ZONASULTRA.ID, KENDARI – DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) telah melakukan sosialisasi Peraturan DPRD Provinsi Sultra Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Beracara Badan Kehormatan (BK) di salah satu hotel Kendari pada Selasa (13/12/2022) lalu. Sosialisasi tersebut dihadiri perwakilan anggota DPRD beserta staf dari 17 kabupaten/kota dan seluruh anggota DPRD Provinsi Sultra.
Ketua BK DPRD Sultra, Syamsul Ibrahim menjelaskan salah satu alat kelengkapan DPR dan DPRD adalah Badan Kehormatan yang merupakan lembaga baru di parlemen Indonesia. Awalnya BK di DPR dan DPRD pada periode sebelumnya diberi nama ”Dewan Kehormatan” yang tidak bersifat tetap. Dewan Kehormatan ini hanya dibentuk bila terdapat kasus dan disepakati untuk menuntaskan suatu kasus yang menimpa anggota DPR dan DPRD.
Tepat pada periode 2004-2009, Badan Kehormatan di Indonesia didesain sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Namun, BK DPRD sebagai salah satu alat kelengkapan DPRD dalam penyelesaian pelanggaran kode etik masih mendapatkan banyak kendala terutama pada pengambilan putusan untuk melahirkan Rekomendasi BK.
Dalam penyelesaian masalah ini, wewenang BK DPRD telah jelas dalam Peraturan DPRD Provinsi Sultra Nomor 1 Tahun 2022 yang disosialisasikan tersebut. Wewenang ini di antaranya adalah memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji dan kode etik untuk memberikan klarifikasi.
“Dalam penjatuhan sanksi kepada Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada dilakukan sesuai hasil persidangan untuk perkara pengaduan atau perkara tanpa pengaduan,” ujar Syamsul Ibrahim usai kegiatan tersebut.
Sebagai pemateri dalam acara itu, Praktisi Hukum Dahlan Moga menjelaskan diperlukan strategi peningkatan kinerja BK DPRD dalam menegakkan kode etik sebagai penjaga marwah dan martabat DPRD.
Kata dia, terdapat beberapa strategi yang dapat ditempuh untuk peningkatan kinerja BK DPRD, salah satunya adalah BK DPRD dapat mengevaluasi kehadiran anggota DPRD pada daftar hadir rapat-rapat yang sudah diagendakan oleh Badan Musyawarah DPRD. BK DPRD juga bekerja sama dan meminta bantuan dari Sekretariat Dewan dalam pengumpulan absensi anggota DPRD.
“Dan tentu hal ini sangat membantu kinerja Badan Kehormatan DPRD. Selanjutnya diharapkan adanya transparan dalam pembahasan rekap kehadiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam setiap rapat,” ujar Dahlan yang juga seorang advokat.
Sementara itu, pemateri lainnya, Yusdianto menjelaskan dalam penanganan perkara etik di BK DPRD maka hal-hal yang harus diperhatikan antara lain format aduan harus jelas, registrasi aduan dan perkara harus benar-benar jelas, serta pelapor dan terlapor harus jelas.
“Dan yang terpenting adalah staf Badan Kehormatan harus benar-benar menguasai proses penanganan perkara secara administrasi, utamanya staf yang akan menjadi panitera/juru tulis setiap perkara etik yang akan disidangkan,” ujar Yusdianto yang merupakan seorang advokat. (*)
Editor: Muhamad Taslim Dalma