“Gurita” Politik Asrun, Ridwan, Sjafei dan Rusda di Pilkada 2017

"Gurita" Politik Asrun, Ridwan, Sjafei dan Rusda di Pilkada 2017
“Gurita” Politik Asrun, Ridwan, Sjafei dan Rusda di Pilkada 2017

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pemilu yang berlangsung demokratis pasca reformasi, tidak otomatis memunculkan suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratis. Anggapan itu nampak dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 Sulawesi Tenggara (Sultra).

Pengamat politik Sultra, Eka Suaib mengatakan, empat dari tujuh daerah Pilkada 2017, pesertanya berasal dari keluarga politisi yaitu Muna Barat, Buton Selatan, Kolaka Utara dan Kota Kendari. Tiga dari empat daerah yang mengikutsertakan keluarga politisi berhasil meraih suara rakyat atau keluar sebagai pemenang .

“Yang paling menarik perhatian adalah menangnya anak walikota Kendari Asrun, Adriatma Dwi Putra (ADP). Kemenangan tersebut memperkuat posisi dinasti Asrun yang terbentuk sejak Pemilu 2014,” kata Eka di Kendari, Rabu (1/3/2017).

"Gurita" Politik Asrun, Ridwan, Sjafei dan Rusda di Pilkada 2017
Ilustrasi

Pada Pemilu 2014, Asrun berhasil menghantarkan kedua anaknya sebagai legislator. Asrizal Pratama, anak sulung Asrun menduduki kursi legislator di Kota Kendari, sementara sang adik, Adriatma Dwi Putra terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Menurut Eka, kemenangan kedua putra sang wali kota sulit dipisahkan dari peran orang tua mereka melalui pengerahan birokrasi dan dugaan politik uang. Salah satu buktinya, menjelang Pilkada 2017 Asrun melakukan berbagai manuver berupa pergantian pejabat eselon II, III dan IV.

Keputusan Asrun mengganti Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sempat menimbulkan kemarahan Kementrian dalam negeri, sehingga melakukan pemutusan server di kantor itu. Sedangkan indikasi politik uang terungkap dengan banyaknya laporan di Panwas, hingga salah satu kader partai pengusung ADP menjadi tersangka money politik.

Hal yang sama lanjut Eka terjadi di Pilkada Kolaka Utara 2017, dinasti dibangun oleh Rusda Mahmud, Bupati Kolaka Utara (Kolut) dua periode (2007-2017). Nurrahman, Kepala Dinas Pertambangan yang berpasangan dengan H. Abbas di pilkada serentak 15 Februari lalu.

Informasi menyebutkan bahwa H. Abbas memiliki ikatan kekeluargaan dengan Rusda, jika tak salah ia merupakan bersepupu dari bupati Kolut.

BACA JUGA :  Mesin PLTU Nii Tanasa Meledak, 3 Karyawan Alami Luka Bakar

“Langkah Rusda ini sukses setelah Nur Rahman meraih suara terbanyak pada 15 Februari 2017. Kemenangan Nur Rahman tidak lepas dari sokongan birokrasi, pengusaha dan jejaring keluarga. Nurrahman didukung penuh oleh Rusda dan seluruh jajaran birokrasinya,” ungkap Eka yang juga Ketua Program Studi Ilmu Pilitik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.

Di jajaran birokrasi Nurrahman merupakan birokrat senior yang disenangi oleh Rusda. Ini ditunjukkan dengan tidak pernah tergantikan dan digeser posisinya oleh Rusda sebagai kepala dinas pertambangan selama sepuluh tahun kepemimpinannya.

Di jajaran pengusaha, Nurrahman ditopang oleh dua kontraktor kepercayaan Rusda selama sepuluh tahun. Para kontraktor ini merupakan keluarga Rusda Mahmud, yang juga menjadi pemenang tender proyek-proyek pembangunan di Kolaka Utara.

Sedangkan dinasti politik di Buton Selatan ditandai dengan tampilnya Agus Faisal Hidayat, putra mantan bupati Buton Sjafei kahar. Agus berhasil menjadi pemenang Pilkada Buton Selatan 2017.

