ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Seorang anggota polisi di Polres Konawe rela menyisihkan gaji dan remunerasi yang diterimanya, demi membantu nenek Epong yang berdomisili di Jalan Kuliasa, Kelurahan Puosu, Kecamatan Tonggauna, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Rasa iba dan prihatin akan kehidupan nenek atau Mak Epong (70) dirasakannya setelah mendapat informasi dari warga sekitar. Polisi yang saat ini berpangkat Birgadir Kepala (Bripka), dan minta namanya dirahasiakan itu langsung bergerak cepat menyambangi rumah sang nenek itu.
“Pada awal bulan september 2018 lalu, saya kebetulan bertamu di salah satu tetangga Epong. Di situ saya mendapat informasi bahwa ada seorang nenek bersama anaknya membutuhkan uluran tangan untuk menyambung hidup mereka sehari-hari. Saya pun berniat untuk bertemu dengan Epong dan menyambangi di rumahnya,” cerita polisi yang enggan disebutkan namanya itu.
Lanjutnya, keesokan harinya ia langsung menyambangi rumah mak Epong untuk memastikan informasi tersebut.
“Saya langsung ke dapur dan melihat apa yang dimakan oleh Mak Epong dan anaknya, ternyata mereka hanya makan sayur nangka yang sudah direbus air tanpa nasi. Tetapi saat itu saya masih belum yakin. Besok saya kembali berkunjung lagi dan langsung menuju dapur lagi, kemudian saya kembali memeriksa belanga, ternyata masih ada sayur nangka sisa kemarin,” terangnya, Selasa (5/3/2019).
“Melihat hal itu, saya pun bertanya pada mak Epong “Mak makan apa ?”,mak Epong pun menyahut “makan nasi dengan sayur nangka” saya kembali bertanya “mana nasinya ?” Mak Epong bilang sudah habis,” tutur anggota polisi itu.
Saat itu, dirinya langsung diam dan merenung seraya berkata dalam hatinya “kemungkinan saja jawaban Mak Epong ini hanya menutupi kekurangannya.
Ia pun kemudian memberanikan diri untuk memeriksa seisi rumah. Saat memeriksa kondisi dalam rumah dirinya tidak menemukan apa-apa selain sayur nangka yg sudah direbus dengan air.
“Saya langsung duduk dan membisu karena tidak bisa berkata apa apa lagi, tanpa sadar air mataku menetes dan menangis membayangkan bagimana jika hal ini terjadi pada kedua orang tuaku, bagaimana kalau terjadi sama saya sendiri,” ungkapnya lirih saat menceritakan pengalamannya di hadapan awak media.
Setelah melihat langsung kondisi Mak Epon dan memeriksa rumahnya, saat itu juga dirinya langsung bergegas keluar mencari sebuah toko untuk membeli beras, Mie Instant, telur dan gula. Setelah berbelanja, Ia pun kembali ke rumah Mak Empong dan memberikan belanjaannya itu.
“Saya juga sempat memberikan sedikit uang untuk belanja ikan atau pun lauk yang lain serta membayar listrik,” ungkapnya dengan raut wajah sedih.
Setiap hari dirinya selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung ke rumah Mak Epong membawakan sembako serta memastikan keadaan dan kesehatan Mak Epong. Seringnya mengunjungi Mak Epong ia langsung tersadar ternyata bukan hanya sulit untuk makan, tapi rumah yang ditempati nenek Epong sudah tidak layak huni. Atap rumahnya yang terbuat dari daun pohon aren sudah banyak yang rusak dan bocor, tempat tidurnya sudah penuh dengan kutu busu bahkan ada sedikit bau yang menyengat.
“Saat itu saya memberanikan lagi untuk bertanya, “mak Kalau hujan berlindung kemana ? Dengan nada rendah nenek Epong menjawab “tetap di rumah sambil menutupi lubang lubang atap yang bocor dengan daun, kadang pindah ke sisi lain rumah untuk menghindari tetesan air hujan,” ungkapnya lagi.
Mendengar jawaban nenek Epong, tanpa sadar ia pun meneteskan air mata mengingat kedua org tuanya yang telah tiada. Sembari ia membayangkan bagaimana jika hal ini terjadi pada kedua orang tuanya.
Kemudian ia kembali berinisiatif untuk merehab rumah Mak Epong. Ia pun mulai menyisihkan gajinya untuk mengabulkan niat tulusnya tersebut.
Dana yang dikumpulkan setiap menerima dana Perwabku dengan diam diam dan tanpa sepengetahuan istrinya ia ke toko bangunan untuk membeli Seng. Bahkan uang arisan istrinya ia ambil buat tambahan membeli seng.
“Suatu hari saya pernah ditanya sama istri saya namun saya berkelit. “Ah kamu malas pergi arisan saya tidak berani tanyakan apa lagi minta. Padahal bukan karena malas ikut arisan tetapi istrinya sibuk mengajar dan mengurus anak saya yang masih bayi,” tuturnya.
Tidak hanya gajinya, tambahnya, ia juga mengambil uang Remunirasinya dengan alasan membeli bensin dan keperluan lain. Istrinya pun tidak pernah protes. Bahkan, katanya, dirinya sampe sering meminjam uang di bendahara Polres Konawe dengan alasan ada kebutuhan mendadak.
“Kemudian puncaknya waktu meninggal ayahku saya mendapat bantuan uang duka dari rekan saya seangkatan sebesar 3 juta, semua dana yang terkumpul kurang lebih hampir 10 juta dan saya pun membeli kayu untuk bahan-bahan rangka rumah, paku dan lain-lain. Bahkan dari uang tersebut masih kurang, saya ambil lagi uang tabungan untuk beli tripleks termasuk ongkos tukang yang kebetulan anak angkat dari Mak Epong sehingga saya menyewa tukang dengan upah yang sangat terjangkau,” katanya
Dalam proses pembangunan rumah Mak Epong, di sela-sela kesibukan sebagai anggota Polisi, dia selalu menyempatkan diri untuk mengontrol dan mengecek bahan apa-apa saja yang kurang untuk dipenuhi. Bahkan setiap hari ketika ia mengontrol pengerjaan rumah Mak Epong, ia selalu sedih bercampur haru dan selalu ucap sukur kepada Allah SWT.
“Alhamdulillah, terima kasih atas nikmat MU ya Allah,” ucapnya dalam rasa syukurnya.
Dia pun berpesan, sebelumnya memohon maaf dan tidak pernah bermaksud untuk menonjolkan dirinya setelah membantu mak Epong, tetapi dengan pengalaman ini, ia berharap kepada semua orang yang memiliki rezeki lebih agar selalu bersedekah dan melihat sekelilingnya.
“Jangan sampai ada saudara-saudara yang makan saja serba kekurangan dan tidur pun tidak bisah lelap pada saat hujan tiba,” tutup polisi itu.
Mak Epong dan anaknya bernama Kim (40) yang sampai saat ini menderita sakit pada kemaluan dan tak kunjung sembuh, sehingga ia tidak bisa lagi bekerja untuk mencari nafkah. Hal itu mengharuskan Mak Epong dan anaknya hanya bisa bertahan hidup seadanya, sembari mengharapkan belas kasih dari tetangganya.
Mak Epong merupakan warga transmigrasi dari pulau jawa dan tahun 1977, ia bersama suami ditempatkan di Moramo, kabupaten Konawe Selatan. Tahun 1982 suaminya meninggal dan dimakamkan di Moramo Konawe Selatan (Konsel).
Epong dikarunia dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Kehidupan sehari hari mereka sangat sulit. Nenek Epong bahkan harus menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh kasar cetak batu merah di Ranomeeto Konsel.
Sepeninggalan suaminya, Epong kemudian membawa ketiga anaknya berhijrah ke Konawe. Di Konawe Mak Epong mengolah sebuah kebun milik Saenal, warga Desa Ambepulu Konawe.
Kehidupan merekapun masih sama, hidup serba kekurangan dan anak ketiganya seorang laki-laki diasuh oleh H Pattah, dan sekarang sudah berkerja sebagai pegawai honorer pengairan di Sengkang, sedangkan anak permpuan sudah menikah dan ikut suaminya ke Kalimantan sebagai buruh kelapa sawit.
Hal tersebut pun disambut dengan rasa syukur dan gembira dari Mak Epong. Ia mengungkapkan, dirinya sangat berterima kasih dan sangat bersyukur karena bisa dipertemukan dengan sosok seorang Polisi yang menurutnya berhati seperti malaikat itu
“Saya sangat berterima kasih sama pak polisi ini, karena dia sudah mau bantu saya bangun rumah dan bantu kebutuhan saya yang lain padahal kita tidak punya hubungan keluarga, kenal saja baru,” ujar mak Epong dengan raut wajah haru dan mata yang berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya.
Dirinya tak pernah bisa berhenti bersyukur kepada Allah SWT karena sudah dipertemukan dengan seorang polisi yang sangat dermawan itu. (**)
Kontributor : Iksan
Editor : Kiki