Anggota DPRD Sultra Curhat Polemik Tambang ke Komisi VII DPR RI

Anggota DPRD Sultra Curhat Polemik Tambang ke Komisi VII DPR RI
KUNKER KOMISI VII - Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) Muh. Endang memberikan plakat cendera mata kepada Ketua rombongan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno, di gedung paripurna DPRD Sultra, Senin (2/3/2020). Pertemuan Komisi VII DPR RI dan DPRD Sultra itu merupakan bagian dari kunjungan kerja (kunker) legislator pusat tersebut di Kendari. (Ramadhan Hafid/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja (kunker) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Salah satu agendanya melalukan pertemuan dengan 45 anggota DPRD Sultra, di gedung paripurna DPRD setempat, Senin (2/3/2020).

Rombongan legislator pusat di Kota Kendari itu, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno, dan didampingi Rusda Mahmud, Sulaiman Umar Siddiq, Andi Ridwan Wittiri, Mercy Chriesty Barends, Hasnuryadi Sulaiman, Wulansari, Nurzahedi, Supratman Andi Agtas, Sri Kustina, Muhammad Zairullah Azhar, Saadiah Uluputty, dan Asman Abnur.

Mereka ke Sultra mendengarkan masukkan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam untuk dibicarakan dengan mitra kerja Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pertemuan antara Komisi VII DPR RI dan DPRD Sultra dipandu langsung oleh Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh. Dalam sambutannya, Rahman Shaleh mengatakan, kehadiran tambang di Sultra tidak sedikit melahirkan cerita miris soal dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sultra itu mengungkapkan, akibat pengelolaan tambang, kantor DPRD Sultra sering didatangi oleh masyarakat dan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait dampak buruk pengelolaan tambang.

“Dalam satu bulan minimal tujuh aksi demo masalah tambang, macam-macam problemnya. Mudah-mudahan ini salah satu poin penting bagi kita semua, sehingga ada referensi Komisi VII DPR RI untuk melihat problem-problem tambang yang ada,” pinta Rahman Shaleh.

Dikatakan, akar permasalahan pertambangan di Sultra berawal dari pelimpahan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi. Kewenangan pertambangan mulanya tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, kemudian dilimpahkan kepada pemerintah provinsi.

Namun, pelimpahan kewenangan tersebut tidak disertai dengan penyerahan dokumen, sehingga masalah yang terjadi adalah tumpang tindih perizinan, sebab saat kewenangan sudah di tangan pemerintah provinsi, semua tambang yang ada sudah terisi perizinannya, baik menyangkut izin usaha pertambangan (IUP) maupun dokumen lainnya.

Rahman Shaleh mengungkapkan, permasalahan tersebut terungkap saat penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan. Perizinan pertambangan di Sultra mencapai 400-an dan terdapat 39 perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan.

“Ketika kewenangannya diserahkan ke provinsi, kewenangannya diserahkan tetapi dokumennya belum semua diserahkan. Makanya ketika masuk di provinsi, salah satu kasusnya adalah terjadi tumpang tindi. Problem-problem yang dialami di kabupaten/kota dianggap bagian dari problem provinsi, padahal ini adalah problem sejak awal,” kata Rahman dalam sambutannya.

Dalam kesempatan itu, DPRD Sultra yang diwakili Ketua Komisi III Suwandi Andi membacakan pandangan terkait potret pengelolaan tambang di Sultra. Kata Suwandi, dampak kerusakan lingkungan dengan tidak dilakukannya reklamasi, karena kebijakan pusat yang cenderung mengambil alih kewenangan sepenuhnya soal pertambangan.

Dalam kesempatan ini juga, Suwandi mengungkapkan, pemasukan aspal Buton yang ada di Sultra dimasukan di dalam komoditas batubara sangat merugikan daerah, karena patokan harga batubara di sana (daerah lain) tidak sesuai dengan harga yang ada di Sultra, maka sangat merugikan daerah.

“Untuk itu kami menitip kepada Komisi VII DPR, bahwa solusi yang kami tawarkan adalah batuan aspal tidak dimasukan dalam komoditas batubara. Jika ini tetap dimasukan maka di daerah akan mengalami penurunan dan kemudian merugi terus. Kami juga berharap agar revisi UU Minerba nanti lebih mempertimbangkan kepentingan daerah dan masyarakat,” ujarnya.

Setelah Suwandi memberikan pandangan, dilanjutkan dengan sesi dialog antara Komisi VII DPR RI dan anggota DPRD Sultra yang dipandu oleh Wakil Ketua DPRD Sultra Muh. Endang

Dalam sesi dialog ini, beberapa anggota DPRD Sultra mengusulkan beberapa hal, salah satunya anggota Komisi III Sudirman. Politikus PKS itu menyampaikan akibat pengelolaan tambang, hutan di Sultra sudah gundul. Perusahaan tambang yang beroperasi tidak pernah melakukan reklamasi, baik sementara produksi maupun setelahnya.

Untuk itu ia berharap, jika ada perusahaan tambang yang mengurus RKAB, jangan lagi diberikan kecuali perusahaan tersebut sudah melakukan reklamasi. Karena kehadiran tambang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat, bukan menyengsarahkan rakyat.

Ia juga mendorong agar daerah memiliki kewenangan soal perizinan pertambangan yang selama ini banyak diambil alih oleh Kementerian ESDM.

Terkait masukkan anggota DPRD Sultra, Ketua rombongan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, akan menindaklanjuti aspirasi itu dan akan dibahas di internal komisi. Kata dia, di DPR tengah mengupayakan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dikembalikan di Komisi VII.

“Sultra kaya akan hasil-hasil tambang, tetapi boleh dikatakan bahwa hasil tersebut tidak dinikmati oleh masyarakat Sultra secara maksimal. Ini tidak hanya di Sultra saja, hampir di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan tambang dan sumber daya yang besar. Olehnya itu, masukkan ini penting sebagai pertimbangan sebelum disahkannya revisi UU Minerba,” ujar Eddy. B

 


Kontributor : Ramadhan Hafid
Editor : Rosnia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini