ZONASULTRA.COM, SLEMAN – Rakornas Pariwisata II/2017 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, terus memunculkan semangat baru. Terutama terkait dengan Homestay Desa Wisata yang bakal menjadi andalan Kemenpar dalam memenuhi target kunjungan wisman 20 juta di tahun 2019.
“Amenitas yang disiapkan dalam bentuk homestay itu ditargetkan terbangun 20 ribu di tahun 2017 ini. Lalu 2018 diproyeksikan 30 ribu, dan akhir 2019 ada 50 ribu lagi, total 100 ribu homestay,” tegas Menpar Arief Yahya.
Dukungan pelatihan terhadap Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) juga terus diperkuat. Di bawah Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, program itu dijalankan untuk membina hospitality di banyak desa wisata.
Menpar Arief juga bangga dengan desa-desa yang mandiri dan penuh semangat membangun homestay desa wisata itu. Mereka dengan penuh kesadaran terus menempa pengetahuan dan belajar mengelola desa wisata.
Salah satu contoh sukses adalah Desa Wisata Pulesari (Dewi Pule), penuh semangat menyambut wisatawan dengan peningkatan layanan homestay. Desa Wisata dengan andalan wisata alam treking sungai dan belajar 12 olahan salak ini memiliki program One Homestay One Toilet (OHOT).
“Mereka semakin pintar menemukan atraksi, yang bisa dikembangkan dari potensi desa wisatanya,” tutur Arief Yahya, yang salut akan spirit kemandirian mereka.
Program OHOT itu berupa bantuan material untuk homestay yang ingin menambah fasilitas toiletnya. Program OHOT ini memberikan sebanyak 18 toilet dengan rincian 7 toilet (diberikan April), 6 toilet (selama bulan Mei) dan 5 toilet (bulan Juni). “Kami ada tim yang menyeleksi homestay mana saja yang layak mendapatkan program bantuan One Homestay One Toilet ini. Ada kriteria yang dimiliki oleh tim seleksi,” ujar Didik Irwanto, Ketua Desa Wisata Pulesari.
Dalam program ini, Pokdarwis memberikan bantuan senilai Rp 2 juta. Uang tersebut diwujudkan dalam bentuk barang untuk kebutuhan membangun toilet. Bisa berupa keramik, kloset duduk, pintu kamar mandi dan sebagainya. Bentuk barang disesuaikan dengan kebutuhan pemilik homestay dan hasil survei Tim Pokdarwis. Yang jelas, toilet yang dibangun ini memiliki standar baku: bersih dan terang.
Baca Juga: Genjot Pariwisata, NTB Perbanyak Event dan Longgarkan Izin Homestay
Untuk program ini, Pokdarwis Desa Wisata Pulesari bekerja sama dengan toko bangunan. Pihak homestay yang mendapat bantuan tinggal mengambil barang yang dibutuhkan. Dengan pola ini, diharapkan ada keseragaman kualitas dan jenis barang. “Kendati kami tidak bisa memaksakan semua harus dengan keramik pola ini, dengan cat warna ini. Semua tergantung pemilik. Karena bisa jadi catnya disamakan dengan cat rumah atau kamar mandi yang sudah ada,” tambah Didik.
Yang pasti, program OHOT ini merupakan bukti bahwa keuntungan pengelolaan desa wisata selama ini kembali ke masyarakat. Pariwisata dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Mengingat kehadiran tamu ke Dewi Pule yang terus meningkat dan dalam rombongan besar, ketersediaan toilet menjadi sangat penting. Homestay yang bisa menampung lebih banyak tamu, kendati sudah punya toilet, diberi bantuan lewat program ini. Sehingga tingkat antrean ke toilet bisa berkurang. Kenyamanan pun semakin meningkat.
Desa Wisata Pulesari yang berada di sisi Barat Lereng Merapi memiliki pesona alam berupa air sungai yang jernih dan perkebunan salak pondoh tumbuh merata di semua kebun warga.
Pulesari, Wonokerto, Turi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta berada di ketinggian 400-900 meter di atas permukaan laut. Penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Ada kegiatan rutin tradisi tahunan yaitu Upacara Adat Pager Bumi yang selalu dilaksanakan setiap Bulan Sapar Rabu Pungkasan. Kesenian lokal seperti Kubro Siswo, Tari Salak, Jathilan, Karawitan, bisa dinikmati di Pulesari.
Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Dengan sedikit polesan, penambahan sarana dan prasarana bermain, mempercantik lingkungan, berubahlah Pulesari sebagai Dewi Pule. Desa Wisata Pulesari.
Baca Juga : Kemendes PDTT Berpotensi Bangun Lebih dari 5 Ribu Homestay Tahun Ini
Memanfaatkan sungai jernih yang hanya berjarak 200-300 meter terpisah jalan dan kebun salak, dilengkapilah sarana outbond, fun game maupun treking. Kemudian kekayaan berupa kebun salak pondoh dijadikan inspirasi untuk menjadi atraksi. Selain wisata memetik salak, kemudian dibuatlah paket mengolah salak menjadi berbagai produk olahan.
“Ada 12 olahan salak yang dikembangkan di sini. Di antaranya dodol salak, bakpia, wingko, enting-enting, kerupuk, nastar, madumongso, bakwan, sambal, oseng-oseng, nogosari dan kolak,” ujar Didik .
Apa yang disajikan Dewi Pule ternyata sangat diminati. Treking sungai dan belajar 12 olahan salak pondoh menjadi favorit. Kini, ratusan orang, mulai dari anak-anak SD, siswa SMP dan SMA, para mahasiswa maupun pekerja kantoran, berdatangan ke Pulesari. Ada yang hanya satu hari beraktivitas di sini, banyak pula yang menginap. Dengan 46 homestay yang ada, 600 orang rombongan pun bisa di tampung di Dewi Pule.
Sejumlah paket “bermain” maupun live in dengan harga yang sangat hemat bisa didapat di Dewi Pule. Sewa homestay mulai dari sewa satu homestay untuk 10 orang dengan harga Rp 150 ribu ( hanya Rp 15.000/orang) hingga yang satu kamar Rp 50 ribu untuk dua orang.
Paket bermain atau satu hari di Pulesari mulai dari Paket Tradisi seharga Rp 50 ribu (minimal 25 pax) hingga yang seharga Rp 100 ribu (minimal 25 pax). Murahnya paket one day tour seharga Rp 50 ribu bisa dilihat dari fasilitas yang akan diperoleh yakni welcome drink (jahe sereh), snack 1x, Fun Game, Ice Breaking, Outbound, bumbung bocor, jembatan goyang, titihan bambu, serta makan dan minum sekali.
Sedangkan Paket Live In, mulai dari Paket Tradisi seharga Rp 175 ribu ( minimal 25 pax) hingga harga Rp 265 ribu (minimal 25 pax). Paket seharga Rp 175 ribu ini juga sangat murah karena akan mendapatkan fasilitas welcome drink, snack 2x, makan –minum tiga kali (malam, pagi, siang), pertunjukan seni, menginap di homestay, senam, outbound, bumbung bocor, jembatan goyang, dan titihan bambu.
Menginap di Pulesari, berarti para pengunjung pun turut merasakan suasana pedesaan yang masih asli dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Ada enam pendopo yang tersebar di desa wisata ini. Pendopo-pendopo inilah yang dipakai untuk kegiatan tamu. Makan bersama untuk tamu disediakan di pendopo-pendopo ini. Makanan untuk tamu disiapkan oleh ibu-ibu kelompok Dasa Wisma.
“Jadi semuanya terlibat karena Desa Wisata Pulesari memang dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pariwisata harus menyejahterakan warga,” tegas Didik. (*)