindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pada pasal 4 undang-undang tersebut menegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia, pers nasional juga tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Pada pasal 18 dalam undang-undang tersebut menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). (B)
Reporter: Randi Ardiansyah
Editor : Tahir Ose