Cerita Warga Bombana Pertahankan Tanahnya dari Perampasan Pengusaha Cina

POHON - Sejumlah pohon yang diduga dirusak oleh pihak perusahaan PT Bishi Industry Group (BIG) di Desa Pulau Tambako, Kecamatan Mataoleo, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). (Foto: Istimewa)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Darwia (45), warga Pulau Tambako, Kecamatan Mataoleo, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama empat orang rekannya mendatangi markas Kepolisian Daerah (Polda) setempat pada Kamis (9/1/2020), untuk mengadukan soal pengrusakan tanaman yang dilakukan oleh pihak perusahaan asal negara Cina PT Bishi Industri Group (BIG).

Didampingi kuasa hukumnya, La Ode Muhammad Faris, warga dipaksa menjual lahannya ke PT BIG untuk membangun pabrik baja. Sebanyak 43 warga pun beramai-ramai menolak memberikan tanah tersebut pada pengusaha asal Cina, Wu Ley.

Darwia bersama orang warga lainnga mengaku dipaksa angkat kaki dari lahannya karena menolak ganti rugi lahan yang dibayar sangat murah, yakni Rp 7 ribu per meter.

Aksi penolakan itu bermula pada Rabu (8/1/2019), perusahaan asal Tiongkok ini meneken memorandum of understanding (MoU) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Bombana untuk memuluskan investasinya. Perusahaan itu membutuhkan sekitar 1000 hektare lahan yang meliputi dua desa di Kecamatan Mataoleo yakni, Desa Pulau Tambako dan Desa Tanjucu.

Setelah MoU, perusahaan mendatangi warga agar mau melepas lahannya dengan harga Rp 7 ribu per meter. Harga yang sangat rendah itu, tentunya ditolak warga karena dinilai tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh dari lahan mereka selama ini. Lalu warga menawarkan harga Rp 200 ribu.

(Baca Juga : Perusahaan Tambang Hadir, Warga Mataoleo di Bombana Terpecah)

“Pihak perusahaan telah mematok harga Rp 7 ribu permeter. Kalau dijual, bagaimana anak cucu kami ke depan. Mau hidup bagaimana. Sementara karena lahan ini, anak-anak kami bisa sekolah, di situ ada tanaman jambu mete, mangga, kelapa. Kebun itu jadi sumber kehidupan kami,” ungkap Darwia saat ditemui di Kendari, Kamis (9/1/2020).

Ia bercerita, lahan di desa itu telah dikelola secara turun temurun sejak tahun 1982. Warga juga setiap tahun aktif membayar pajak tanah tersebut. Tapi belakangan, perusahaan yang didukung oleh pemerintah datang meminta agar warga melepas tanahnya dengan harga muruh.

Selain menghadapi perusahaan, menurut Darwia, ia juga sering berdebat dengan aparat pemerintah desa termasuk petugas kepolisian yang dianggapnya cenderung memback up perusahaan tersebut.

“Saya pernah didatangi polisi. Dia sebut saya anjing, binatang dan mengancam akan memenjarakan saya. Ada videonya jelas itu,” beber Darwia.

Tanah Warga Diduga Akan Dialihkan ke Warga Cina

Kuasa hukum warga, La Ode Muhammad Faris bersama warga memperlihatkan sejumlah dokumen surat pernyataan pengalihan penguasaan atas sebidang tanah dari antara perusahaan dan warga. Dalam surat itu, PT Bishi Industry Group diwakili oleh Mr Wu Lei sebagai President Director perusahaan sebagai pihak pertama dan warga sebagai pihak kedua.

Cerita Warga Bombana Pertahankan Tanahnya dari Perampasan Pengusaha CinaBagi Faris, ada yang janggal dalam surat tersebut. Sebab, lahan akan diberikan ke warga Cina yang notabene tidak punya hak menguasai lahan di Indonesia.

“Kita bicara bukan hanya keselamatan warga, tapi kedaulatan negara. Bahwa jual beli yang dicoba dilegalkan, bertentangan UUD, terjadi jual beli antara warga Negara Indonesia dan warga negara asing sebagai pihak kedua,” bebernya.

Tak hanya itu, Faris menyebut, pihak kejaksaan juga turut andil dalam urusan tanah dan meminta warga menerima nilai pembebasan Rp 7 ribu per meter.

“Aneh juga kalau sudah ada jaksa yang muncul. Apa urusan mereka di sana,” ungkap Faris.

Selain itu, warga juga sudah mulai dibatasi untuk mengurus surat keterangan tanah (SKT) untuk melegalkan tanah mereka. Faris mengungkapkan, Kepala Desa Pulau Tambako mau membuat SKT 43 warga jika menerima pembebasan lahan Rp 7 ribu per meter.

(Baca Juga : Alpen : Perempuan yang Paling Dirugikan dari Aktivitas Pertambangan)

“Bagaimana mungkin kita mau terima, lahan tersebut sangat produktif. Di situ ada tanaman jangka panjang, jambu mete, kelapa dan jati. Untuk harga Rp 7 ribu itu lebih mahal bayar pemanjat pohon kelapa Rp 10 ribu,” beber Darwia.

Konflik Sosial di Tengah Masyarakat

Saat ini, kata dia, di antara warga telah terjadi pro kontra dengan kehadiran perusahaan tersebut. Beberapa warga yang menerima, memaksa warga yang menolak untuk tunduk pada aturan pemerintah daerah.

“Warga ini sudah dipekerjakan di perusahaan itu. Bahkan bersama perusahaan datang dan mengancam akan mengusur lahan warga secara cuma-cuma tanpa adanya ganti rugi,” jelasnya.

Bahkan, lanjut Faris, konflik warga sudah cukup ekstrem. Salah seorang nenek yang menolak melepas lahannya dipukul oleh oknum kepala kampung di desa itu.

“Korban bernama Naria (60) dipukul dalam rumahnya saat suaminya keluar. Korban sudah melapor ke Polres Bombana namun tidak diberikan bukti laporannya,” jelas Faris.

Di saat warga masih mempertahankan lahannya untuk tidak dijual murah, beberapa pekerja perusahaan datang merusak tanaman warga pada Selasa (7/1/ 2020).

Cerita Warga Bombana Pertahankan Tanahnya dari Perampasan Pengusaha Cina
Empat orang warga Desa Pulau Tambako, Kecamatan Mataoleo, Kabupaten Bombana, didampingi kuasa hukum saat di wawancarai sejumlah wartawan di salah satu warkop di Kendari, Kamis malam (9/1/2020)

Di tempat yang sama, Rasna (46) warga Desa Pulau Tambako mengaku, dua pohon jambu mete, tiga pohon kelapa dan satu pohon mangga ditebang oleh pelaku. Selain itu, Hasnia (49) juga membeberkan tanamannya juga dirusak pada hari yang sama. Yakni, dua pohon kelapa dan beberapa pohon jambu mete.

“Beruntung kami turun langsung melarang penebangan itu,” kata Rasna diamini Hasnia.

Hasnia menjelaskan, sejumlah pohon yang telah dirobohkan itu menjadi sumber penghidupan mereka selama ini, selain pergi melaut. Atas peristiwa itu, akhirnya warga melaporkan perusahaan tersebut ke Mapolda Sultra pada Kamis 9 Januari 2020 atas dugaan pengrusakan tanaman.

“Semoga polisi menindaklanjuti laporan warga ini. Ini merupakan pidana murni dan harus diproses oleh polisi,” tutur Faris.

Jauh sebelumnya, lanjut Faris, enam orang warga telah dilaporkan ke polisi atas dugaan penipuan atas kesepakatan soal tunjangan hari raya (THR).

Keenam warga itu adalah Rasna, Hasta, Habibah, Samsir N, Wa Una dan Siti Nur Faidah.

“Warga juga dilaporkan ke Polres Bombana oleh perusahaan dengan nota kesepakatan. Perusahaan mengaku merasa ditipu bahwa sudah memberi Rp 5 juta bentuknya THR atau bonus,” tuturnya.

Menurut Faris, kesepakatan itu tidak menyangkut soal tanah dan warga tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, Hubungan Masyarakat (Humas) PT Bishi Industry Group Abbas mengatakan, pihaknya tidak pernah memaksa warga untuk melepas tanahnya.

“Kami juga tidak melakukan pengrusakan tanaman. Yang menebang tanamannya itu adalah warga sendiri,” kata Abbas saat dihubungi.

Ia menyebut, pihaknya membebaskan lahan yang memilki berkas yang jelas dan diketahui oleh pemerintah desa setempat.

“Sudah lakukan proses pembebasan lahan dan sudah clear. Sudah tidak ada masalah. Kita itu berbasis berkas, kalau tidak lengkap berkasnya, kita tidak bayarkan,” jelasnya.

Mengenai 43 warga yang menolak lahannya dibebaskan dengan harga Rp 7 ribu permeter, Abbas mengaku tidak tahu lantaran tidak pernah diberi tahu oleh perusahaan.

“Saya nggak tahu itu, karena tidak pernah disampaikan ke kita. Yang ada justru beberapa warga sudah melakukan transaksi awal lewat kita, baik pemberian bonus sebagai ikatan harga.

“Ada yang setuju dan belum mengambil, dan ada beberapa diwakili oleh keluarganya. Intinya, kita membeli barang yang clear. Tidak ada pemaksaan, kita juga harus pastikan legalitas tanahnya,” tuturnya.

Sementara itu, Kapolres Bombana AKBP Andi Herman membantah adanya intimiasi warga.

“Tidak benar itu pak, tidak pernah ada intimidasi dari aparat terkait pembebasan lahan,” singkatnya melalui pesan Whatsapp, Jumat (19/1/2020). (b)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini