Digital Destination, Tetap butuh “Filter”

Ahmad Nizar (ino)
Ahmad Nizar (ino)

Tahun 2018 Menteri Pariwisata RI Arief Yahya meluncurkan Program Digital Destination. Destinasi Digital adalah sebuah destinasi yang mengemuka ditengah publik dikarenakan menjadi heboh di dunia maya, menjadi viral di media sosial, dan banjir viewer atau follower di Instagram atau Instagramable. Hal ini tentu memiliki pertimbangan atas perubahan zaman yang masuk kedalam era digital.

Sedikit melihat secara global sebagai bahan agar program kepariwisataan tetap di tingkatkan, bahwasannya Pariwisata Indonesia per januari-september 2017 berhasil mendatangkan 10,46 juta wisman atau tumbuh 25,05%. Namun secara performance indonesia masih sangat kurang, sebab negara tetangga seperti singapura yang mampu menggaet 15 Juta wisman serta Thailand bahkan mencapai 30 Juta menjadi salah satu indikator pembanding ( Banchmarking ) yang cukup rasional meski indonesia memiliki kekayaan potensi wisata yang melimpah dibanding 2 Negara tetangga tersebut.

Indonesia juga harus melihat strategi Hardselling atau promosi yang dilakukan secara langsung dan to the point, dengan istilah hits-nya ‘take it or leave it’, pilihannya hanya dua ‘beli atau tidak beli’, sebab strategy ini cukup berhasil di beberapa negara tetangga yang justru potensi wisatanya sangat kurang dibanding indonesia.

Kembali kepada Program Digital Destination ( Destinasi Digital ) ibarat kata promosi sebuah destinasi wisata saat ini, sudah tak terbantahkan sangat potensial jika menggunakan jalur Digitalisasi. dengan syarat Destinasi tersebut potensi Layak Foto atau Fotogenik.

Menggaris bawahi bahasa Destinasi Digital, tentu tidak serta merta rekaman gambar apapun terkait destinasi wisata kemudian menjadi final langsung bisa di upload ke media sosial seperti instagram dll, dengan harapan memberi daya tarik wisatawan.

Mengapa Program Digital destination butuh “Filter”? sebab bisa jadi sebuah output promosi digital yang dilakukan berbanding terbalik dengan harapan atas penerimaan publik khususnya wisatawan.

Saya mengambil contoh, dalam pengambilan gambar yang akan diupload si pengauplod tidak memeiliki pemahaman soal etika yang berkaitan dengan gambar lingkungan, flora & fauna dan hal lain yangbisa mengundang reaksi negatif.

Contoh kongrit jika program Digital Destinasi ini dijalankan oleh semua pihak tanpa pemahaman tersendiri soal etika bijak dalam mempromosikan destinasi secara visual, misalnya seorang uploader ingin menyampaikan promosi wisata bawah laut dengan meperlihatkan terumbu karang yang indah dan di sekitarnya ramai dengan wisatawan yang sedang snorkling atau diving, namun tanpa di amati dengan baik atau kurang pemahaman ada wisatawan yang sengaja menginjak karang saat berfoto. Contoh lain ingin mempromosikan spot selfie atau keindahan destinasi namun disekitar destinasi yang di foto atau di videokan banyak terdapat sampah dan coretan di dinding atau bebatuan. Dan contoh ke tiga misalnya ingin mempromosikan sebuah destinasi namun keindahan yang diciptakan lewat gambar menrupakan hasil editan dengan tingkatan yang cukup tinggi hingga sampai memanipulasi gambar objek dengan harapan gambar yang di upload sangat menarik.

Hal diatas hanya contoh kecil dari sekian banyak contoh jika program Destinasi Digital tidak dibarengi “Filter ” dengan pemahaman akan aturan dan etika menampilkan sebuah visual untuk tujuan promosi destinasi wisata.

Apalagi generasi Milenial yang tidak sedikit dari mereka menjadi selebgram karena kegiatan traveling destinasi wisata yang terus di posting, menjadi bagian yang dipastikan menjadi salah satu motor kekuatan dari program Digital Destinasi ini, dengan ruang ekspresi mereka yang terbuka lebar tentu wajib di imbangi dengan konsep, atau rule yang baik untuk tujuan yang di harapkan.

Kesimpulannya mari menjadi bagian dari program Digital Destination, hunting dan telusuri spot destinasi wisata yang Instagramable namun tetap memegang “filter” agar konten output benar-benar berdampak positif dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung sesuai apa yang diharapkan.

 

Oleh : Ahmad Nizar (ino)
Penulis Merupakan Penggiat Pariwisata sultra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini