ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Penyalahgunaan obat jenis Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) atau yang tren disebut mumbul sedang hangat diperbincangkan masyarakat luas setelah adanya dua orang warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) meninggal dunia usai mengkonsumsinya. Tidak hanya itu, sekitar 50 orang lebih terpaksa dilarikan ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan medis.
Selain harga yang sangat murah, jenis obat berbahan utama dari Somadril dan Tramadol sebagai bahan dasar dari pil memabukkan itu terbilang sangat mudah ditemukan di beberapa kios serta apotik yang ada disekitar kita. Bahkan diduga kuat, ada oknum yang sengaja menyimpannya dalam jumlah banyak, kemudian diperjual belikan di lingkungan masyarakat.
Salah seorang mantan pengguna obat PCC ini, DA (24) menuturkan, obat jenis somadril memang mudah didapatkan di beberapa apotik di Kendari, namun setelah adanya penggolongan narkotika, obat tersebut dijual dengan secara sembuyi-sembunyi.
“Di apotik itu banyak, cuman kalau kita belum kenal dengan penjaga apotiknya, mereka akan bilang tidak ada. Kalau yang sudah dikenal akan di arahkan ke tempat tertentu untuk transaksi,” kata perempuan yang baru saja lulus pendidikan tinggi di salah satu universitas swasta di Kendari itu, Kamis (14/9/2018)
Harga obat itu sendiri terbilang bervariasi, mulai dari harga Rp 50 sampai Rp 75 ribu per 50 butir. Sehingga tak heran, banyak remaja terjerumus dalam lubang neraka setelah mengkonsumsi pil ini.
Saat masih menggunakan obat tersebut, DA kerap meneguk tiga butir dalam sekali minum, jika belum bereaksi, maka dia menambah menjadi lima butir dengan maksud agar reaksi obatnya bisa lebih cepat.
Ketika sudah dalam pengaruh obat tersebut, maka si pengguna akan merasa bagaikan melayang-layang alias hilang kontrol kesadaran. Di saat itulah kejadian aneh layaknya orang gila yang diperlihatkan oleh si pengguna ini.
“Pokoknya kita menganggap bahwa dunia ini hanya kita yang punya. Biar banyak hutang di luar di lupa dulu. Biar orang yang kita tidak kenal akan kita sapa, istilahnya sok-sok akrab begitu,” imbuhnya sembari tertawa.
Yang paling ekstrim adalah bagi kaum wanita. Sebab saat dalam pengaruh obat mumbul ini, si pengguna seakan tidak memiliki kekuatan fisik, sehingga saat ada seorang laki-laki yang bersikap kurang ajar, si pengguna tidak bisa berbuat banyak.
Dengan nada cangung, ia mengaku jika kesuciannya direngut saat tubuhnya dalam pengaruh obat haram itu. Hal itu dialaminya saat baru beberapa kali menggunakan obat jenis somadril.
Bahkan ia juga pernah menyaksikan teman wanitanya disetubuhi oleh teman lelakinya padahal mereka tidak memiliki hubungan spesial apapun.
“Kalau daya ingat kita masi ada, bahkan kita masi mengenali siapa disekitar kita. Tapi kita tidak bisa apa-apa. Waktu saya melihat itu, saya hanya tertawa saja, dan bilang apa kalian bikin kasian,” tuturnya.
DA mengaku berhenti menggunakan obat tersebut setelah memasuki semester akhir. Meskipun proses menghindari obat ini tidak mudah, karena rasa ingin menggunakannya masih sering muncul. Efek ketergantungan akan pil ini sangat dirasakannya saat itu. Namun usahanya terbilang sukses dan berhasil menjauhi obat tersebut.
Di awal-awal berhenti, lanjutnya, ia siring merasakan sakit kepala, dua kelopak matanya terlihat memar, layaknya orang yang habis dikeroyok, bahkan sempat mengalami gejala lumpuh.
“Yah awalnya susah, hanya saya mulai batasi, begitu pulang di kampung, pelan-pelan keinginan untuk menggunakannya mulai hilang, dan sampai akhirnya bisa terlepas dari pengaruh obat ini,” katanya.
DA mengaku sudah tidak ingin lagi menggunkan obat tersebut, bahkan menyebut namanya saja ia merasa trauma, sebab banyak hal-hal negatif yang dilakukannya saat dalam pengaruh obat yang kini menelan korban jiwa itu.
Ia berharap, para remaja tidak terpengaruh oleh rayuan kenikmatan yang ditawarkan oleh obat ini. Karena pil itu bukan hanya merenggut masa depan mereka, bahkan bisa menyebabkan kematian bagi penggunannya. (A)
Reporter: Restu Tebara
Editor: Abdul Saban