ZONASULTRA.COM, KENDARI – Perbedaan waktu lama berpuasa di sejumlah negara berbeda-beda, Indonesia sendiri lama waktu berpuasa 13 jam dan termasuk dalam negara dengan kategori singkat sedangkan negara yang paling lama waktu berpuasanya salah satunya Oslo (Norwegia) yang mencapai 20 jam.
Nah, bagaimana dengan negara di belahan Eropa misalnya seperti Inggris (UK) di mana umat muslim di sana harus berpuasa selama 17 hingga hampir 19 jam.
Puasa Ramadan tahun 2020 ini memang jauh berbeda dengan tahun sebelumnya akibat adanya pandemi virus corona (covid-19). Sejumlah aktivitas rutin digelar saat Ramadan seperti salat tarawih berjamaah, ngabuburit hingga buka bersama tidak ada lagi karena larangan dari pemerintah.
Tentunya hal ini akan sedikit membuat bosan karena harus berdiam diri di rumah dengan aktivitas begitu-begitu saja. Hal itu pun dirasakan salah satu warga Sultra Ririn Syahriani (35) yang saat ini menetap di Inggris (UK) tepatnya di Kota Bristol, jaraknya kurang lebih 3 jam naik bus dari London.
Ririn bercerita puasa tahun ini merupakan puasa tahun ke-4 baginya sejak tinggal di Bristol tahun 2017 lalu. Sama halnya kondisi dengan di Indonesia situasi pademi corona mengubah suasana Ramadan tahun 2020 ini, tidak ada aktivitas sama sekali di luar rumah karena adanya lockdown oleh pemerintah setempat.
Belum lagi tahun ini, ia harus menjalani puasa selama 17 jam lamanya. Rasa bosan selalu menghampiri selama menjalankan ibadah puasa hingga berbuka. Selain untuk beribadah waktunya banyak dihabiskan menonton YouTube dan Neflix serta belajar, meski waktunya lebih singkat ketimbang nonton.
“Susah konsennya kalau belajar di tengah situasi saat ini dan waktunya sangat terasa lama karena tanpa aktvitas,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (2/5/2020) malam kepada zonasultra.
Ririn yang saat ini sedang menempuh studi S3 di University of Bristol juga menyebutkan, bahwa tahun ini juga dirinya tidak memasak berbagai hidangan menu berbuka dan sahur karena stok bahan makanan terbatas. Sehingga ia hanya menyiapkan menu seadanya. Sementara tahun lalu dirinya memasak berbagai menu makanan Indonesia karena bahan masakan melimpah.
Menu yang paling sering dimasak Ririn biasanya adalah bala, cireng, ayam balado, mie goreng atau domba panggang serta bakso. Di kondisi saat ini ia hanya memasak bakso yang dibuat banyak, dijadikan campuran nasi goreng atau capcay.
“Dulu masakan melimpah karena teman-teman datang kesini juga untuk makan, jadi rame kalau sekarang kan tidak bisa lagi,” ujarnya.
Memasuki Ramadan ke-9 ini pun aktivitasnya hanya di dalam rumah saja dan tidak pernah keluar hanya saja setiap pagi ia berjemur di depan rumah. Dan saat ini juga Ririn menjalani bimbingan online untuk menyelesaikan studinya.
Terkait waktu berpuasa, dirinya berpuasa mulai pukul 3.18 dini hari hingga berbuka pada pukul 8.38 malam. Kemudian untuk salat tarawih dimulai pukul 10.30 malam hingga setengah 12 malam. Sedangkan waktu untuk sahur pukul 2.45 dini hari.
“Tahun ini kita masih ada jeda untuk tidur sekitar 2 jam kemudian bangun sahur terus lanjut subuh. Setelah tidur lagi, semua ibadah dialihkan ke rumah dan tidak ada yang ke masjid,” katanya.
Jika dibanding dengan puasa pada tahun 2017 lalu dengan lama waktu hampir 19 jam, dirasakan Ririn jauh lebih berat tahun ini. Sebab, tahun 2017 meski mecapai hampir 19 jam ia bisa menjalankan aktivitas secara normal dan waktu tidak terasa bila dibandingkan sekarang.
Puasa tahun sebelumnya, ia biasanya menjalani aktivitas ke perpustakaan untuk belajar hingga jam 8 malam, kemudian pulang ke rumah untuk bersiap menyediakan menu berbuka puasa, kemudian pukul 9.30 malam berbuka. Usai itu melaksanakan salat Isya dan tarawih di Masjid mulai jam setengah 12 malam hingga setengah 1 dini hari.
Lanjut subuh jam 2 lewat dini hari. Sehingga biasanya warga muslim di sana memilih tidak tidur usai salat tarawih. Karena jeda waktu untuk sahur menuju salat subuh sangat pendek. Dan biasanya Ririn memilih untuk tidak makan sahur karena masih terasa kenyang saat berbuka.
“Istilahnya saya gabung saja saat berbuka karena masih kenyang. Kalau tidur ya takutnya kebablasan heheh,” katanya.
Ririn menyampaiakan bahwa umat muslim perempuan di Inggris banyak yang mengganti puasa Ramadan di musim winter (bersalju) dan terasa lebih dingin bulan 12 hingga bulan 2, karena waktu salat subuh jam setengah 7 pagi dan magrib pukul 4 sore sehingga lama berpuasa sangat singkat bila dibanding bulan lain.
Kemudian saat puasa tahun sebelumnya Ririn bersama teman muslim lainnnya sering ngabuburit di Masjid. Bedanya dengan Indonesia menu untuk berbuka puasa dibawa masing-masing orang yang ke masjid kemudian disantap bersama.
Pernah ia bersama temannya membuat bakwan dan ternyata disukai orang di sana.
Karena yang muslim kebanyakan imigran makanan terbanyak merupakan menu makanan Pakistan, India dan benua Asia.
Misalnya nasi biryani berpuluh-puluh kotak, ada juga sup pakistan.
Bahkan warga di sana juga bawa kue tart, anggur, susu dan kurma serta pizza. Selain itu menu lainnya juga sangat banyak didatangkan ke masjid.
“Ada yang pernah bawa makanan khas Perancis tapi lupa apa namanya, biar begitu memang biasa ada juga yang nda bawa apa-apa biasanya mahasiswa heheheh,” kata Ririn.
Hal yang paling dirindukan pada saat bulan puasa di Inggris, tambah Ririn, adalah biasanya ada satu momen sekali setiap bulan Ramadan komunitas umat muslim di Inggris membuat buka puasa di jalan yang hadir lebih dari 3.000 orang bahkan dihadiri juga oleh masyarakat setempat yang non muslim.
Dana untuk berbuka puasa itu merupakan urungan dari komunitas muslim di Inggris, serta beberapa pemilik toko juga ikut menyumbangkan donasinya. Ririn pun turut ikut sebagai panitia pelaksana kegiatan itu.
“Intinya tahun ini puasanya jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, intinya kangen rindu suasana sebelumnya. Tapi biar begitu kita harus tetap semangat menjalani puasa di tengah pandemi corona ini,” tukasnya.
Untuk diketahui saat ini total kasus positif virus corona di Bristol mencapai 593 kasus. Pemkot Bristol sendiri telah mengeluarkan instruksi lockdown sejak pertengahan Maret lalu higga saat ini. (a/SF)
Reporter : Ilham Surahmin
Editor : Kiki