ZONASULTRA.ID, KENDARI – Desa Margacinta, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) merupakan desa yang mewakili Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam lomba desa tingkat nasional dan berhasil meraih juara harapan I pada 2011 silam.
Hal ini tentu menjadi kebangaan tersendiri bagi Provinsi Sultra terkhusus Pemerintah Kabupaten Konsel kala itu. Namun sayangnya pernah menjadi desa terbaik, tidak menjamin kondisi Desa Margacinta dari segala aspek lebih baik dari desa lainnya yang ada di Konsel.
Tim zonasultra.id berkesempatan berkunjung ke desa tersebut dan bertemu dengan Kepala Desa Margacinta Usep Hendrawan pada 2 Juli 2022 di kediamannya.
Untuk sampai ke rumah kepala desa kita harus menempuh jarak kurang lebih 3 kilometer dari jalan poros Kendari-Moramo. Sepanjang jalan kita disuguhkan dengan pemandangan sawah dan perkebunan hortikultura milik warga setempat.
Tapi keindahan itu kurang terasa kurang karena akses jalan tidak cukup memadai, beberapa titik tidak ter aspal dan berlubang. Sangat disayangkan padahal pernah menjadi desa terbaik tingkat nasional.
Usep Hendrawan mengatakan, bahwa hal itu hanyalah sebatas predikat saja tapi tidak ada keberlanjutan untuk terus memajukan Desa Margacinta dari segala aspek, salah satunya infrastruktur jalan.
“Ya, begitulah mas kalau memang kesadaran tidak lahir dari warga akan sulit,” kata Usep.
Desa Margacinta memiliki luas 900 hektar atau 3 kilometer persegi terdiri dari 4 dusun dengan 700 Kepala Keluarga (KK). Warganya mayoritas muslim dan beberapa warga beragama nasrani, hindu dan Buddha sekitar 20 KK. Wilayah ini merupakan daerah transmigrasi dari Jawa Barat (Jabar).
Mendirikan Pusat Lelang Ikan Koi
Niat untuk memajukan kesejahteraan warganya, Usep memutar otak untuk menjadikan Desa Margacinta menjadi desa wisata yang terintegrasi dengan desa wisata Air Terjun Moramo yang telah ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menjadi 50 desa wisata terbaik di Indonesia.
Konsep desa wisata yang ingin dibangun yaitu agrowisata yang mengintegrasikan pertanian, perikanan dan perkebunan. Lahan persawahan di Desa Margacinta mencapai 375 hektar dengan 12 kelompok tani, kemudian lahan perkebunan holtikultura 1 kelompok, kemudian peternakan sapi dan yang akan menjadi maskot desa wisatanya yakni pusat lelang ikan koi.
Alasan untuk mengembangan desa wisata, karena Usep ingin pemerintah kabupaten tidak perlu melakukan studi banding di luar untuk mengetahui tata kelola pertanian yang baik serta ingin menciptakan pusat lelang ikan koi di Sultra yang memenuhi standar.
“Alhamdulillah sudah ada SK Desa Wisata dan dari pemerintah kabupaten, Pokdarwis juga sudah ada. Ini dari awal saya dorong terus supaya dana desa bisa kita anggarkan untuk pengembangan desa wisata kami,” ujarnya.
Ada tiga kelompok tani yang membudidayakan ikan koi dengan luas kolam mencapai 10 hektar. Beragam jenis ikan koi pun dikembang di sana. Dan tidak sedikit ikan koi dengan harga jutaan rupiah berhasil dijual ke pecinta koi berbagai wilayah di Indonesia. Kemudian, petani koi di desa tersebut juga sudah sering mengikuti kontes yang diselenggarakan Asosiasi Ikan Koi di Kendari.
Dusun III menjadi wilayah yang akan dibangun pusat lelang ikan koi, dalam pusat lelang tersebut akan dibuat 100 bak kolam yang menjadi tempat ikan koi. Pemerintah desa sudah menghitung anggaran untuk pembuatan bak dan gedung kurang lebih Rp200 juta.
Rencananya 2023 pusat lelang ikan koi akan dibangun. Gedung ini nantinya akan dikelola Badan Usaha Milik Desa (BumDes) agar bisa terawat dan digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Meski dikelola BumDes, Usep tidak ingin menghilangkan mata pencaharian warganya, nantinya akan dibuat regulasi dana bagi hasil dari penjualan di pusat lelang Koi antara pembudidaya ikan koi dan BumDes .
Hadirnya pusat lelang nantinya juga untuk menjamin agar harga ikan koi bisa stabil, pencatatan penjualan di desa bisa lebih rapi. Kemudian BumDes akan membantu pemasaran dari para pembudidaya ikan baik melalui online maupun offline.
“Saya ingin mereka itu menjual dengan santai di pusat lelang. Jadi nda ada lagi keluhan harga anjlok karena permainan harga di kalangan pembudidaya ikan setempat,” imbuhnya.
Tak hanya menjadi pusat penjualan, Desa Margacinta juga nantinya akan menyelenggarakan event konteks ikan koi di Sultra dengan adanya gedung tersebut. Event ini sudah sering digelar di Kendari tapi belum ada tempat yang memenuhi standar konteks.
Pusat Ikan Koi Jadi Daya Tarik Pengunjung
Usep optimis event kontes ikan koi akan mendatangkan pengunjung di Desa Margacinta. Apalagi peserta yang datang dari berbagai kabupaten/kota di Sultra. Untuk menjamu pengunjung maka akan disiapkan berbagai fasilitas penunjang seperti tempat makan sekaligus tempat pemancingan.
Kemudian siapkan pula pusat kuliner UMKM desa setempat yang menjual makanan khas tradisional. Serta, disiapkan pula tempat penjualan hasil-hasil perkebunan mulai dari buah dan sayuran.
“Tentunya ini kita integrasikan semua, koi jadi ikon penarik. Ketika mereka sampai disini kita suguhkan fasilitas layaknya desa wisata, dan saat meninggalkan desa ada yang bisa dibawa pulang,” katanya.
Tak hanya itu, peternakan sapi juga akan dibuatkan pusat pembuatan pupuk organik yang bekerjasama dengan kampus Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Sehingga desa wisata Margacinta bisa menjadi tempat untuk berlibur sekaligus untuk edukasi penelitian bagi mahasiswa atau kalangan umum lainnya.
Ancaman Perusahaan Kelapa Sawit
Di tengah semangat tersebut, keindahan alam Desa Margacinta terancam dengan hadirnya perusahaan kelapa sawit yang akan melakukan penanaman di sekitar wilayah desa.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Margacinta Toro Rudendi mengatakan, sejak 2016 PT Tiran sudah mulai melakukan pembebasan lahan di Kecamatan Moramo untuk penananman kelapa sawit.
Kata dia, belajar dari pengalaman di wilayah lain yang sudah ada aktivitas perkebunan sawit, banyak dampak negatif timbul di antaranya kerusakan lingkungan dan konflik agraria serta rusaknya sektor pertanian rakyat terutama sektor pertanian pangan.
Warga di sana pun tidak tinggal diam, di setiap momentum hari tani nasional mereka melakukan aksi di Pemda Konsel, BPN Provinsi Sultra, DPRD Provinsi Sultra.
Selain itu juga mereka melakukan pengaduan langsung di Kantor staf presiden (KSP), Kementerian ATR/BPN, dan Kemendes.
Bahkan 2017 pemerintah desa sudah mengusulkan desa Margacinta agar menjadi lokasi prioritas pelaksanaan program reforma agraria Jokowi ke Bupati Konsel, BPN konsel, Kanwil BPN Provinsi, Kementerian ATR/BPN, Kemendes, KLHK, dan KSP.
“Termasuk ke Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sultra yg pernah dibentuk oleh PJ Gubernur Sultra pak Saleh Lasata,” kata Torop Rudendi.
Sampai saat ini, warga belum merasa aman karena PT Tiran diduga sudah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). Informasi itu didapatkan Torop Rudendi saat PT Tiran menyampaikan dalam acara RDP 3 bulan lalu bersama komisi II DPRD Konsel.
Apabila hal itu benar, bisa dipastikan akan menjadi ancaman bagi masyarakat Kecamatan Moramo.
Secara khusus hal ini pun akan berdampak pada upaya Desa Margacinta dalam mewujudkan desa wisata. (*)
Editor: Ilham Surahmin