Belajar Sejarah Perang Bukan Untuk Berperang!

Ulfah Sari Sakti Penulis adalah Jurnalis Muslimah
Ulfah Sari Sakti

Setelah Islam Nusantara, lagi-lagi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Sirodj mengeluarkan pernyataan yang mengundang pro dan kontra yaitu perlunya kurikulum agama dikaji ulang, khususnya bab tentang sejarah karena hanya dominan menceritakan tentang perang. “Yang diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang badar, perang uhud, pantesan radikal,” katanya dalam acara konferensi wilayah PBNU Jatim di Ponpes Lirboyo, Kediri, Jatim (Republika.co.id) : Ketum PBNU Desak Kurikulum Agama Dikaji Ulang).

Lebih rinci dijelaskan Said Aqil Sirodj, ayat-ayat perang oleh beberapa pihak banyak disalah artikan. Ia berharap, semua masyarakat bisa memahami ayat-ayat Al Qur’an dan bisa mengamalkannya. Jika hal itu bisa dilakukan, tentunya akan muncul akhlak yang baik, sebab mereka bisa memahami ayat tersebut, yang kedepannya bisa muncul toleransi beragama (postmetro : Desak Kurikulum Agama Di Kaji Ulang, Said Aqil : Yang Disampaikan Sejarah Perang, Pantes Radikal).

Memahami Sebab dan Tujuan Perang dalam Islam

Perdamaian adalah asas dari ajaran Islam. Rasulullah saw mengajarkan para sahabatnya agar tidak mengandai-andaikan peperangan dan permusuhan. Beliau mengajarkan agar para sahabatnya memohon perdamaian dan keselamatan. Sebagaimana sabdanya dalam HR Bukhari No 2966 dan Muslim No 1742. “Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh (perang), tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh, bersabarlah”.

Seorang Muslim dididik dengan akhlak mulia berdasarkan Al Qur’an dan sunnah, yang mana kedua wahyu tersebut selalu mendahulukan perdamaian atau menghindari peperangan dan pertumpahan darah. Izin perang baru muncul saat umat Islam benar-benar dihadapkan pada kondisi tempur dan pada saat itu tentunya umat Islam harus membela diri dan agamanya. Sebagaimana firman Allah swt dalam :

*QS Al Baqarah ayat 190. “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
*Q.S Fushshilat ayat 34. “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik”.
*QS Al Maidah ayat 13 : “maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka”.

Dengan syariat perang, umat Islam bisa membela diri dan keluarganya serta mempertahankan adama dan wilayahnya. Umat Islam dapat beribadah dengan tenang dan dakwah pun tersebar kepada seluruh manusia. Beberapa perang yang bertujuan membersihkan institusi politik kaum Yahudi :

  1. Perang Waddan atau Perang al-Abwa, memiliki dua tujan yaitu mengacaukan pikiran pihak musuh (kafir Quraisy) dan mengadakan perdamaian dengan sebagian suku-suku di Arab.
  2. Perang al-Usyairah, bertujuan untuk mengacaukan pikiran musuh, dengan hasil Rasulullah saw membuat perjanjian damai dengan Bani Mudlij dan sekutunya dari Bani Dhamrah.
  3. Perang Safwan (Perang Badar Pertama), merupakan reaksi atas tindakan Kuraz bin Jabir al-Fahri yang menyerang unta-unta dan binatang-binatang ternak yang digembalakan Rasulullah saw di Madinah.
  4. Perang Badar al-Kubra (Besar), tujuannya yaitu melakukan blokade terhadap perekonomian musuh, mengacaukan pikiran pihak musuh, serta membuat kacau barisannya.

Bukti Sejarah

Bukti bahwa Islam berasaskan perdamaian dan peperangannya membawa nilai-nilai kemaunisaan dapat dilihat melalui wilayah-wilayah yang dimasuki umat Islam melalui peperangan, yang mana sebelum peperangan masyarakatnya adalah masyarakat non muslim dan setelah peperangan masyarakatnya berbondong-bondong memeluk Islam tanpa paksaan. Contohnya Mesir, Palestina, Suriah, Jordania, Irak, Maroko, Tunisia, Turki dan lain-lain, semula dikuasai Romawi dan Persia dengan penduduk yang menganut Nasrani dan Majusi, menjadi masyarakat muslimin.

Ulasan singkat diatas saya rasa sudah menjadi dasar bahwa kurikum pendidikan agama Islan, khususnya bab yang membahas tentang perang masih layak untuk tetap diajarkan kepada para siswa, mengingat ada nilai sejarah pembuktian bahwa Islam merupakan agama yang cinta damai, tetapi bukan berarti tidak membolehkan terjadinya perang jika harga diri dan kehormatan Islam terciderai atau ternodai. Karena itu perlu diingat bahwa belajar sejarah perang, bukan berarti mengajarkan generasi penerus untuk berperang. Wallahu a’lam bishowab.

 


Oleh: Ulfah Sari Sakti
Penulis adalah Jurnalis Muslimah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini