Feminisme – Antara Kodrat dan Emansipasi dalam Jiwa Perempuan

Dasmin Ekeng
Dasmin Ekeng

Kodrat dan emansipasi adalah kisruh dalam jiwa perempuan. Emansipasi membubuhkan ‘virus’ di setiap kepala perempuan, bahwa hidup tidak mesti harus berdampingan dengan laki-laki. Tapi kadang lupa perihal kodrat, bahwa mereka adalah ibu dari kita semua.

Mulianya perempuan tiga tingkat dibanding laki-laki. Petuah ini sebenarnya sangat filosofis, beberapa penelitian ilmiah menyebutkan secara anatomi, struktur tubuh perempuan lebih kuat dari pada laki-laki. Perempuan lebih tahan dan mampu menahan rasa sakit, perempuan mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lebih baik dibanding laki-laki, kemudian perempuan mampu melakukan lebih dari satu pekerjaan dalam satu kesempatan. Hal ini tentu sudah menjadi pengetahuan umum tetapi potensi ini yang tidak dipahami sebagai potensi dan kemuliaan dari seorang perempuan.

Dalam kehidupan sosial masyarakat yang awam atau bahkan dalam sistem sosial yang terbuka pun dikte bahwa perempuan itu lemah secara tidak sadar masih menjadi beban untuk kaum perempuan. Hal ini dikarenakan pemahaman potensi kemuliaan oleh perempuan tidak dipahami dengan seksama. Kemudian oleh kaum laki-laki lahir paham patriarki untuk meredam kemuliaan perempuan atas laki-laki. Dengan konsep patriarki perempuan selalu dipandang sebagai kelas kedua, makhluk yang lemah, logika konservatif ini terus dipupuk subur hingga sekarang.

Sehingga oleh kaum perempuan liberal lahir gerakan radikal atas nama emansipasi untuk menyuarakan hak-hak dasar perempuan dari diksriminasi. Gerakan yang menyuarakan kesetaraan hak perempuan atas laki-laki. Tentu gerakan-gerakan mereka ini sangat ekstrem dan bahkan keluar dari koridor nilai-nilai sebagai perempuan.

Di Amerika misalnya ada gerakan dari sekelompok perempuan yang menuntut perlakuan yang sama atas laki-laki, misalnya mereka menuntut jika laki-laki bisa bertelanjang dada, perempuan juga bisa melakukan hal yang sama. Tidak hanya itu, di Perancis misalnya ada namanya ‘Femen’ yakni komunitas perempuan pejuang emansipasi yang sangat radikal. Mereka tidak tanggung-tanggung setiap melakukan aksi sampai harus bertelanjang dada turun ke jalan-jalan umum yang cukup merepotkan petugas setempat. Bakan tidak sedikit dari mereka harus digotong untuk oleh petugas karena saking anarkisnya.

Pertanyaannya, kesetaraan yang seperti apa yang dituntut? Sangat disayangkan ketika komunitas perempuan menyuarakan kesetaraan, karena ketika mereka menuntut kesetaraan terhadap laki-laki secara tidak sadar perempuan secara derajat turun beberapa tingkat dan sejajar dengan laki-laki. Jaman milenial ini perempuan yang memiliki ‘open mind’ adalah anugrah dan sebuah kecerdasan buat perempuan di mata laki-laki tapi tidak mesti harus open aurat.

Kemudian banyak kasus pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan. Bahwa ada slogan “otak laki-laki yang porno”. Persoalannya bukan pada laki-laki yang agresif terhadap perempuan tetapi lebih pada konstruksi sosial tadi yang menjadi pengetahuan umum bahwa laki-laki lebih superior, sehingga laki-laki terkesan semena-mena. Ketika tatanan sosial sudah rusak kemudian sebuah tatanan baru belum lahir maka pada saat itu oleh Antonio Gramscy disebut krisis. Pertanyaannya lagi, apakah tatanan sosial saat ini sedang krisis? Entah.

Dulu di India gerakan emansipasi oleh kelompok Feminisme hanya sebatas menuntut kesetaraan hak atas dominasi laki-laki di kursi parlemen. Jadi perjuangan hak mereka untuk dipilih dan memilih menjadi substasi dari perjuangan emansipasi perempuan India pada saat itu.

Munculnya gelombang ide feminisme ini adalah pemantiknya karena ketidakadilan. Misalnya ideologi patriarti adalah ketidakadilan. Sumber ketidakadilan itu bagaimana dia bekerja, misalnya feminisme sosial yang berasumsi bahwa semua ide-ide ketidakadilan kemudian berkembang secara sosial.

Begitu populernya kata feminisme yang merujuk pada laki-laki dan perempuan, saat bicara feminisme atau ketidakadilan yang berbasis ketidak adilan seks dan gender maka kita berbicara ketidakadilan dalam kosntruksi sosial. Selama ini kita sering mangasumsikan kesetaraan sebagai kesamaan padahal dua hal ini memiliki makna yang berbeda. Ketika bicara feminisme maka kita bicara tentang keadilan gender. Jadi saat bicara feminisme kita sebisa mungkin untuk tidak terpantik untuk memaknai antara laki-laki dan perempuan.

 

Oleh : Dasmin Ekeng

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini