Ini Penjelasan KP2KP Lasusua Soal Pemotongan Honor PPK dan PPS

petugas PPS Desa Mikuasi, Kecamatan Pakokue, Asri
Asri

ZONASULTRA.COM, LASUSUA – Sejumlah anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kolaka Utara (Kolut) mempertanyakan pemotongan Pajak pada honor penyelengara pemilihan Umum sebesar 5 persen yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 6 persen yang tidak memiliki NPWP.

petugas PPS Desa Mikuasi, Kecamatan Pakokue, Asri
Asri

Salah satu petugas PPS Desa Mikuasi, Kecamatan Pakokue, Asri mengatakan dirinya belum mengetahui secara pasti dasar hukum sehingga dilakukan pemotongan pajak sebesar 6 persen atas honor yang dia terima beberapa hari yang lalu.

“Saya belum tau aturannya kenapa ada pemotongan pajak honor PPS, padahal tidak cukup satu juta yang kita terima,”ungkapnya kepada awak Zonasultra, Rabu (20/12/2017).

Lebih lanjut Asri menjelaskan, pemotongan itu juga berbeda, karena anggota PPS yang memiliki NPWP dipotong pajak hanya 5 persen dari total honor yang diterima setiap bulan.

“Kalau kita urus NPWP hanya untuk PPS bagaimana kelanjutan setelah pilkada, jelas sudah tidak ada honor yang sudah diterima,”ujar Asri

Menanggapi hal ini, Kepala kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Lasusua, Nirbowo Sulistyo Aji menjelaskan bahwa pemotongan honor itu berdasarkan Undang-Undang PPh pasal 21 sementara aturan pelaksaannya ada di peraturan Dirjen Pajak No 16 tahun 2016.

“Pembayaran pihak lain seperti pembayaran honor atau imbalan orang atau pribadi yang sehubungan dengan kegiatan pihak pemerintah, disitulah dilakukan pemotongan pajak,” kata Nirbowo ditemui di ruangan kerjanya, Rabu (20/12/2017).

Dijelaskannya, kalau anggota PPK atau PPS masuk kreterianya peserta kegiatan seperti KPU yang termasuk subjek pajak bagian pemerintahan, maka PPK dan PPS werta sebagai penyelengara kegiatan yang menerima atau berpenghasilan mengikuti aturan tersebut.

(Baca Juga : KP2KP Lasusua: Banyak Bendahara Desa Belum Paham Perpajakan)

“Yang dimaksud adalah peserta atau anggota dalam kepanitiaan dalam kegiatan tertentu,” ungkapnya.

Jadi pilkada ataupun pemilihan umum Wali Kota dan sebagainya, semua masuk dalam kegiatan yang dimaksud meski periode tertentu baru melakukan kegiatan, tapi PPK dan PPS masuk dalam kepanitiaan.

“Tarif pasal 17 dikenakan dari jumlah bruto yang diterima oleh peserta kegiatan dan tarif pasal Undang-Undang PPh ayat 1 yang berbunyi jumlah penghasilan bruto untuk satu kali pembayaran di atas empat bruto dan tidak terpecah diterima peserta panitia,” tambahnya

Lebih lanjut Nirbowo menjelaskan, kalau peserta wajib pajak sudah mengajukan NPWP setelah selesai kegiatan, dan yang bersangkutan tidak memiliki pekerjaan maka segera mengajukan permohonan non efektif dengan mengisi formulir dengan alasan tertentu sehingga administrasi perpajakan sudah tidak dianggap lagi wajib pajak untuk sementara waktu, namun bisa diaktifkan kembali setelah ada usaha dengan mengaktifkan kembali di tahun berikutnya.

“Permohonan non efektif sudah tidak punya SPD tahunan, dan tidak punya kewajiban bulanan lagi tapi data base pajaknya masih ada,” tandasnya. (B)

 

Reporter : Rusman
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini