Hari Terakhir Menjabat, Laode Syarif Resmikan Auditorium Randi-Yusuf

Hari Terakhir Menjabat, Laode Syarif Resmikan Auditorium Randi-Yusuf
AUDITORIUM KPK - Wakil Ketua KPK Laode Syarif meresmikan Auditorium Randi-Yusuf Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kamis malam (19/12/2019). (Rizki Arifiani/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Lima Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 akan dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana besok. Sebelum mengakhiri jabatannya, Wakil Ketua KPK Laode Syarif meresmikan Auditorium Randi dan Yusuf Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK.

KPK mengabadikan nama Randi dan M. Yusuf Kardawi, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) yang meninggal dunia akibat bentrok saat melakukan aksi demonstrasi menolak revisi UU KPK 26 September 2019 lalu.

“Ini hari terakhir, besok sekaligus pelantikan pimpinan yang baru. Kami besok serah terima jabatan sore,” kata Laode Syarif di KPK, Kamis malam (19/12/2019).

Baca Juga : KPK Akan Abadikan Nama Randi dan Yusuf di Pusat Edukasi Antikorupsi

Laode Syarif mengucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu perjuangan melawan korupsi. Ia berharap perjuangan antikorupsi itu atau perjuangan melawan korupsi itu tidak berhenti, dan pimpinan KPK selanjutnya jauh lebih baik.

Begitu pula dengan Randi dan Yusuf yang menjadi martir dalam perjuangan menolak revisi UU KPK. Syarif sendiri sempat menulis puisi untuk Randi kala itu.

“Terus terang saya bikin itu tengah malam jam 2 pagi, malah bukan malam lagi karena tidak bisa tidur. Itu setelah saya telepon ibunya Randi, Ibunya Randi bilang ‘kasian anaku e’,” paparnya.

Berikut puisi untuk Randi.

Anak laut matahari negeri
Anak laut itu tumbuh di tanah cadas bebatuan Pantai Lakarinta, Pulau Muna
Tumbuh dari singkong dan jagung yang nembus cadas dan air laut yang menggarami hidupnya. Tanpa keluh, tanpa kesah menjalani hidup yang memang keras dari awalnya.
Di mata Lasali dan Wan Nasrifah, dia adalah matahari di antara dua bulan belahan hati.

La Sali tekun mengajari mataharinya arah angin dan teriak gelombang agar mampu membaca laut. Wan Nasrifah tekun mendidiknya mengenal aksara semampu yang dia pahami.
La Sali sadar, membaca laut dengan hanya bermodal dayung dan kail tidak akan memuliakan mataharinya.
Satu-satunya asah, hanya pada ketekunan dan kekerasan hati mataharinya.

Sang anak laut tumbuh sesuai kehendak alam menembus cadas menyelami karang.
Sang anak laut tidak bermimpi menjadi matahari, tetapi di lubuk hatinya dia bertekad meninggikan tiang perahu ayahnya, melebarkan dapur ibunya, dan meluaskan pikiran kakak dan adik-adik perempuannya.

Lewat bidik misi dia awali perantauannya, mengejar matahari menyelami cara memuliakan ikan, bahkan disambi dengan menjadi kuli bangunan, demi doa dan harapan orang tuanya.

Hari Kamis 26 September 2019,
Pantai Lakarinta tenang, air semilir memanjakan ikan yang melompat riang di balik matahari sore. La sali sedang melaut dengan jaring dan kail satu-satunya, demi matahari dan dua bulan yang merantau.

Burung laut bersuara lirih menghampiri perahunya, tetapi tak dihiraukan karena angannya dipenuhi matahari dan dua bulan di tanah rantau.
Dia tambatkan perahunya lalu menuju rumah dengan menghitung langkahnya.
Tapi kali ini berbeda, karena kerbat menjemputnya dalam diam.
Ohaini.. ohainiii…
Artinya ada apa ini.. ada apa ini, tak ada suara, tak ada jawaban.
Lah nusantara tiba-tiba dingin, ikan terdiam nyiruh merunduk.

Anak laut itu melejit jadi matahari, membumbung, menyebar sinarnya, melelehkan bedil yang merenggut raganya dan jiwanya tetap hidup bergemuruh di dalam dada anak negeri yang menolak bersekutu dengan kebohongan dan kepalsuan.

Duka anak laut, mengenang Randi
(A)

 


Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini