Golkar yang Bandel, Golkar yang Loyal, Golkar yang Lucu

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Tidak ada kata lelah dalam politik. Golkar Sultra menunjukkannya di sepanjang proses Pilkada 2018 ini. Dalam dua sudut pandang. Sebagai partai yang bandel, sebagai partai yang loyal. Bandel karena tidak berhenti memberikan perlawanan atas keputusan dewan pimpinan pusat (DPP)-nya mendukung pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas (AMAN). Loyal pada “kesepakatan awalnya” mendukung Asrun, mantan Walikota Kendari.

Lihatlah betapa bandelnya. Ketika “perintah” DPP untuk mendukung Ali Mazi-Lukman masih sebatas lisan yang beredar di media massa, Golkar lalu menggelar rapat dan memutuskan mengirim dua calon gubernur: Asrun dan Rusman Emba. Nama Ali Mazi tidak ada.

Begitu surat rekomendasi DPP resmi keluar –di saat tidak ada lagi tempat berkelit– nama Ali Mazi akhirnya diajukan bersama figur lainnya, Tina Nur Alam. Lalu disusul aksi demonstrasi menolak Ali Mazi dengan menyebut sederet “dosa-dosa” politiknya atas Golkar.

Di tahap ini, manuver Golkar sudah bikin senyum-senyum. Golkar yang (terpaksa) usulkan Ali Mazi, Golkar pula yang berunjukrasa menolak Ali Mazi.

Langkah berikut yang ditempuh Golkar adalah meminta agar Ali Mazi segera berkoordinasi dengan DPW. Di sepanjang pemberitaan media massa, Ali Mazi sama sekali tidak pernah mengindahkan permintaan itu.

Di level DPP, sang ketua umum Setya Novanto, dilanda kemelut hukum yang mengancam posisinya. Setya adalah “backing” Ali Mazi bersama dengan Nurdin Halid dan Idrus Marham. Golkar Sultra memanfaatkan momentum ini.

Kembali mereka menggelar rapat dan merekomendasikan tiga orang untuk menjadi calon wakil gubernur mendampingi Ali Mazi. Ketiga figur yang diajukan adalah Imam Ghazali, Dewiyati Tamburaka, dan Muhammad Basri.

Di sini, senyum kita bisa semakin lebar. Kalau timbangannya adalah soal elektabilitas, tiga figur ini bahkan sama sekali tidak pernah terjaring atau dijaring dalam berbagai survei. Meminjam istilah Badan Pemeriksa Keuangan, rating elektabilitasnya disclaimer. Tidak bisa dikomentari.

Senyum kita lalu berubah menjadi tawa lebar ketika Muhammad Basri (Sekretaris DPD Golkar Sultra), yang diusulkan sebagai salah satu calon wakil Ali Mazi itu, hadir dalam penandatanganan pakta integritas tujuh partai untuk mendukung Asrun. Bayangkan saja, calon wakil gubernur dari kubu lawan menjadi saksi dan turut bertepuk tangan dengan suka cita atas kian kuatnya bakal lawannya…hehehe.

Begitu Novanto tumbang dan Airlangga Hartarto naik, Golkar Sultra menemukan jalan baru. Mereka menjadikan pembatalan dukungan atas Ridwan Kamil sebagai preseden bahwa hal itu dapat saja berlaku di Sultra.

Membaca sikap ini, Golkar sepertinya sudah lupa bahwa mereka baru saja mengajukan tiga calon wakil gubernur untuk mendampingi Ali Mazi. Golkar sedang dalam pilhan yang “sulit”, tetap memaksakan salah satu dari tiga calon wakil gubernurnya diakomodir mendampingi Ali Mazi atau “me-Ridwan Kamil-kan” Ali Mazi.

Saya kira mudah menebak mana yang akan dipilih Golkar Sultra andai Airlangga Hartarto ngomong gini, “terserah sampeyan”.

Kubu Ali Mazi menjawab cepat dengan sebuah unggahan foto oleh Nyonya Agista, istri Ali Mazi. Di sana, tangan istri Airlangga Hartarto merangkul pundaknya. “Selamat dan sukses yaa bu ketum golkar yg baru semoga amanah bu yanti airlangga,” tulis Nyonya Agista. Unggahan ini juga bikin senyum-senyum, lho…hehehe

Apa pembelajaran yang perlu ditarik dari Golkar adalah kita patut mengapresiasi kebandelan sekaligus keloyalan Golkar Sultra di sepanjang proses ini. Semua partai melakukan itu ketika memperjuangkan cita-citanya. Yang berbeda adalah caranya. Kali ini, Golkar Sultra menempuhnya dengan cara yang lucu. Di dunia politik, kita memang sesekali perlu tersenyum dan tertawa-tawa, bukan?***

 

Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini