Genderang Pemanasan di Pilkada Kota Kendari

Pilkada Kota Kendari masih dua tahun lagi. Bagi yang merasa memiliki kekuatan politik, memang sudah saatnya pemanasan. Perkenalan diri. Ada beberapa nama yang berseliweran, baik yang memang sudah punya nama di publik ataupun yang baru mau cari-cari nama.

Ada juga yang masih malu-malu. Ada yang namanya disebut orang akan maju, tapi dianya sendiri belum pernah menyatakan mau. Ada juga yang sudah lebih berani, menggempur dengan baliho. Pokoknya, masing-masing sudah menabuh genderang pemanasan.

Ada yang genderangnya sudah dipukul nyaring, ada juga yang masih dipukul pelan dan sekali-sekali. Barangkali masih hitung-hitungan keberlanjutan amunisi dan momentum.

Tapi menjadi calon walikota –di Kendari– tidak boleh hanya modal berani-berani. Berani karena pendukung banyak atau berani karena duit berlimpah. Menjadi calon Walikota Kendari harus punya gagasan yang segar. Harus solutif. Semestinya inovatif.

Walikota sekarang, Pak Asrun –tentu bersama Pak Musaddar– sudah mematok standar tinggi. Hampir seluruh ruas jalan dalam kota sudah dan sedang dirapikan. Diperlebar dan diaspal. Pun merintis jalan baru. Drainase ditata. Kanal dan selokan digali (kembali). Yah, meski secara kasat mata intensitasnya meninggi di penghujung masa jabatan periode kedua. Tapi tidak apa-apa, biar telat daripada tidak sama sekali.

Sudah? Oh, belum. Kendari sudah jadi percontohan pengelolaan sampah. Segelintir dari ratusan kabupaten/kota di Indonesia yang mengkonversi sampah menjadi energi.

Katanya sih, energinya kelak akan dibeli PLN untuk jadi listrik. Mungkin sekarang belum. Soalnya, akhir-akhir ini sudah musim padam lampu lagi. Biasanya, kalau sudah musim padam lampu, tidak lama lagi musim demonstrasi…hehehe.

Bukan hanya sampahnya yang dimanfaatkan, tempat pembuangan sampahnya pun disulap menjadi taman dan kawasan aktifitas piknik –meskipun saya belum berani piknik kesana. Jangan heran, kalau Piala Adipura sudah jadi langganan.

Apalagi? Pengelolaan keuangan daerah. Dalam dua tahun terakhir ini Kota Kendari meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.  Atas capaian itu, tahun lalu pemerintah kota dapat tambahan dana pembangunan sebesar Rp 24 miliar dan tahun ini dijanji Rp 100 miliar. Lumayan, buat tambah-tambah mobil Trans Lulo yang kerap mondar-mandir tanpa penumpang.

Masih ada? Masih. Pemkot juga berhasil mempersaudarakan warga miskin dan kaya lewat Program Persaudaraan Madani. Bagaimana nasib persaudaraan mereka, saat ini sudah jarang kedengaran kabarnya. Hanya saja, penjual kerupuk ubi dengan lelehan gula merah kian marak di perempatan lampu merah. Ada yang tidak enak rasanya. Jadi, hati-hati ya kalau membeli…hehehe.

Berhasil melayani kredit pedagang kecil lewat BLUD. Bangun Pasar Paddy’s Market yang hingga kini susah banget dibuat ramai. Padahal yang resmikan Menko Perekonomian Hatta Radjasa, lho. Sukses membangun Pasar Sentral menjadi lebih modern meski diwarnai dengan aksi demo dan baku pukul. Membangun Pasar Baru setelah sebelumnya dilanda kebakaran.

Berhasil membangun gedung baru rumah sakit kota bernama RSUD Abunawas yang sekarang diributkan karena namanya mau diganti. Kalau bahasanya Pak Asrun bukan mengganti nama tapi mengembalikan. Ini standar tinggi yang dipasang Pak Walikota bagi para calon suksesornya.

Jadi, para kandidat yang mau maju, jangan cuma berani-berani karena anak lorong sehingga barangkali pendukung militannya banyak. Atau jangan berani-berani karena mengandalkan anggota majelis taklim dengan seragamnya yang kinclong-kinclong. Atau jangan berani-berani karena sekarang sedang menjadi punggawa di parlemen dengan mengandalkan perolehan suara (plus suara teman separtai) pada pemilu lalu.

Jangan. Kendari tidak membutuhkan itu. Kendari sedang membutuhkan pemimpin yang mampu mengakselerasi pembangunan dengan lompatan-lompatan berpikirnya yang kreatif dan visioner. Para kandidat harus peka dengan tanda-tanda zaman.

Lihat. Bundaran Tapak Kuda dan Stainless Steel saban hari sudah mulai macet. Kendari Beach telah jadi pasar loak dan barang bekas. Air PDAM hanya mengalir sekali seminggu. Kadangkala airnya harus ditenangkan dulu sebelum dipakai. Di musim hujan, jammi dibilang.

Untuk persoalan yang satu ini, saya agak sensitif. Jika ada kandidat walikota yang mampu meyakinkan saya untuk menormalkan layanan air PDAM ini, saya akan memilihnya. Dua suara. Saya dan istriku.     

Para kandidat walikota juga harus kreatif mengelola perpajakan. Persoalan ini penting, karena pajak menjadi nadi dari pembangunan. Sejak pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) dialihkan ke pemkot, sejak itu pula tagihan pajak di rumahku tidak lagi diantar.

Akan terlalu panjang jika menyebut satu-satu persoalan di Kendari yang belum tuntas. Yang pasti, Kendari kian hari kian padat. Dari waktu ke waktu kehidupannya semakin kompleks. Kendari sedang butuh pemimpin yang bukan cuma bermodal berani-berani. Pondasi yang terbangun sudah tinggi. Para calon harus melampauinya.

Silakan menabuh genderang pilkada, tapi jangan terlena dengan alunannya. Ketika Anda keluar sebagai pemenang, sesungguhnya kerja keras baru saja dimulai.***

 

Andi Syahrir

Alumni Pascasarjana UHO & Pemerhati Sosial