Aquarium de La Rochelle, Aquarium Teluk Kendari

Andi Syahrir
Andi Syahrir

La Rochelle adalah kota pelabuhan di barat daya Perancis. Jantung kotanya adalah kawasan pelabuhan tua dengan restoran makanan laut yang bertebaran. Menjadi bagian dari Teluk Biscay yang berhadapan langsung dengan Samudera Atlantik. Kota yang mempertahankan arsitektur abad pertengahan dengan kekayaan historis khas masyarakat pesisir Atlantik. Kota tua yang diawetkan dengan baik.

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Pada masa ketika eropa larut dalam perang dunia, La Rochelle adalah salah satu kota yang dilanda kecamuknya. Jerman menjadikan Pelabuhan La Pallice sebagai pangkalan utama angkatan lautnya setelah berhasil menaklukkan Perancis. Menyisakan sebuah kapal selam yang tak lagi beroperasi namun dirawat dengan baik di pelabuhan ini.

La Pallice kini telah menjelma menjadi “pelabuhan air dalam” komersial, yang dilengkapi peralatan bongkar muat khusus minyak dan kayu-kayu dari negeri tropis. Bisa jadi kayu-kayu dari Indonesia ada yang dibongkar di sini.

La Rochelle juga adalah kota penelitian kemaritiman. The Calypso, kapal yang digunakan Jacques-Yves Cousteau –pelopor konservasi kelautan dunia– sebagai laboratorium mobile untuk penelitian oseanografi, dan tenggelam setelah bertabrakan di Pelabuhan Singapura tahun 1996, kini dipamerkan di Museum Maritim La Rochelle, salah satu landmark kota ini.

Pada musim panas, festival musik terbesar di Perancis, “FrancoFolies”, digelar dengan menghadirkan para musisi Francophone dari seantero negeri untuk konser selama sepekan penuh. Di musim yang sama, Partai Sosialis Perancis juga menggelar rapat akbar tahunannya yang dimulai sejak tahun 1983.

Di usia duabelas tahun, Jean-Paul Sartre (1905-1980), penulis, filosof, dan peraih Nobel sastra Perancis, diajak ibunya pindah ke kota ini setelah menikah yang kedua kalinya. Di La Rochelle, Sartre sering di-bully kawan-kawannya. Bahkan sering dipukuli.

Konon filsafat “eksistensialisme” yang dikemukakannya terinspirasi dari pengalaman buruk masa kecilnya. L’existence précède l’essence, eksistensi mendahului esensi, katanya. Pokoknya tampil dulu, soal berprestasi atau tidak biar sejarah yang mencatat. Kira-kira begitu salah satu bahasa mudahnya –dan bahasa kekiniannya.

Di masa depan, La Rochelle kemungkinan akan butuh pemukim. Pertumbuhan penduduknya fluktuatif dengan kecenderungan susut dari tahun ke tahun. Pertengahan 1940-an hingga 1950-an, jumlah penduduknya berkisar 50 ribuan jiwa, tumbuh hingga mencapai 80 ribu orang pada tahun 1975.

Lalu perlahan menurun hingga hanya sekitar 70 ribuan jiwa pada tahun 1988. Sempat meningkat lagi sampai tahun 2000 menembus angka 77 ribu jiwa, lalu terus merosot. Dan di tahun 2014, penduduknya tersisa 75 ribu orang, kurang dari seperempat penduduk Kota Kendari yang mencapai 335.889 jiwa.

La Rochelle tumbuh menjadi kota dengan industri pariwisata yang kuat. Di Les Minimes, sebuah marina dibangun khusus untuk berlabuhnya kapal-kapal pesiar dari dan menuju eropa, serta industri pembuatan kapal layar yang berkembang pesat.

Di marina Les Minimes inilah, seorang pengusaha aquarium, René Coutant (1910-1984), merajut asanya kembali setelah akuarium raksasa pertamanya yang berpengunjung 120 ribu orang setahun, hangus terbakar tahun 1985.

Ia lalu membangun Aquarium La Rochelle, yang diresmikan pada tahun 1988, bertepatan dengan pelaksanaan kongres akuarium internasional yang digelar di Monaco. Dalam kurun waktu 12 tahun saja, akuarium seluas 1.600 meter persegi itu telah dikunjungi tujuh juta orang. Jika disederhanakan, kira-kira panjang dan lebarnya masing-masing empat puluh meter.

Terdapat 36 akuarium dengan total volume air laut 550 ribu liter atau setara dengan 550 tower air ukuran seribu liter yang sering melayani warga Kendari jika air PDAM ngadat. Aquarium La Rochelle menjadi akuarium terbesar di Perancis saat itu.

Anak-anak Monsieur Coutant kemudian mengembangkan usaha ayahnya, dan berhasil meresmikan aquarium baru di dekat pelabuhan tua pada tahun 2001 yang ukurannya enam kali lebih besar daripada yang ada di Les Minimes.

Di bawah Coutant Group, “Nouvel Aquarium de la Rochelle” yang menghadap ke pelabuhan tua La Pallice, mengoleksi 12.000 hewan laut dari 600 spesies yang berbeda. Ditampung dalam tiga juta liter air laut, termasuk separuhnya untuk “the tiger of the sea”. Hiu. Tak kalah menakjubkannnya parade hewan laut yang telah berusia 400 juta tahun, ubur-ubur, dengan aneka warna dan bentuk.

Akuarium La Rochelle ini juga menghasilkan sekitar 20 spesies hewan laut dan menumbuhkan terumbu karang pada 150 buah akuarium karantina, sehingga menghndarkian diri dari pengambilan sampel di alam bebas untuk dipamerkan.

Di malam hari, pengunjung bisa menyaksikan ribuan terumbu karang aneka warna yang berpendar-pendar saat disorot dengan sinar ultraviolet. Saat menyusuri lorong-lorong yang membawa kesan seolah-olah berjalan di atas air, berbagai aneka tumbuhan dan bunga-bungaan menyempurnakan keindahannya.

Tak heran jika aquarium ini dikunjungi sedikitnya 800 ribu orang setiap tahunnya, dan menjadi daya tarik pariwisata terbesar keenam di seluruh Perancis, dimana Menara Eiffel di Paris sebagai pemuncaknya.

Di bulan April hingga Juni, akuarium mulai dibuka pada pukul sembilan pagi, lebih cepat sejam dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ditutup pada pukul delapan malam. Jam buka tutupnya disesuaikan pada perubahan empat musim.

Di lantai dua akuarium, terdapat Le Café de l’Aquarium, restoran yang menyediakan menu-menu segar dari produk organik dengan arsitektur bergaya tropis. Bagi yang sudah kelaparan dan enggan menunggu, bisa berjalan ke pintu keluar menuju Le Petit Café untuk memesan makanan siap saji. Yang mau belanja oleh-oleh, ada toko souvenir, The Mémoires d’Océans. Maksudnya belanja oleh-oleh? Hehehe…

Tarif masuk akuarium bervariasi meskipun relatif murah. Hanya 11 Franc Perancis (sekitar Rp 24.000) untuk orang dewasa dan 8 Franc (sekitar Rp 17.500) untuk anak-anak usia 3-17 tahun. Jauh lebih mahal tiket masuk Jatim Park 2 di Kota Batu, Malang, yang mencapai Rp 75.000 – 125.000 per orang. Bahkan masih lebih murah dari fasilitas wahana air Waterpark di kawasan Citra Land Kendari.

Tahun 2011, Walikota Kendari Asrun ke Perancis. Mengunjungi Kota La Rochelle, dan melihat kesamaan dengan kota yang dipimpinnya. Sama-sama kota pelabuhan. Sama-sama punya teluk. Gagasan tentang akuarium pun terbersit.

Hingga di penghujung pemerintahannya, ide itu masih mengendap di kepalanya. Mungkin sudah diceritakannya ke orang lain, termasuk putranya Adriatma Dwi Putra, yang kemudian dalam debat publik calon walikota, melontarkan gagasan “kolam ikan mini” di Teluk Kendari. Kalimat yang membuat Adriatma di-bully banyak orang. Barangkali itu benang merahnya mengapa hingga gagasan itu muncul.

Lalu di akhir Maret 2017, Presiden Perancis Francois Hollande berkunjung ke Indonesia. Turut serta Walikota La Rochelle Jean Francois Fountaine, yang kemudian menkonkritkan gagasan kerjasama Kendari-La Rochelle di sebagai “sister city”. Dan sepertinya sudah jelas, yang mana menjadi “young sister”-nya, mana “older sister”-nya.

Proyek akuarium merupakan isu paling seksi di antara kerjasama yang dijalin. Obyeknya Teluk Kendari. Teluk yang kini dibanguni masjid di tengah-tengahnya. Juga jembatan yang melintang di atasnya. Teluk yang limpasan air permukaan di pemukiman penduduknya masih kesulitan mengalir tatkala hujan melanda.

Teluk seluas 1.500 hektar dengan laju sedimentasi 1,5 juta meter kubik per tahun. Yang jika tak ditangani, teluk yang menjadi muara 32 sungai itu diprediksi tinggal nama pada 20 tahun ke depan. Dan itu dikemukakan sejak tahun 2011 lalu.

Teluk yang dikelilingi oleh warga yang begitu ringannya menyemplungkan berkantong-kantong sampah ke dalamnya. Yang mungkin jika itu dilakukan oleh warga La Rochelle di kawasan teluknya, akan dikenakan denda berlipat-lipat. Tindakan yang amat jarang dilakukan oleh warga kota berperadaban tinggi itu.

Ide tentang pembangunan landmark baru, Akuarium Teluk Kendari, sesungguhnya suatu hal yang cukup rasional sebagai kota yang bergerak maju. Tapi deretan data dan fakta soal kualitas teluk tidak dapat dikesampingkan. Harus dipertimbangkan matang-matang. Dihitung. Dianalisis.

Juga status pengelolaannya ketika akuarium itu telah berdiri. Pemerintah? Swasta? Di La Rochelle, akuariumnya dikelola oleh sebuah perusahaan raksasa yang memiliki pengalaman panjang di bidangnya. Di Kendari, kita baru sebatas berpengalaman sebagai penjual akuarium ikan hias air tawar di tepi-tepi jalan. Kita butuh banyak belajar. Kita butuh banyak jiwa besar.

Ini harus kita bahas di depan. Buka-bukaan. Jangan sampai kita hanya membangun barang-barang yang mangkrak kemudian. Lalu saling menyalahkan. Dan pada gilirannya, kita akan menjadi bagian dari apa yang disebut Sartre, “saya curiga terhadap hal-hal yang tidak disampaikan secara terbuka; karena di sanalah sumber segala kekacauan.”***

 

Oleh : Andi Syarir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini