Zaman now. Zaman digitalisasi. Perubahan zaman ini harus dapat dicermati oleh seluruh komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sultra dan seluruh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat kabupaten dan kota di seluruh wilayah Sultra.
Bukan hanya sekadar dicermati pergeseran komunikasi masyarakat yang berbasis android, tapi anggota Bawaslu dan Panwaslu, harus punya kemampuan reaksi yang lebih cepat. Kecepatannya aksi reaksi minimal setara dengan kecepatan jaringan internet. No loading alias lemut, kayak gerakan semut atau kura-kura.
Sehingga tidak ada alasan klasik lagi muncul ke public, bahwa Bawaslu atau Panwaslu belum bertindak, sebab tidak ada laporan warga yang melihat atau menyaksikan peristiwa pelanggaran. Tidak ada saksi yang kuat, sehingga pelanggaran tidak dapat diproses secara hukum.
Bila hal tersebut masih saja terjadi, maka yakin dan percaya, tras public menjadi tanya jawab besar, terhadap tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu dan Panwaslu, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Sebelum lebih jauh membahas modus pelanggaran dan solusi atau saran yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran, ada baiknya kita simak bersama tugas, kewenangan dan kewajiban Bawaslu.
#Tugas Bawaslu
Menyusun standar tata laksana pengawasan penyelenggaraan Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan, melakukan pencegahan dan tindakan terhadap pelanggaran Pemulu dan sengketa proses Pemilu, mengawasai persiapan penyelenggaran Pemilu, yang terdiri atas ; perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu, perencanaan pengadaan logistic oleh KPU, sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan pelaksanaan persiapan lainnya dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian Bawaslu mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas:Pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;
Penataan dan penetapan daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota; Penetapan Peserta Pemilu; Pencalonan sampai dengan penetapan Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pelaksanaan dan dana kampanye;Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS; Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU; Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan Penetapan hasil Pemilu;
Bawaslu juga harus mencegah terjadinya praktik politik uang; mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas:
Putusan DKPP; Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu; Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Ihbupaten/ Kota; Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;
Bawaslu Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP; Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu; j. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; Mengevaluasi pengawasan Pemilu; Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
#Kewenangan Bawaslu
Kemudian Bawaslu berwenang : Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengenai Pemilu; Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu; Memeriksa, mengkaji, dan memutuskan pelanggaran politik uang; Menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu; Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia; ‘
Lalu Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana Pemilu, dan sengketa proses Pemilu; Mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu LN; Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN; dan Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
#Kewajiban Bawaslu
Bawaslu berkewajiban: Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang; Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan; Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik darr/atau berdasarkan kebutuhan, Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang ditakukan oleh KPU dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
Masyarakat dengan mudahnya mengunggah rekaman video secara live melalui media sosial (medsos) atas dugaan pelanggaran Pemilu, Pilkada atau Pilbup/Pilwali, melalui saluran facebook, Instagram, youtube, blog dan lain sebagainya. Urusan benar dan salah, dan atau terbukti atau tidak terbukti atas kasus dugaan pelanggaran hukum, menjadi urusan atau persoalan berikut.
Agar hal ini tidak terjadi secara berulang-ulang, maka sekali lagi, dibutuhkan reaksi cepat. Jika dalam institusi kepolisian, dikenal istilah Unit Reaksi Cepat (URC). Begitu terjadi pelanggaran hukum di tengah-tengah masyarakat, maka gerakan untuk merespon pelanggaran tersebut harus dua kali lipat lebih cepat.
Bawaslu dan Panwaslu jangan duduk, lalu berharap menunggu warga datang melapor secara resmi. Sebab hingga saat ini, warga masih belum yakin 100 persen, laporan dugaan pelanggaran dapat direspon atau diproses secara hukum. Warga kemudian memilih menyampaikan dugaan pelanggaran melalui media sosial.
#Tantangan Bawaslu dan Panwaslu
Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sultra, jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra tahun 2018, sebanyak 1.666. 546 pemilih. Jumlah tersebut tersebar di 4.910 Tempat Pemungutan Suara (TPS), 2.264 desa/kelurahan, 212 kecamatan di 17 kabupaten dan kota seSultra.
Lalu kita bandingkan dengan jumlah pengawas Pilgub Sultra yang ditugaskan pemerintah, tentu sangat tidak sebanding. Kita lihat secara matematik, jumlah komisioner Bawaslu Provinsi Sultra 3 orang, lalu anggota Panwaslu masing-masing 5 orang yang bertugas di 17 kabupaten/kota seSultra. Maka totalnya pengawas hanya 88 orang, dengan rincian 3 orang dari Bawaslu dan 85 orang dari Panwaslu.
Jumlah pemilih yang harus diawasi berdasarkan data DPS KPU Provinsi Sultra sebanyak 1.666.546, sementara pengawas hanya 88 orang. Rasio menjadi 1 orang anggota dari Bawaslu atau Panwaslu, harus mampu mengawasi dugaan perbuatan pelanggaran hukum Pilgub sebanyak 18.938, 022 orang. Artinya 1 pengawas harus mampu mengawasi 18.938,022 pemilih.
Atau kalau kita kerucutkan lagi, 3 orang komisioner Bawaslu Provinsi Sultra harus mampu mengawasi 1.666.546 pemilih. Rasionya, 1 komisioner berbanding 555.515,333 pemilih
Woow….sungguh luar biasa kemampuan Bawaslu dan Panwaslu. Rasa-rasanya secara matematik dan logika, tidak bakalan mampu mengawasi semua pelanggaran Pilgub yang akan terjadi ke depan.
Apalagi jika dihubungkan letak geografis pemilih di Sultra yang berdomisili di daratan dan kepulauan. Berdasarkan data DPS yang dirilis KPU Provinsi, sebaran pemilih di kabupaten dan kota, sangat bervariasi.
Kita lihat data DPS dan sebaran pemilih Pilgub di wilayah Sultra sesuai KPU Provinsi Sultra, yaitu
Kota Kendari : Jum. Kec: 10, Desa/Kel: 64, TPS: 532, Jum. Lk: 89.722, Jum. Pr : 92.363, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 182.085, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 17.370.
Kab. Konawe : Jum. Kec: 23, Desa/Kel: 329, TPS: 437, Jum. Lk: 82.202, Jum. Pr : 79.542, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 161.745, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 20.656
Kab. Konawe Selatan : Jum. Kec: 22, Desa/Kel: 351, TPS: 493,Jum. Lk: 100.748, Jum. Pr : 97.730, Total Jum. DPS (Lk+ Pr) = 198.478, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 27.441
Kab. Konawe Utara : Jum. Kec: 15, Desa/Kel: 133, TPS: 193, Jum. Lk : 20.934, Jum. Pr : 19.761, Total Jum. DPS (Lk+ Pr) = 40.695, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 5.190
Kab. Konawe Kepulauan : Jum. Kec: 7, Desa/Kel:96, TPS: 99, Jum. Lk : 12.319, Jum. Pr : 12.145, Total Jum. DPS (Lk+ Pr) = 24.464, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 2.678
Kab. Kolaka : Jum. Kec: 12, Desa/Kel: 135, TPS: 525, Jum. Lk : 76.915, Jum. Pr : 75.301, Total Jum. DPS (Lk+ Pr) = 152.216, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 13.121
Kab. Kolaka Utara : Jum. Kec: 15, Desa/Kel: 133, TPS: 340, Jum. Lk : 47.255, Jum. Pr : 49.058, Total Jum. DPS (Lk+ Pr) = 93.313, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 8.792
Kab. Kolaka Timur : Jum. Kec: 15, Desa/Kel: 133, TPS: 340,Jum. Lk : 47.255, Jum. Pr : 49.058, Total Jum. DPS (Laki2+ Pr) = 79.176,Terdapat Pemilih Non KTP-e : 14.311
Kab. Muna : Jum. Kec: 22, Desa/Kel: 150, TPS: 321, Jum. Lk : 68.620, Jum. Pr : 74.726, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 143.346, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 21.582
Kab. Muna Barat : Jum. Kec: 11, Desa/Kel: 86, TPS: 119, Jum. Lk : 26.178, Jum. Pr : 27.501, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 53.679, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 7.140
Kab. Wakatobi : Jum. Kec: 8, Desa/Kel: 100, TPS: 119, Jum. Lk : 38.565, Jum. Pr : 39.185, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 77.750, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 5.799
Kab. Buton : Jum. Kec: 7, Desa/Kel: 95, TPS: 223, Jum. Lk : 35.722, Jum. Pr : 35.875, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 71.597, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 10.192
Kab. Buton Utara : Jum. Kec: 6, Desa/Kel: 90, TPS: 146, Jum. Lk : 21.560, Jum. Pr : 21.173, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 42.733, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 4.317
Kab. Buton Selatan : Jum. Kec: 7, Desa/Kel: 70, TPS: 161, Jum. Lk : 28.015, Jum. Pr : 28.585, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 56,600, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 9.616
Kab. Buton Tengah : Jum. Kec: 7, Desa/Kel: 77, TPS: 204, Jum. Lk : 37.816, Jum. Pr : 38.512, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 76.328,Terdapat Pemilih Non KTP-e : 17.132
Kab. Bombana : Jum. Kec: 22, Desa/Kel: 143, TPS: 326, Jum. Lk : 48.129, Jum. Pr : 48.507, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 96.636, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 10.454
Kota Bau-Bau : Jum. Kec: 8, Desa/Kel: 43, TPS: 254, Jum. Lk : 56.690, Jum. Pr : 59.016, Total Jum. DPS (Lk+Pr) = 115.706, Terdapat Pemilih Non KTP-e : 14.375
Dimana untuk menjangkau semuanya dalam waktu singkat, tentu bukanlah pekerjaan mudah. Belum lagi kendala keterbatasan akses transportasi dan akses komunikasi. Hanya manusia super yang mampu menjangkaunya dalam waktu singkat ke pelosok-pelosok. Dan itu sepertinya mustahil dilakukan jika dilandaska n logika akal sehat.
#Modus Pelanggaran
Kembali ke zaman now. Zaman digital. Zaman android. Zaman digitalisasi. Modus kejahatan pelanggaran hukum pun sudah berubah. Jika era sebelumnya pelanggaran Pemilu dilakukan secara terbuka, dapat dilihat secara kasat mata, maka zaman now, modus pelanggaran dilakukan secara digital.
Dulu biasa terlihat bagi-bagi Sembilan bahan pokok (Sembako), bagi-bagi amplop kepada warga pemilih, terutama menjelang hari H pemilihan. Perbuatan semacam ini dilakukan secara terbuka, tanpa ada tindakan hukum secara nyata. Terkesan ada gerakan tutup mata alias pura-pura tidak melihat peristiwa.
Namun seiring dengan dibentuknya institusi penyelenggara Pemilu oleh pemerintah, mulai Lembaga KPU, Bawaslu, Panwaslu, PPK dan PPS, maka instrument ini menjadi lebih kuat untuk mengawasi seluruh proses dan tahapan penyelenggaraan Pilgub dan Pilbup di Sultra tahun 2018 dan Pilcaleg serta Pilpres tahun 2019 mendatang.
Peran, fungsi, wewenang dan tugas pokok, masing-masing lembaga mempunyai hubungan kerja yang berkaitan, termasuk institusi kepolisian, kejaksaan dan Lembaga Peradilan Mahkamah Konstitusi (MK).
Maka untuk mendeteksi, mencegah dan menindak modus-modus pelanggaran zaman now, dibutuhkan kerjasama secara kelembagaan. Termasuk pelibatan seluruh komponen masyarakat Sultra.
Modus zaman now yang perlu diwaspadai, tapi agak sulit dideteksi oleh lembaga Bawaslu dan Panwaslu, antara lain :
1. Kampanye hitam melalui akun medsos palsu. Akun medsos yang terdaftar secara resmi, tentu tidak akan berani melakukan kampanye hitam, karena sudah terverifikasi. Nah akun palsu ini dimainkan oleh orang-orang tertentu, mungkin bisa saja berasal dari tim sukses (timses) pasangan calon (Paslon) tertentu. Bisa juga pihak-pihak yang tidak menginginkan terselenggaranya pesta demokrasi yang jujur dan adil. Sengaja melakukan provokasi, agar muncul pertikaian sesama warga. Akun palsu ini lebih banyak menggunakan saluran medsos facebook, Instagram, grup whatsapp, grup telegram, line dan lain sebagainya.
2. Akun palsu facebook seseorang membuat status bernada provokasi, lalu menyebarkan (share status) melalui grup akun facebook tertentu. Grup akun facebook yang biasanya menjadi tempat share status adalah grup akun yang memiliki member (anggota) mencapai puluhan ribu. Sekali share status di akun grup facebook dibaca puluhan ribu dan ini sangat efektif, karena biayanya murah, mudah dan efektif untuk menjangkau facebooker hingga ke pelosok.
3. Kampanye di hari tenang. Apa masih bisa? Bisa saja dilakukan. Caranya kampanye melalui medsos dengan cara memakai akun palsu lagi. Bisa juga dilakukan pertemuan-pertemuan dengan kemasan pertemuan keluarga, arisan dan sebagainya.
4. Membagi-bagikan angpao (amplop berisi uang) ke rumah-rumah penduduk yang sudah terdata sebagai DPS, dengan cara transfer ke salah satu orang atau lebih satu orang yang dipercaya mampu menggalang massa. Misalnya dalam suatu desa, kelurahan atau kompleks perumahan atau perkampungan, bisa jadi 2 sampai 5 orang ditunjuk sebagai koordinator massa. Koordinator ini kemudian berperan menjaga basis pemilih lingkup tetangga. Masing-masing koordinator misalnya diberi tanggungjawab menjaga 20 sampai 30 pemilih tetangga. Bisa dibayangkan 20 pemilih dikali 5 orang koordinator, berarti ada 100 suara yang diraih.
5. Paling berbahaya yakni mendeteksi pelanggaran secara massif dan terstruktur. Karena hal semacam ini sudah pasti diketahui, hanya pintu masuk untuk membuktikan terjadi pelanggaran hukum sangat sulit. Caranya menggunakan perangkat, misalnya Aparatur Negeri Sipil (ASN), RT/RW, Kepala Desa/Kepala Lurah, dan camat, bupati/walikota, dan gubernur, untuk mempengaruhi warganya agar memilih paslon tertentu dalam Pilgub, Pilbup, atau caleg tertentu dalam Pilcaleg, atau Paslon Presiden dan Wakil Presiden. Hanya modus ini sangat riskan digunakan, karena sangat mudah diketahui. Hanya sebagai lembaga pengawas, harus tetap konsisten mengawasinya.
6. Komunikasi lewat WA, SMS, telepon langsung ke pemilih, agar mencoblos nomor Paslon tertentu pada hari H, terutama saat menuju TPS. Untuk mendeteksi ini, tentu sangat sulit, karena Bawaslu dan Panwaslu tidak mempunyai perangkat yang dapat menyadap nomor kontak person seseorang yang dicurigai melakukan praktek mempengaruhi pemilih.
7. Mungkin masih banyak modus lain yang bisa bermunculan saat menjelang pemilihan. Karena semakin ketat pengawasan dilakukan, hampir dipastikan akan muncul modus lain.
#Gunakan Indra Ke Enam
Tidak adanya perangkat yang memadai dimiliki Bawaslu atau Panwaslu, sehingga modus pelanggaran hukum Pemilu berbasis android, sangat sulit dideteksi. Dibutuhkan kerjasama yang kuat semua stakeholder.
Dibalik keterbatasan Bawaslu dan Panwaslu, maka ada beberapa solusi yang dapat digunakan guna mendeteksi dan mencegah pelanggaran, sehingga benar-benar dapat tercipta Pemilu yang jujur dan adil. Cita-cita luhur Bawaslu yakni Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu, benar-benar tercapai secara nyata.
Menggunakan panca indra ke enam. Jika manusia diberi 5 panca indra, yakni mata untuk melihat, telinga guna mendengar, lidah dipakai sebagai pengecap. Kemudian hidung dipakai merupakan indra pembau atau penciuman dan kulit sebagai indra peraba. Indra ke enam yang tidak dimiliki semua orang, hanya orang-orang terlatih, yakni insting.
Bila dirasionalkan, maka insting sama dengan intelijen. Hanya orang yang terlatih, mampu bekerja seperti intelijen. Intelijen inilah yang mengumpulkan informasi dan data-data akurat, untuk diproses atau diolah lebih lanjut, sehingga menjadi satu kesatuan bukti pelanggaran hukum yang dilakukan orang tertentu, atau pihak-pihak tertentu.
Siapa yang bisa menjadi intelijen Pemilu di wilayah Sultra yang luasnya mencapai 38.140 Km, terdiri daratan dan gugusan pulau ? Maka jawabnya yang paling tepat adalah penduduk Sultra yang jumlahnya sekitar 2,6 juta jiwa.
Sebanyak 500.000 jiwa saja berperan aktif mengawasi Pemilu, Pilkada, Pilgub dan Pilpres, maka dapat dipastikan tidak akan ada yang berani melakukan pelanggaran hukum. Rasio 500.000 jiwa penduduk berbanding 1.666.546 pemilih, maka 1 jiwa penduduk mengawasi 4 orang pemilih.
Kedengarannya atau kelihatannya mudah, tapi apa mampu dilaksanakan? Karena sudah pasti ujung-ujungnya tidak ada alokasi anggaran yang disediakan pemerintah. Jawabnya susah terwujud bila pendekatan proyek.
Intelijen warga dapat diwujudkan, bila Bawaslu atau Panwaslu menciptakan model dan pendekatan partisipatif warga. Buatlah form laporan system digital yang mudah dipahami warga untuk mengisinya. Tapi subtansi laporan yang disampaikan warga, benar-benar sesuai kaidah pelaporan Bawaslu atau Panwaslu. Hanya yang membedakan metode pendekatan dan system pelaporannya saja. Jangan buat system pelaporan pelanggaran yang jlimet atau susah dipahami warga.
Lalu bagaimana system perekrutan intelijen warga? Bawaslu atau Panwaslu kan tidak memiliki instrument undang-undang atau peraturan, menciptakan intelijen warga. Namanya juga orang kreatif. Selama tidak melanggar hukum, tidak ada beban biaya yang harus ditanggung pemerintah, mengapa tidak berani mencobanya.
Coba saja Bawaslu atau Panwaslu mengumumkan di media sosial, bahwa dibutuhkan relawan intelijen warga tanpa digaji. Perkiraan saya, pendaftar akan lebih 500.000 jiwa. Pasti akan banyak dan tersebar hingga ke pelosok-pelosok. Selamat mencoba ide dan kreasi gila ini.
Bawaslu dan Panwaslu juga harus lebih banyak berada di lapangan, guna memantau di mana basis-basis massa pendukung sering berkumpul. Dari titik tersebut, akan diperoleh informasi dan data, hal-hal yang akan dilakukan para pendukung.
Semoga sumbangsih opini ini bermanfaat bagi Bawaslu, Panwaslu, pemerintah dan masyarakat secara umum. Sistem demokrasi Indonesia yang dibangun dengan biaya yang sangat mahal, jangan dinodai dengan kepentingan individua tau kelompok-kelompok.
Mari kita ciptakan kondisi yang aman, tentram dan damai, sehingga cita-cita luhur Bangsa Indonesia tetap terjaga dengan baik. Dalam konteks Pilgub Sultra dan Pilbup Kabupaten Kolaka dan Konawe serta Pilwali Kota Bau-bau periode 2018-2023, dukungan pasangan calon (Paslon) boleh berbeda, dan warna partai boleh berbeda, tetapi semangat persatuan, semangat persaudaran dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) menjadi kewajiban kita semua untuk menjaganya.
Demokrasi dapat tercipta, jika semua masyarakat Indonesia bisa saling memahami perbedaan, berlaku jujur dan bertindak adil.