Dilalap Kabut Asap, Indonesia Meratap

Langit cerah dan biru Indonesia kini tak lagi sebiru dan secerah biasanya. Bukan karena cuaca mendung dan berawan, bukan pula karena musim hujan yang melanda. Indonesia terlihat layaknya kawah gunung merapi yang sedang aktif menyemburkan asapnya. Jangankan pesawat terbang, burung pun enggan untuk melaluinya. Masyarakatnya pun berubah menjadi manusia bertopeng agar terhindar dari menghirup udara yang bisa membahayakan. Ya, saat ini Indonesia sedang meratap dilalap kabut asap.

Wilayah Indonesia, tepatnya di Sumatera dan Kalimantan, kabut asap menyelimuti hingga kurang lebih tiga bulan lamanya. Tidak sampai disitu, kini langit biru dan cerah di sebelah timur Indonesia juga mulai diselimuti dan dilalap kabut asap yaitu Papua bagian selatan hingga bumi Anoa Sulawesi Tenggara. Begitu pula dengan Jakarta si Ibu Kota negara, juga mulai dilalap kabut asap. Perlahan fenomena ini menjadi bencana yang tak terduga yang bisa saja secara nasional. Entah apa yang salah pada Indonesia, tetapi itu sudah cukup dikatakan sebagai bencana yang luar biasa yaitu kabut asap melalap Indonesia.

Mengingat suatu  adagium bahwa “tak ada asap jika tak ada api”, maka ketika kita menyinggung apa penyebab dari bencana tersebut, sudah dapat dipastikan bahwa itu akibat kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan itulah yang menyebabkan munculnya banyak asap yang menyelimuti langit biru ibu pertiwi. Kebakaran yang disebabkan oleh pembakaran hutan dan lahan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mayoritas ditunggangi oleh perusahaan-perusahaan yang mengelolah hasil pertanian Indonesia. Dengan asumsi biaya yang digunakan untuk membuka lahan pertanian dengan cara membakar hutan lebih sedikit dengan cara-cara lainnya, maka pembakaran hutan pun dianggap alternatif paling hemat. Tetapi saying seribu kali sayang, malah cara ini malah membuat masyarakat hidup dalam selimut kabut asap dengan kepungan berbagai zat berbahaya bagi kesehatan yang terkandung dalam asap tersebut.

Berdasarkan keterangan dari Sutopo, Kepala Pusat Humas dan Informasi Badan Nasional (BNPB), dampak asap akibat karhutla (kebakaran hutan dan lahan) telah menyebabkan 10 orang meninggal dunia di Sumatera dan Kalimantan baik dampak langsung dan tidak langsung serta 503.874 jiwa sakit ISPA di 6 Provinsi sejak 1 Juli-23 Oktober 2015. Tidak cukup sampai disitu, saat ini lebih dari 43 juta jiwa penduduk terpapar oleh asap (Viva news). Data ini masih korban dari Sumatera dan Kalimantan yang kemungkinan besar akan terus bertambah jika bencana kabut asap ini terus meluas. Belum selesai usaha pemerintah mengurangi masyarakat penghirup narkoba, malah kini masyarakat Indonesia terpaksa menghirup kabut asap.     

Bencana kabut asap ini tidak hanya merugikan Indonesia dari segi kesehatan masyarakatnya. Di tengah keadaan ekonomi Indonesia yang begitu lemah, kabut asap menghambat transportasi masyarakat khususnya transportasi udara. Banyak jadwal-jadwal penerbangan ditunda bahkan dibatalkan karena langit yang diselimuti kabut asap. Ini bisa menyebabkan jalur transportasi tersendat atau limpu yang bisa melambat pertumbuhan ekonomi dan bisnis Indonesia. Belum selesai ratapan Indonesia akibat melemahnya rupiah, Indonesia pun terpaksa dibuat meratap akibat dilalap kabut asap.

Bencana kabut asap yang melanda Indonesia saat ini menjadi tugas berat bagi pemerintahan Jokowi Apalagi, penyebab dari munculnya kabut asap ini bersumber dari pembakaran hutan dan lahan perusahaan-perusahaan dari lokal sampai asing. Blusukan di lokasi kejadian tidaklah cukup untuk mengatasi bencana akibat ulah manusia ini. Perlu tindakan tegas Pemerintahan Jokowi untuk mencegah agar peristiwa ini tidak terjadi lagi kedepannya. Salah satunya adalah dengan mencabut izin dari perusahaan-perusahaan yang dengan sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan untuk kepentingan perusahaan semata sehingga masyarakat menjadi korban yang tak berdaya.

Menurut hemat penulis, bencana kabut asap yang terjadi saat ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintahan Jokowi. Meski sudah banyak bantuan-bantuan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia untuk menanggulangi bencana saat ini, Pemerintah Jokowi paling tidak dapat juga melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pencegahan. Beberapa tindakan tersebut antaralain yaitu Pemerintah harus membentuk tim investigasi untuk menyelidiki perusahaan-perusahaan yang terbukti terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan. Wacana yang dilontarkan DPR RI untuk membentuk Pansus perlu diapresiasi dan didukung penuh sebagai upaya pencegahan agar kedepan tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang berani melakukan pembakaran hutan dan lahan. Selain itu juga, Pemerintahan Jokowi melalui kementrian dan badan yang terkait perlu merumuskan aturan khusus untuk perusahaan-perusahaan dalam hal membuka lahan pertanian sehingga cara pembakaran hutan tidak lagi dilakukan.

Selain dari tindakan tersebut di atas, yang tidak boleh dilupakan adalah koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang memiliki hutan dan lahan yang dimanfaatkan perusahaan. Jangan sampai, ketika pemerintah pusat berteriak meneriakkan “Stop Pembakaran Hutan”, malah Pemerintah Daerah berkata sebaliknya “Silahkan Bakar Hutan” yang bisa berujung lahirnya kegaduhan. Ketika langkah-langkah ini dapat dilakukan dengan baik dan penuh komitmen, maka kedepan Indonesia tidak akan lagi meratap akibat dilalap kabut asap. (***)

 

Falihin Barakati
Wakil Ketua PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sultra