ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) memastikan tablet Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) yang dikonsumsi oleh 68 remaja yang menjadi korban penyalahgunaan obat merupakan hasil oplosan.
Kepala Dinkes Kota Kendari dr Rahminingrum mengatakan, PCC secara medis masih digunakan. Tapi PCC yang dikonsumsi oleh puluhan remaja di Kota Kendari sudah dioplos dengan obat lainnya.
“Kita memang tidak bisa handel seluruh peredaran obat dengan baik. Karena itu obat kalau yang legal, kita bisa awasi. Kita bisa lihat izin edarnya. Tapi inikan masalahnya obat ilegal, yang kita tidak tau sumbernya, pabriknya pun dimana, siapa pengedarnya,” kata Rahminingrum di Kantor Wali Kota Kendari, Jumat (15/9/2017) sore.
Dia mengungkapkan, peredaran tablet PCC sudah lama ditarik, dari tahun 2013 dan tidak diperjual belikan. lagi. Bahkan PCC sudah tidak beredar di apotek yang ada di Kota Kendari
“Tidak ada, yang ada hanya Tramadol dan itu memang resmi. Kalau apotek, dia beli obat dari Penjual Besar Farmasi (PBF). Tapi PCC ini kita tidak tau dimana mendapatkannya dan siapa yang memproduksi, kita belum tau, bahkan polisi. Itu saya kira menjadi tugas kita bersama, utamanya lintas sektor terkait,” ujarnya.
Sementara untuk Tramadol kata dia, apotek tidak boleh menjual tanpa resep dokter. Kalau pun mungkin terjadi peredaran gelap di lapangan, maka pihaknya akan mengecek dan menelusurinya.
Karena hal itu berdampak buruk bagi anak-anak sekolah. Sebab, Tramadol merupakan obat pereda nyeri untuk menghilangkan rasa sakit dari tingkat rendah sampai berat, misalnya pasca operasi.
Tramadol juga bekerja di sistem saraf pusat untuk mengurangi sensasi rasa sakit. Oleh para penyalahguna, menggunakan obat Tramadol tanpa indikasi yang jelas dan dalam dosis yang tidak sesuai akan berdampak pada kesehatan mereka.
(Berita Terkait : 30 Remaja di Kendari Bersamaan Masuk UGD Setelah Konsumsi Obat, Satu Meninggal Dunia)
“Kalau penyalahguna Fly setelah mengkonsumsi Tramadol, iya karena sistem bekerjanya menyamai obat Narkotika di susunan saraf pusat. Penggunaan tanpa indikasi di luar dosis lazim bisa menyebabkan Fly dan ketagihan yang lambat laun dosis meningkat dan berujung kematian,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, jika ada apotek yang tidak mengikuti aturan, pihaknya tidak segan-segan untuk menutup apotek tersebut.
“Ada sesuai prosedur, kalau ada pelanggaran itu ada teguran tiga kali, kalau tidak diindahkan langsung ditutup. Tapi tergantung juga dari kelalaiannya dan kesalahannya, kalau memang sangat fatal bisa langsung ditutup,” ungkapnya.
Dengan adanya kasus di Kota Kendari, Dinkes akan memaksimalkan dalam hal pengawasan sarana utamanya di apotek dan toko obat lainnya.
Kemudian meningkatkan program-program promotif preventif. Kata Rahminingrum, kalau program promotif preventif yang lalu ke arah demam berdarah dengue (DBD), maka sekarang diahlikan atau difokuskan ke Narkoba dan zat-zat yang dikonsumsi tidak sesuai dosis. (A)
Reporter: Ramadhan Hafid
Editor: Abdul Saban