DAMPAK BURUK TAMBANG – Ribuan hektar kawasan hutan kini menjadi kubangan akibat aktivitas pertambangan 36 perusahaan tambang nikel di kecamatan Molawe, kabupaten Konut, Sultra. Akibatnya, wilayah pesisir pantai di empat desa kecamatan itu mengalami perubahan warna air laut karena sedimentasi akibat material tambang. (Jefri Ipnu/ZONASULTRA.COM)
ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Masyarakat di empat desa di kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan perubahan warna air laut sepanjang pesisir pantai di desa mereka. Empat desa tersebut adalah Mowundo, Mandiodo, Tapu Emea dan Tapunggaya.
Saharudin, warga desa Mandiodo mengungkapkan, perubahan warna air laut dimulai sejak 36 perusahaan tambang mulai breaktivitas di empat desa itu. Namun, kondisi itu semakin parah sekitar akhir tahun 2016 lalu.
Aktivitas 36 perusahaan tambang ini dikhawatirkan akan semakin masiv meluluh-lantahkan bumi Molawe. Utamanya di desa Mowundo, Mandiodo, Tapu Emea dan Tapunggaya. Perusahaan-parusahaan itu mengeruk gunung yang memiliki kandungan biji nikel.
Kata dia, bukan hanya di pesisir pantai yang tercemar. Bahkan, kini air laut yang dikeliling pelabuhan Jetty milik sejumlah perusaah itu untuk memuat ore nikelnya juga sudah mulai merah kecoklatan, akibat banyaknya tanah ore nikel jatuh ke dalam laut.
“Padahal tiga tahun lalu, airnya masih jernih,” jelas Saharuddin, Senin (31/7/2017).
Menurutnya, perubahan kondisi alam di pesisir pantai itu berpengaruh langsung terhadap mata pencaharian warga di desa Mowundo, Mandiodo, Tapu Emea dan Tapunggaya yang mayoritas sebagai nelayan.
“Sekarang warga kalau mau melaut jauh-jauhmi karena air lingkungan sekitar air lautnya merah. Ikan lari mi semua,” ujar Saharudin, Senin (31/7/2017).
Tak hanya itu. Aktivitas tambang di Molawe juga berdampak pada rusaknya sejumlah fasiltas umum. Diantaranya adalah, akses jalan sepanjang puluhan kilo meter yang menghubungkan empat desa tersebut rusak parah. Di atas badan jalan terdapat kubangan lumpur bercamput air hingga setinggi betis orang dewasa. Tak sedikit orang yang melintasi jalan itu nyaris terjatuh karena licin.
Ironisnya, rautsan unit kendaraan tambang lalu-lalang di jalan yang menjadi satu-satunya akses bagi warga setempat untuk menjangkau dunia luar.
Selain itu, karena mobilitas kendaraan tambang yang menggunakan jalan umum juga mengakibatkan dua buah jembatan yang menghubungkan empat desa itu ikut amblas. Kondisinya sangat memprihatinkan.
“Tak ada pilihan lain selain menggunakan jalan ini. Walaupun berbahaya, namun kita harus lewati jalan ini,” kata Rusdin, warga desa Mandiodo.
Aktivitas penambangan nikel di Molawe kian tak terkendali. Inilah yang menjadi sumber petaka bagi masyarakat, sebab degradasi lingkungan sudah terjadi di depan mata. Tak akan butuh waktu lama, daerah ini bakal menjadi langganan banjir, longsor dan kemiskinan yang berkepanjangan. Karena, lahan sebagai sumber mata pencaharian warga mulai tergusur menjadi lokasi pertambangan.
Penelusuran ZONASULTRA.COM, saat ini sekitar 36 perusahaan tambang tengah aktif menghancurkan bentangan alam daerah itu. Ribuan hektar tanah yang dulu hijau kini menjadi kubangan. Sejumlah perusahaan itu adalah PT KMI, PT MBM, PT Sangia, PT WAI, PT Malaka, PT Cinta Jaya, PT Sri Wijaya, PT KMS, PT Hapar, PT Mukni, PT Jems, PT KKP. Untuk yang sementara beroprasi saat ini PT WAI, PT Sangia, PT Malaka dan PT MBM.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kelauatan dan Perikanan (DKP) Konut, Yade Rianto mengatakan pihaknya akan menindak lanjuti persoalan tersebut dengan membentuk tim untuk meninjau langsung dampak aktifitas penambangan yang terjadi.
“Besok kami akan turun tinjau. Kita belum bisa pastikan saat ini langkah apa yang akan kami ambil, karena belum melihat langsung kondisi. Kita juga akan mengambil keterangan dan tanggapan para nelayan sekitar terkait dampak yang ditimbulkan dari aktifitas penambangan,”Katanya.
Di tempat terpisah, Kepala Seksi Analasis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Konut Agustian juga menyampaikan hal yang sama. Kata dia, pihaknya juga akan melakukan peninjauan langsung kelapangan.
Dia menjelaskan, terkait hal ini, pihaknya akan melayangkan surat teguran pertama terhadap pelaku usaha untuk meminta melaksanakan kewajibanya sesuai aturan tanpa menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Jiika masih terus terus terjadi akan kembali melayangkan surat teguran kedua.
“Kalau masih saja lagi melanggar yah, kita akan ambil tindakan berupa pembekaun IUP kalau tidak pencabutan IUP jika benar-benar terjadi pelanggaran dalam kegiatan itu,” ujar Agustin.
Ditambahkan, dalan kegiatan itu, pihaknya akan membentuk tim yang terdiri dari tujuh orang dengan kualifikasi penegakan hukum, sengketa lingkungan dan laboratorium.
“Besok kami akan turun lagi di Kecamatan Molawe, setelah itu Lasolo, Sawa dan Motui. Kami juga akan bawa perlengkapan untuk menguji kualitas air, kalau ada indikasi pencemaran kami akan lanjutkan untuk uji leb yang statusnya trakreditasi,” tandasnya. (A)
Reporter: Jefri Ipnu
Editor: Abdul Saban