ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo, menyinggung soal turunnya nilai tukar rupiah
saat membuka pembekalan ratusan Calon Anggota Legislatif (Caleg) di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang digelar di Graha Pena, Selasa (12/2019).
Menurutnya, nilai tukar uang resmi Indonesia itu turun karena disebabkan tingginya aktivitas impor daripada ekspor. Namun, kata HT sapaan Hari Tanoesoedibjo hal ini harus segera segera diperbaiki.
“Memang selama ini impor kita meningkat lebih tajam dibandingkan tahun lalu. Jadi ini kita harus waspadai dan harus kita benahi karena ini juga yang mempengaruhi penurunan nilai tukar rupiah,” ujar HT saat diwawancarai wartawan.
Dikatakannya, permasalahan itu ada pada penurunan aktivitas ekspor yang perlu ditahu penyebabnya. HT menelaah bahwa ekspor itu tergantung negara tujuan, ketika negara tujuan itu menurunkan pembeliannya, Indonesia juga pasti ekspornya turun karena kita juga jual ke luar negeri.
“Jadi harus kita lihat dulu, apakah penyebabnya karena permintaan negara tujuan turun atau karena daya saing kita yang turun. Dua ini harus kita lihat, kalau permintaannya turun, berarti kita harus cari pasar baru, namanya pasar tidak bisa dipaksakan, kalau daya saing kita turun, ini yang saya rasa kurang bagus,” cetus CEO MNC Group ini.
Ia menyarankan, daya saing harus diperbaiki, seperti barang dengan harga murah tapi berkualitas. Hal ini harus dicari jalan keluarnya, apakah itu dari sektor pertanian, pertambangan ataupun dari perikanan juga yang harus ditingkatkan ekspornya.
HT juga menawarkan, cara lain untuk meningkatkan devisa Indonesia yakni dengan menggalang investasi untuk mengirim barang ekspor saja. Selanjutnya adalah investasi di luar negeri dan di dalam negeri.
Pemerintah harus mencari kiat-kiatnya bagaimana setiap daerah itu bisa berpotensi mendatangkan investor. Dengan mengurangi impor supaya devisa lebih kuat, dan harus menciptakan daya saing di luar negeri. Kata dia, pemerintah jangan mengekspor barang mentah.
“Kalau barang mentah kita ekspor nilai tambahnya dipegang negara lain, di dalam negeri harus kita proses. Misalnya perikanan mulai dari penangkapan, penyimpanan sampai dengan prosesing, jangan kita ekspor ikannya, rugi kita, harganya mahal, nilai tambahnya di luar negeri, lapangan kerjanya di luar negeri, pertambangan juga begitu,” cetus HT.
HT menegaskan, pemerintah harus menggeser kebiasaan selama ini, yakni dari ekspor barang mentah ke barang jadi. Hal itu juga merupakan tantangan bagi pemerintah.
“Saya berharap 2019 ini ekonomi Indonesia bisa mulai stabil, karena trade antara Cina dan Amerika itu sudah selesai. Jadi semua pihak bisa berkonsentrasi dalam berdagang. Ini kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya,” pungkas Hary Tanoe. (b)
Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki