Tragis, apa yang dialami Audrey seorang Siswi SMP di Pontianak yang dikeroyok oleh 12 siswi SMA, para pelaku dengan barbar menganiaya korban, bahkan tega merusak organ intim korban. Kasus ini menjadi viral, dukungan pun bermunculan. Tagar #justiceForAudrey menjadi tranding topic di Tweeter. Bahkan petisi dukungan untuk Audrey Pun sudah ditanda tangani hampir dua juta orang dan terus bertambah.
Kasus Audrey bukanlah yang pertama dan mungkin bukan yang terakhir. Banyak Audrey-audrey lain di luar sana yang mengalami nasip yang sama. Kondisi ini seperti gunung es, hanya sedikit yang muncul dipermukaan. Kekerasan terhadap remaja makin meningkat, Ironisnya, para pelaku pengeroyokan Audrey juga masih remaja. Para remaja menjadi korban sekaligus pelaku kekerasan. Banyak remaja yang semakin berani memukul guru, membegal, menjadi cyber bulying verbal maupun tulisan. Kekerasan tak hanya dilakukan oleh anak laki-laki tapi juga oleh remaja putri. Banyak remaja putri dinegeri ini, tak menampilkan kelemah lembutan tapi berubah beringas tak berhati nurani. Sosok gadis-gadis manis namun sadis.
Penerapan sistem sekuler telah merusak tatanan kehidupan masyarakat. Banyak anak- anak yang tumbuh dalam keluarga yang minim edukasi. Banyak orang tua yang disfungsi sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Orangtua hanya sibuk mengenyangkan anak-anak mereka dengan fasilitas mewah, orang tua yang hanya tahu melahirkan anak tapi tidak menjalankan fungsi pendidikan terhadap anak. Banyak lelaki yang tidak paham menjalankan fungsinya sebagai ayah. Ayah yang hanya sekedar menjadi ayah yang hanya memanjakan anak dengan materi atau hanya pintar memarahi anak, namun minim inspirasi sebagai orang tua. Begitu juga kaum ibu yang tak jauh berbeda dengan para ayah. Akibatnya lahirlah remaja- remaja yang hedonis, antisosial; pemarah, tak mau kalah dan miskin empati.
Lingkungan juga menyumbang kerusakan moral remaja. Lingkungan sekitar remaja dihuni oleh masyarakat hedonis dan materialistik. Masyarakat kebanyakan tak menjalankan fungsinya sebagai pengontrol dan muhasabah. Tak jarang kekerasan terjadi karena abainya masyarakat. Mereka tidak mau terlibat dengan urusan orang lain, cuek dan masa bodoh.
Ditambah lagi, akibat abainya Negara. Anak- anak jauh dari jiwa kepahlawanan dan setia kawan. Negara yang seharusnya menjadi filter bagi masyarakat mengalami disfungsi. Negara abai terhadap apa yang menjadi panutan remaja- remaja kita, sinetron remaja yang tidak mendidik terus bergentayangan, Tokoh Fiktif semcam Dilan dijadikan panutan oleh Negara. Bagaimana bapak Presiden begitu bangga memberikan komentar pada awak media seusai menonton Film Dilan. Bahkan Gubernur Jawa barat, Ridwan kamil meresmikan Taman Dilan dan Hari Dilan. Entah apa tujuannya, padahal tokoh Dilan tak layak menjadi panutan remaja dan masyarakat. Masih banyak tokoh- tokoh Pahlawan yang harusnya dikenalkan terhadap generasi muda. Bukan sosok fiktif seperti Dilan. Negara juga gagal menghasilkan peraturan yang bisa menjerat para pelaku kekerasan. Solusi yang dibuat tak pernah menyentuh akar masalah. Undang- undang yang dibuat saling tumpang tindih. Kita menyaksikan para pelaku pengeroyokan Audrey bahkan tidak bisa kena delik pidana karena terikat dengan UU Perlindungan Anak. Mengingat para pelaku masih dibawah umur.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem Islam. Dulu saat Islam menjadi asas kehidupan masyarakat selama lebih dari 1300 tahun. Islam mampu melahirkan sosok-sosok remaja yang bertaqwa, penuh tanggung jawab dan penuh empati. Usmant bin mas’un ra rela berhenti mendapat jaminan keamanan dari pamannya, ketika melihat para sahabat mengalami penyiksaan oleh kafir Qurais Mekkah. Ia tidak sanggup mendapati dirinya dalam rasa aman sementara saudaranya menderita.
Sistem Islam juga berhasil menciptakan lingkungan yang baik dan sehat bagi masyarakat, termasuk remaja. Kita tentu mengenal Muhammad Alfatih yang sudah menjadi Khalifah diusia belasan tahun, bahkan mampu memimpin pasukan besar membebaskan kontstantinopel. Namanya masih menginspirasi hingga kini. Islam juga melahirkan pemimpin seperti mu’tshim Billah yang mengirim tentara terbaiknya menuju romawi hanya menyelamatkan kehormatan seorang budak wanita yang dilecehkan tentara Romawi di amuria.
Sungguh hanya sistem Islam lah yang mampu menjadi soslusi bagi kasus- kasus kekerasan pada remaja dan seluruh carut marut bangsa ini. Islamlah yang mampu mengembalikan remaja kepada fitrah kemanusiannya. Menjadikan mereka remaja tangguh berprestasi juga penuh rasa empati. Tentunya itu hanya bisa terwujud jika Islam diterapkan dalam kehidupan individu, masyarakat dan Negara. Wallu a’lam bishowab.
Oleh Nurdalena,S.Pd. ( Ummu Fathul)
Penulis adalah seorang Pendidik