ZONASULTRA.COM, WANGI-WANGI – Dari tahun ke tahun, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) dari tahun ke tahun mengalami kerugian.
Hal itu disampaikan pimpinan PDAM Kabupaten Wakatobi, Zakaria pada penyerahan bantuan kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), guna menunjang pelayanan air bersih kepada masyarakat daerah setempat. Sejumlah bantuan itu berupa panel dan kabel, juga bantuan sambungan layanan PDAM ke rumah masyarakat secara cuma-cuma (gratis), Selasa, (10/8/2021).
Ia menyebutkan kendala dan tantangan sampai saat ini adalah, para pelanggan belum secara utuh menunaikan tanggungjawabnya berkaitan dengan tanggung jawab rekening dan belum pernah dilakukan perubahan tarif.
“Akhirnya yang kami alami, ada bahasa dilapangan bahwa ada ada piutang. Ketika teman-teman melakukan penagihan, resiko yang kami terima hanya satu kata, putuskan. Sementara yang bersangkutan kadangkala tagihannya sudah mencapai Rp5 sampai Rp6 juta ketika sudah harus melakukan pemutusan,” ujarnya pada penyerahan bantuan tersebut.
Ia menyebutkan, bahwa pelanggan PDAM saat ini yang sudah tersambung sudah sebanyak 10 ribu lebih. Tetapi yang tidak aktif ada 1.400 lebih. Maka total sampai saat ini yang telah aktif dan masih aktif kurang lebih 8.700 lebih.
“Ini yang sementara kami kelola, sejak tahun 2019-2021 untuk mengembangkan jaringan kepada masyarakat, kami mengikuti program hibah air minum. Karena kalau mengikuti program reguler, kadangkala dalam satu tahun belum tentu mendapat 100 pelanggan,” kata dia.
Tetapi program hibah, setiap tahun yang diberikan oleh Pemda Wakatobi rata-rata 1.000 lebih. Menurutnya hibah tersebut menguntungkan dua kali, salah satunya penerima manfaat rata-rata 1.000 lebih itu pemasangan gratis.
Ditempat yang sama Bupati Wakatobi Haliana mengatakan, beberapa waktu lalu ia meminta laporan keuangan PDAM. Dirinya menyampaikan bahwa ini seharusnya bisa diketahui yang menjadi catatan bahwa masih ada piutang sekira Rp2 miliar lebih.
“Kesimpulan saya kalau diancam putus, kita lakukan pendekatan secara kekeluargaan, kalau tidak bisa juga silahkan PDAM mengambil langkah. Saya hanya berharap jangan lagi ada catatan Rp300 juta setiap tahun. Karena hampir Rp3 miliar lebih, itu berarti hampir 10 tahun kita merugi dan kita hanya diam. Ini yang membuat keuangan kita menjadi tidak sehat,” ucapnya.
Menurut Haliana, ada pembengkakan biaya operasional, tahun 2019 ke tahun 2020 ada penambahan biaya Rp147 juta, itu juga menjadi catatan. Sehingga ia berharap ke semua pihak agar menganalisa dan mengevaluasi seluruh laporan keuangan terutama angka-angka yang tidak sehat. Supaya bisa dirumuskan kebijakan.
Berikutnya, lanjut dia, ada unsur biaya yang besar (gaji), ada lonjakan gaji dari 2019 ke 2020 diatas Rp400 juta. Alasannya adalah 9 orang pegawai lama yang tadinya hanya pegawai honor dijadikan pegawai tetap.
“Saya tidak percaya bahwa itu bisa menjadi Rp 400 juta, hanya untuk pengangkatan 9 pegawai tersebut. Paling perubahan gaji dari honorer menjadi pegawai paling Rp 1 juta- 1,5 juta. Jika hanya 9 kurang lebih Rp 12 jutaan, 1 tahun paling Rp 180 juta. Perusahaan ini dituntut bukan keuntungan tapi bagaimana kita melakukan pelayanan maksimal. Minimal kita bisa mengembalikan biaya operasional,” pungkasnya. (a)
Kontributor : Nova Ely Surya
Editor: Ilham Surahmin