Apa itu Plagiarisme?

Rekha_Adji_Pratama_opini
Rekha Adji Pratama

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Plagiarisme dalam literatur terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiarisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber.

Rekha_Adji_Pratama_opini
Rekha Adji Pratama

Pada sisi lain, plagiarisme di sektor akademik saat ini sudah menjadi bagian dari budaya yang menjadi penyakit sosial atau patologi sosial. Plagiat atau penjiplakan hampir menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penulisan skripsi, tesis, karya ilmiah dan artikel-artikel. Berdasarkan data, guru yang ketahuan melakukan plagiasi telah mencapai 1.082 guru. Agar dapat dikategorikan sebagai guru profesional, mereka tak segan-segan untuk melakukan tindakan plagiarisme.

Maka semestinya, seorang tenaga pendidik misalnya, sudah seharusnya untuk menghindari diri dari penjiplakan, karena penjiplakan adalah salah satu kejahatan akademik yang serius dan juga melawan hukum. Namun sangat disayangkan, tindakan penjiplakan itu sendiri makin hari makin marak terjadi dan pelakunya bukan hanya berasal dari kalangan pelajar atau mahasiswa, akan tetapi pelaku plagiat tersebut telah merambah pada dunia dosen, pengajar, guru besar dan calon guru besar dengan berbagai modus. Secara tidak sadar, upaya-upaya plagiat adalah sebagai bukti nyata ketidakmampuan seseorang penulis/pengarang dalam pembuatan skripsi, tesis, artikel, karya ilmiah, opini dan fiksi, sehingga demi memenuhi tujuan akhir apakah dalam hal mengejar kepangkatan atau karya ilmiah lainnya, maka si “plagiarisme” akan mengunakan berbagai cara yang menurutnya benar untuk menyelesaikan karya ilmiahnya. Sehingga para ahli penjiplak tersebut tidak lagi menggunakan pemikiran – pemikiran meraka secara maksimal dalam membuat tulisannya. Ketidakmampuan, kurangnya minat baca dan kejar target untuk mendapatkan financial, maka untuk menjawab tuntutan tersebut, penjiplakan adalah salah satu jalan keluar khususnya bagi si “plagiarisme”.

Yang tergolong sebagai plagiarisme:
– Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain.

– Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya

Yang tidak tergolong plagiarisme:
– Menggunakan informasi yang berupa fakta umum
– Menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas
– Mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya

Apa saja yang menjadi faktor tindakan plagiarisme?

Plagiarisme juga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, mahasiswa malas dan mencari cara mudah untuk menghasilkan tulisan. Mereka tidak mau bersusah payah mencari sumber informasi, baik yang berupa buku teks, jurnal, atau terbitan berkala lainnya. Hal ini diperparah dengan koleksi pustaka yang serba terbatas, lokasi perpustakaan yang relatif jauh, dan akses yang relatif sulit ke perpustakaan. Oleh sebab itu, bukan rahasia bahwa mahasiswa mengambil jalan pintas. Mereka tinggal duduk santai karena telah mengupahkan penelitian dan pembuatan tulisannya (skripsi, laporan). Kedua, mahasiswa tidak menguasai teknik pengacuan/pengutipan pustaka atau perujukan terhadap karya orang lain, sebagaimana yang berlaku di PT atau lembaga ilmiah. Sepanjang tidak disengaja, penyebab kedua ini masih bisa ditoleransi. Toleransi biasanya berupa perbaikan tulisan dan perbaikan ini harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Namun, apabila disengaja, ceritanya menjadi lain. Ketiga, kontrol yang tidak ketat menjadi pemicu. Ketidaketatan kontrol bersumber dari kualitaspembimbing yang relatif rendah, jumlah pembimbing yang tidak seimbang (lebih rendah) daripada jumlah mahasiswa, dedikasi perguruan tinggi yang masih berorientasi pada keuntungan ekonomi semata, sikap tak-konsekuen perguruan tinggi bersangkutan, sumber pustaka yang tidak mutakhir, akses ke sumber informasi yang sulit terjangkau, serta sanksi yang tidak jelas atau bahkan tidak ada terhadap plagiaris. Sedangkan menurut Muhammad Nuh, adanya plagiasi disebabkan karena tiga faktor, yakni rendahnya integritas pribadi, ambisi mendapatkan tunjangan finansial, serta kurang ketatnya sistem di dunia pendidikan.

Apa hukum dari tindakan plagiarisme?

Bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, beberapa aturan hukum tentang tindakan plagiat yang makin subur di kalangan masyarakat khususnya para tenaga pendidik (dunia akademisi). Sampai saat ini di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak di kenal dengan istilah plagiat. Sebagai upaya menekan kejahatan plagiat tersebut yang telah menjadi budaya masyarakat, pemerintah kemudian mengatur dalam bentuk Undang Undang yaitu UU Hak Cipta, UU Intelektual dan kemudian Peraturan Menteri (Permen), Permen sendiri muncul setelah munculnya sejumlah kasus Plagiat yang dilakukan oleh kalangan Pengajar di tanah air. Secara singkat, dalam UU Hak Cipta di atur mengenai sanksi Pidana bagi pelaku Plagiat sebagaimana dalam Pasal 72 ayat (1); “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Sedangkan ketentuan dan pengertian dari hak cipta juga di jelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan dalam dunia pendidikan sendiri, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas.

Walaupun aturan hukum telah mengatur begitu rupa sanksi yang akan didapatkan bila seseorang melakukan upaya melawan hukum yaitu plagiat, namun plagiat tetap marak terjadi sektor pendidikan. Hal ini disebabkan penegakan terhadap hukum tersebut ibarat “api dengan panggang”, bila tindakan penciplakan tidak dikontrol dan diberikan sanksi yang tegas bagi pelaku, maka dunia akademisi dan atau dunia pendidikan di tanah air mengalami kemunduran dan para pengajar secara tidak langsung mengajar anak didiknya dengan cara plagiat. Maka, salah satu pengawasan terhadap plagiat adalah dengan kontrol sosial. (**)

 

Oleh: Rekha Adji Pratama, M.A.
Penulis adalah Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini