ZONASULTRA.COM, WANGGUDU– Kepala Desa (Kades) Mowundo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utrara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra), Adam Adhad mengancam akan menututup paksa pabrik pengolahan sagu yang masih beroperasi di Desa Awila, Kecamatan Molawe. Pasalnya, pihak pengolahan sagu tidak mengindahkan himbauannya untuk tidak membuang limbah hasil olahan sagu di kali yang menghubungkan dua desa tersebut.
“Ini saya akan datangi dan suruh hentikan itu aktifitasnya dan pindahkan di tempat lain. Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi,” ungkap Adam dengan nada kesal, Minggu (20/11/2016).
Menurutnya, gara-gara ulah para pengolah sagu yang diketahui berasal dari Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah, ratusan masyarakatnya menjadi korban pencemaran lingkugan dan penyakit akibat air limbah sagu yang masuk ke kali.
“Datang mi saja liat banyak ikan mati terapung itu di kali gara-garanya itu air limbah sagu. Kita tidak larang mengolah tapi liat juga kondisi dan situasinya, mana lagi 2017 ini desa Mowundo mau dijadikan wisata pantai baru kalau seperti ini kan bahaya,” terangnya.
Saat sejumlah awak media mendatangi pabrik sagu, pemiliknya tidak berada ditempat. Salah seorang karyawan pabrik yang enggan disebutkan namanya saat dikonfirmasi mengatakan, dirinya hanya sebatas buruh pekerja dan tak tahu menahu soal pembuangan limbah di kali Mowundo.
“Bos saya keluar pak, di sini saya hanya pekerja saja pak. Soal pabrik sagu dan pembuangan limbah itu bos saya yang tau, kami hanya kerja saja, bos saya dari Jawa Tengah,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Awila, Mardin saat ditemui membenarkan, adanya pengolahan sagu di desanya. Ia menuturkan, di desa Awila terdapat dua pabrik pengolahan sagu. Keduanya perusahaan itu berasal dari Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah.
“Iya memang betul ada dua pabrik sagu yang beroperasi di sini, Mereka mengolah sudah sekitar tiga bulan. Mereka sewa lokasi warga yang dekat kali, kita sudah berikan ijin lokasi masyarakat di sini juga menerima dan tidak keberatan,” ujarnya.
Mardin mengungkapkan, dengan adanya pengolahan sagu warganya tidak sulit lagi memproleh bahan makanan pengganti nasi ini. Bahkan, tak perlu lagi membeli karena pemilik pabrik sering membagikan kepada warga desanya.
“Tapi jika memang aktivitasnya itu telah mengganggu dan mencemari lingkungan kita juga siap berhentikan aktivitas mereka,” tukasnya. (B)
Penulis : Jefri Ibnu
Editor : Kiki