ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Dewan Pewakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti anggaran perjalanan bupati setempat bersama jajarannya ke ke PT Made Bye Good di Korea Selatan (Korsel) untuk melakukan penandatanganan sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) beberapa waktu lalu
Sorotan itu dikemukakan oleh anggota DPRD Konut fraksi Kebangkitan Pembangunan Konut (KPK) Saprin yang menyela sidang paripurna dengan agenda mendengarkan pandangan umum fraksi terkait usulan sepuluh Raperda pemda setempat di ruang sidang DPRD Konut, Senin (17/7/2017) kemarin.
Menurut Saprin, anggaran perjalanan pemda ke Korsel itu menimbulkan pertanyaan ditengah masyarakat, sehingga hal tersebut mengundang kecurigaan.
“Saya harus mengatakan dan ini berkembang di masyarakat, perjalanan itu apakah dianggarkan di APBD? Kalau dibiayai oleh orang luar, apakah itu tidak tidak termasuk gratifikasi,” tanya Saprin.
Dia menilai, anggaran perjalanan para pejabat itu patut dipertanyakan, apalagi dalam Undang-undang tertuang jika setiap perjalanan pejabat daerah harus memiliki izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Selain itu, politisi asal Golkar ini juga mempertanyakan dasar pemda melakukan penandatanganan MoU. Pasalnya, dalam Undang-undang MD3 pasal 365 yang menjelaskan dewan memberikan kontrol dan menyetujui dalam pembuatan MoU.
“Secara pribadi, saya memberikan apresiasi terhadap perjalanan bupati dan wakil bupati di Korsel. Tapi dibalik itu, kegiatan apa yang kita lakukan, bebannya harus merujuk pada undang-undang itu,” katanya.
Sayangnya, saat politisi bertubuh mungil ini menyela dan mempertanyakan hal tersebut, salah satu aparatur sipil negara (ASN) yang hadir dalam sidang paripurna itu mengeluarkan kalimat yang dianggap kurang pantas dilakukan apalagi dalam sidang paripurna DPRD.
“Doimami (Uang kami),” teriak oknum ASN itu disaat anggota DPRD mempertanyakan hal tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Ruksamin mengatakan jika keberangkatan pemda ke Korsel karena kegiatan yang melibatkan pemerintah provinsi maka sudah selayaknya pemprov hadir.
Sementara soal penandatangan sejumlah MoU dengan PT MBG di Korsel, Mantan Ketua DPRD Konut ini menjelaskan jika rujukan pemda adalah undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
“Kerjasama bilateral pemerintah daerah harus dengan persetujuan DPRD, kalau tidak salah itu sudah tidak berlaku lagi. Yang saya pahami, jika pemda melakukan kerjasama dalam bentuk utang itu harus melalui persetujuan DPRD. Yang saya lakukan ini hanya MoU kesepahaman bahwa pihak perusahaan akan berinvestasi di Konut dan pemda siap memfasilitasi sesuai dengan kewenangannya,” kata Ruksamin menjawab sorotan DPRD para sidang paripurna mendengarkan jawaban pemerintah atas pendangan umum fraksi soal 10 raperda, Selasa (18/7/2017).
Jawaban bupati itu kembali dibantah oleh Saprin. Menurutnya, dalam Undang-undang 23 tahun 2014 pasal 367 ayat 2 jika pemda dalam melakukan MoU harus melalui persetujuan DPRD dan begitu pula dalam Undang-undang MD3.
“Artinya tujuan MoU yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, wajib ada persetujuan DPRD. Menjadi persoalan diinternal kami (DPRD),” tegas Saprin.
Dia menilai, MoU yang ditandatangani oleh Ruksamin itu tidak memiliki kekuatan legislasi. Karena yang mengetahui proses penandatanganannya adalah DPRD provinsi Sultra.
“Sehingga ada pemikiran kami, pemda ini sudah tidak membutuhkan lembaga DPRD kabupaten,” ujar Saprin.
Sidang paripurna mendengarkan jawaban pemerintah terkait pandangan umum fraksi atas 10 Raperda usulan pemda itu dihadiri langusung oleh Bupati Ruksamin bersama wakilnya Raup, Ketua DPRD Jefri Prananda, Wakil Ketua I Sudiro, Wakil Ketua II I Made Tarubuana, anggota DPRD dan pimpinan SKPD lingkup pemkab Konut. (B)
Reporter : Murtaidin
Editor : Abdul Saban