ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Nata Irawan menegaskan akan mencabut penetapan 4 desa yang diduga fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Nata mengungkapkan bahwa isu ini sudah dua bulan yang lalu dibahas dalam rapat pimpinan antara Kemendagri, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam rapat tersebut tercatat ada 56 desa yang diduga fiktif. Nata menuturkan bahwa Dirjen Bina Pemdes Kemendagri bersama aparat dan pemerintahan provinsi turun ke lapangan pada 15-17 Oktober untuk melakukan verifikasi 56 desa yang diduga fiktif tersebut.
“Ternyata setelah kami verifikasi yang dikatakan fiktif itu ada 4, dikatakan fiktif ternyata ada Peraturan Daerah (Perda) yang sebenarnya tidak menetapkan untuk desa-desa tersebut,” kata Nata Irawan usai mengikuti rapat bersama Komisi II DPR di Komplek DPR Senayan Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2019).
(Baca Juga : Soal Desa Fiktif, Polda Sultra Temukan 2 Desa Tak Berpenghuni di Konawe)
Dirjen Bina Pemdes ini mensinyalir terdapat kekeliruan dalam Perda yang digunakan untuk pemekaran desa.
“Apapun itu kami dari Kemendagri, kalau memang ada secara data dan administrasi itu jelas ada kekeliruan, maka kita cabut keberadaan desa tersebut,” tegas Nata.
Keberadaan desa yang diduga fiktif di Kabupaten Konawe tersebut tidak muncul begitu saja. Melainkan desa itu didaftarkan sebelum berlakunya Undang-Undang Desa 2014. Sementara usul tersebut sudah ada dan disampaikan melalui Perda tersebut sejak tahun 2011. Kemendagri yakin desa-desa itu telah ditetapkan dalam Perda.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah desa, sehingga mengadukan ke KPK. Aduan ini kemudian disampaikan oleh KPK kepada Kemendagri yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan verifikasi data maupun pengecekan langsung.
(Baca Juga : KPK Turun Tangan Usut Kasus Desa Fiktif di Konawe)
“Memang ada salah satu desa berdasarkan laporan direktur kami, ternyata desa itu hanya berjumlah 7 kepala keluarga. Dulu di dalam aturan sebelum adanya UU desa jumlah penduduk tidak termasuk kriteria, jadi belum menjadi kriteria,” imbuh Nata.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta masyarakat untuk tidak terlalu cepat menyimpulkan keberadaan desa fiktif di salah satu kabupaten di bumi anoa.
Saat ini pihaknya masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh Kemendagri, Pemprov Sultra dan Polda Sultra yang juga disupervisi oleh KPK.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita mengambil keputusan yang pasti, dan secara formal tertulis hasil investigasi yang dilakukan oleh tim kami,” tutupnya. (a)