“Dinasti yang melibatkan keluarga Sjafei Kahar (Bupati Buton 2001-2011/birokrat dan Ketua Golkar Buton) dimulai pada 2011 dengan mendorong Agus sebagai penggantinya . Namun kalah dari Umar Samiun, politisi PAN yang pernah menjadi pasangan Agus sebagai calon walikota Bau-Bau tahun 2007,” tutur Eka.

Selain itu, upaya dinasti politik Sjafei juga terjadi pada pemilihan legislatif 2014. Kala itu ia mendorong istrinya, Waode Salmatia dan berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi lewat partai Demokrat.

Selanjutnya, dinasti politik di Pilkada Muna Barat 2017 ditandai dengan tampilnya LM Ihsan Taufik, putra mantan bupati Muna Ridwan Bae. Meskipun didukung penuh oleh Ridwan namun Ihsan dikalahkan oleh Rajiun, mantan Penjabat bupati Muna barat.

Menurutnya, Ridwan merupakan Ketua Golkar Sultra yang memiliki ketokohan serta pengusaha yang royal dalam pembiayaan politik. Meskipun kalah di Muna barat namun politik dinasti Ridwan sudah terbangun di Muna.

“Pada Pilkada Muna 2015, Ridwan Bae memberikan dukungan kepada keponakannya L.M. Rusman Emba sebagai calon Bupati Muna menantang L.M. Baharuddin yang pada akhirnya Rusman keluar sebagai pemenang,” kata Eka.

BACA JUGA :  Fokus Selesaikan Tugas, Ahmad Safei Masih Enggan Bicara Pilkada Kolaka

Politik Dinasti dan Demokrasi di Sultra

Eka yang telah meraih gelar Doktor (S3) Sosial Politik di Universitas Gajah Mada (UGM) ini menjelaskan, kekuasaan keluarga diistilahkan sebagai praktek familisme yaitu ketergantungan yang terlalu besar pada ikatan keluarga, yang melahirkan kebiasaan menempatkan keluarga dan ikatan kekerabatan pada kedudukan yang lebih tinggi daripada kewajiban sosial lainnya.

Pemilu yang berlangsung demokratis pasca reformasi, tidak otomatis memunculkan suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratis. Lembaga-lembaga politik—eksekutif, legislatif dan partai politik—dikendalikan oleh kekuasaan keluarga setelah mereka berhasil memenangkan pemilihan.

Menurut Eka, kemenangan yang diraih oleh keluarga politik dalam kontestasi politik disebabkan oleh beberapa faktor. Masing-masing keluarga politik mampu memelihara loyalitas pendukungnya, bahkan dari waktu ke waktu mereka mampu memperluas jumlah konstituennya.

“Bagi suatu keluarga politik, mereka dengan mudah untuk memanfaatkan jabatannya dengan sejumlah manipulasi dan tekanan. Berbagai bentuk program publik dimanipulasi sebagai keberhasilannya, menseleksi pelaksana pemilu yang dapat menguntungkan, politisasi birokrasi, money politik dan premanisme,” kata Eka.

Para keluarga politisi juga berusaha memperluas kekuasaan mereka melalui proses asimiliasi (perkawinan keluarga) antara politisi di suatu daerah dengan politisi dari daerah lain.

Mencermati berbagai kondisi tersebut, menurut Eka, bukan hal yang sulit bagi keluarga politisi untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Pemilu yang tujuannya melakukan pergantian kekuasan, secara subtansi tidak terlaksana, sebaliknya Pemilu menjadi ‘arisan kekuasaan’ para keluarga politisi.

Diprediksi Pemilu 2019 yang diharapkan melahirkan demokrasi yang sesungguhnya sulit terwujud, jika banyak manipulasi dan tekanan dalam demokrasi. Tambah Eka, Rule of law dan pendidikan politik sangat penting agar dapat meminimalkan praktek-praktek money politik. (A*)

 

Reporter : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Kiki

  • TOPIK
  • *

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini