ZONASULTRA.COM, KENDARI – Progres realisasi kontrak pelaksanaan percetakan sawah di Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 2017 sudah mencapai 98 persen atau 3.154 hektar dari target 3.190 hektar.
Namun realisasi kontrak tidak sebanding dengan realisasi kegiatan land clearing, land levelling, pembuatan pematang, pengolahan tanah awal, pengolahan siap tanam, dan tanam.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Provinsi Sultra Muhammad Nasir menjelaskan, meski realisasi kontrak sudah mencapai angka tersebut, namun pihaknya tidak ingin melakukan pencetakan sawah dengan mudah tanpa ada kajian terlebih dahulu.
Dua prinsip yang menjadi pedoman pemerintah yakni pihaknya harus memastikan bahwa dalam kegiatan percetakan sawah tidak boleh ada yang masuk dalam kawasan hutan seperti masalah yang terjadi di daerah lain.
Nasir ingin agar sawah dicetak di lahan milik masyarakat atau area penggunaan lain (APL) sehingga dapat berjalan dengan efisien dan efektif.
Kemudian, memastikan sumber air di daerah yang akan dicetak memadai. Sebab di Sultra banyak usulan dari daerah untuk melakukan pencetakan sawah namun ketersedian air terbatas. Padahal kebutuhan dasar sawah selain lahan adalah air dan petani.
Minimal diharapkan daerah yang dicetak itu ada sumber air baik itu dari kali, sumur pompa atau bor.
“Kita tidak mau malah cetak masalah, karena saat ini masih ada ratusan hektar sawah yang dicetak tahun lalu belum dimaksimalkan dengan baik karena tidak ada ketersedian air, petani kurang,” ungkapnya.
Pertimbangan lain yakni salah satu alasan kurangnya ketersedian air adalah kapasitas lahan yang tersedia sudah tidak sesuai dengan volume air yang ada di satu-satunya bendungan terbesar di Sultra, yakni Bendungan Wawotobi, Konawe yang diresmikan pada tahun 1988 oleh Soeharto over kapasitas yang tidak sebanding dengan lahan sawah sekitar 40 ribu hektar yang dibuka swadaya oleh masyarakat.
Selain itu juga kurangnya debit air adanya pendangkalan aliran sungai serta kegiatan pengrusakan sumber air di kawasan hutan.
“Sehingga kerjaan pertanian ini adalah kerja semua pihak bukan hanya kami guna mewujudkan ketahanan pangan dan swasembada pangan,” pungkasnya.
Anomali cuaca pun sangat mempengaruhi sebab dalam teori pertanian keberhasilan program pertanian tergantung dengan iklim atau cuaca, berbeda dengan yang lain seperti indusrti. Anomali mempengaruhi salah satunya kalender puncak tanam yang telah ditetapkan pemerintah sehingga berubah-ubah.
Kepala Bidang (Kabid) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Distanak Sultra menambahkan, pelaksanaan percetakan sawah tahun ini dilakukan pada 10 kabupaten di Sultra yakni Kolaka Timur (Koltim) 450 hektar dan realisasi kontrak sudah mencapai 100 persen, Bombana 400 hektar terealisasi 100 persen, Muna 700 hektar terealisasi 100 persen, Buton 100 hektar terealisasi 100 persen, Muna Barat (Mubar) 230 hektar namun realisasi baru 194 hektar atau 84,35 persen.
Kemudian Konut 260 hektar, Buton Tengah (Buteng) 50 hektar, Konawe 450 hektar, Konawe Selatan (Konsel) 450 hektar, Konawe Kepulauan (Konkep) 100 hektar dan semuanya telah direalisasikan 100 persen.
Untuk diketahui, 1.000 hektare untuk tiga kabupaten meliputi Konawe, Konawe Selatan dan Konawe Kepulauan tersebut dibawah kendali dan pengawasan dari Korem 143/Haluoleo Kendari.
Sedangkan dari target 2.190 hektare tersebar pada tujuh kabupaten di bawah kendali dan pengawasan Ditzeni-AD yang terdiri dari Kabaupaten Muna, Koltim, Bombana, Konut, Mubar, Buton dan Kabupaten Buteng. (A)
Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati